TIMES JATIM, PACITAN – Belakangan terdapat fenomena gelandangan dan pengemis (Gepeng) yang berseliweran di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur seolah mereka tak ada jeranya.
Keberadaannya bisa ditemukan di tempat umum, seperti sekitar Alun-alun, perempatan lampu merah bahkan di pusat perbelanjaan. Baik itu pengamen, badut jalanan, dan juga pengemis.
Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial Dinsos Pacitan, Pujono mengakui jika kemunculannya selalu bersamaan dan massiv. Bahkan membuat pihaknya harus kerepotan bolak-balik mengevakuasi para Gepeng tersebut.
"Iya, memang betul, akhir-akhir ini banyak sekali Gepeng di sejumlah tempat," katanya, Selasa (14/2/2023).
Menurut Pujono, para Gepeng yang menjadi penyakit masyarakat ini berasal dari luar daerah. Disinyalir terkoordinir dengan rapi untuk disebar sekadar meminta-minta. Tak jarang mereka masih berusia produktif hingga lanjut.
"Bisa jadi mereka didatangkan dari luar daerah. Disinyalir banyak yang kiriman, sewaktu-waktu diambil kembali," tambahnya.
Meski fenomena Gepeng tersebut bukan perkara yang mudah, namun pihaknya bersama Satpol PP tengah berupaya melakukan penertiban demi kenyamanan dan kondusifitas masyarakat.
"Langkah kami selalu berkoordinasi dengan Satpol PP, setelah kami amankan, baru dilakukan identifikasi sebelum diserahkan ke rehabilitasi sosial," terang Pujono kepada TIMES Indonesia.
Kabid Resos Dinsos Pacitan, Pujono saat menanggapi masalah Gepeng yang menjamur akhir-akhir ini. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Ditanya berapa jumlah Gepeng yang berkeliaran selama ini, dia mengatakan bahwa mereka tidak tentu, kadang puluhan, kadang segelintir. Begitu akan ditertibkan sudah lari, seolah mengendus kedatangan petugas gabungan.
"Repot, sering mau kami tertibkan, sampai di lokasi sudah nggak ada, semacam kucing-kucingan dengan petugas," ujar Pujono.
Sementara itu, seorang pengemis di perempatan lampu merah Penceng, Agus mengaku lebih nyaman menjadi pengemis ketimbang berdiam di rumah rehabilitasi shelter penampungan.
"Tak sampai sehari bisa dapat Rp300 ribu, saya kabur pas direhab di Madiun," ucapnya sambil menggendong seorang anak.
Belum Ada Perda Khusus Pencegahan Gepeng
Sebagai solusi, masih kata Pujono, Pemkab Pacitan perlu membuat Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus menangani permasalahan Gepeng dan tuna sosial lainnya.
Bahkan, Perda itu sendiri akan turut mengatur pengenaan denda kepada warga yang memberi sumbangan kepada mereka.
Diketahui, penanganan Gepeng membutuhkan landasan dasar mengatasi dan mencegah masalah maraknya penyakit masyarakat itu.
"Setidaknya menyadarkan masyarakat sekaligus memberikan efek jera agar tidak lagi mengulangi hal yang sama," jelasnya.
Sejauh ini jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) belum bisa didata secara pasti, namun beberapa berasal dari luar daerah, seperti Ponorogo, Wonogiri dan Medan.
"Sementara kami masih menyisir keberadaan mereka (gepeng) untuk diamankan sesuai prosedur," pungkas Kabid Resos Dinsos Kabupaten Pacitan, Pujono. (*)
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |