https://jatim.times.co.id/
Berita

Badan Pengkajian MPR Gelar FGD Bahas Desentralisasi dan Arah Otonomi Daerah

Senin, 24 November 2025 - 13:38
Badan Pengkajian MPR Gelar FGD Bahas Desentralisasi dan Arah Otonomi Daerah Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR, Dr. Hj. Hindun Anisah, MA.

TIMES JATIM, JAKARTA – Badan Pengkajian MPR RI Kelompok III menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema Desentralisasi, Otonomi Daerah, Pemerintahan Daerah, dan Desa di Bekasi, Jumat (21/11/2025). Forum ini membahas berbagai isu strategis terkait implementasi Bab VI UUD NRI 1945 yang mengatur pemerintahan daerah.

Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR, Dr. Hj. Hindun Anisah, MA, yang memimpin jalannya diskusi, mempertanyakan sejauh mana pasal-pasal dalam konstitusi tersebut masih relevan dengan kondisi saat ini. “Perlu ditelaah apakah pengaturannya sudah ideal, atau perlu penajaman baik dari sisi tafsir maupun penyesuaian,” ujarnya.

FGD ini diikuti anggota Badan Pengkajian MPR, antara lain Dr. Ida Fauziyah (Fraksi PKB), Jialyka Maharani (DPD), Dr. I Wayan Sudirta (Fraksi PDI Perjuangan), dan Yance Samonsabra (DPD). Dua narasumber utama yang hadir adalah Guru Besar FH UPN Veteran Jakarta Prof. Dr. Wicipto Setiadi dan pengajar Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Dr. Sri Budi Eko Wardani.

Hubungan Pusat–Daerah Masih Rentan Tarik-Menarik

Dalam pengantarnya, Hindun menyoroti dinamika hubungan pemerintah pusat dan daerah. Menurutnya, konstitusi telah mengamanatkan hubungan yang seimbang dari aspek kewenangan, kelembagaan, keuangan hingga pengawasan. Namun, dalam praktik masih terjadi tarik-menarik kepentingan.

Isu desa juga mendapat perhatian. Hindun menilai, meski Pasal 18B menegaskan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat dan hak tradisionalnya, pengaturan mengenai desa belum tertulis secara eksplisit. “Pertanyaannya, apakah kondisi ini sudah cukup mencerminkan komitmen negara dalam memperkuat pemerintahan di tingkat paling bawah?” katanya.

Dualisme pengelolaan desa pun menjadi persoalan tersendiri. Desa sering diperlakukan sebagai entitas sosial-budaya, namun juga ditempatkan dalam struktur pemerintahan. Akibatnya, pengelolaan desa tersebar di beberapa kementerian dan menimbulkan tumpang tindih kewenangan serta duplikasi program.

Hindun juga menyoroti sistem pemilihan kepala daerah. Meskipun UUD mengamanatkan kepala daerah dipilih secara demokratis, makna “demokratis” masih kerap diperdebatkan. Ia menyoroti dampak pilkada langsung, seperti biaya politik tinggi, polarisasi sosial, dan belum efektifnya hubungan hirarkis antar level pemerintahan.

Empat Aspek Pengaturan Ideal Pusat–Daerah

Dalam paparannya, Prof. Wicipto Setiadi menegaskan empat aspek utama hubungan pusat dan daerah, yakni kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan pengawasan. Ia mencatat masih banyak persoalan, terutama tumpang tindih urusan pusat–daerah, penarikan kembali kewenangan oleh pusat, hingga tidak jelasnya standar untuk urusan konkuren.

Ia mengusulkan penyempurnaan pembagian urusan dengan kriteria terukur, penguatan otonomi substansial di daerah, penetapan standar layanan publik yang fleksibel untuk konteks lokal, serta evaluasi berkala terhadap efektivitas pembagian kewenangan.

Desentralisasi dalam Perspektif Global

Sementara itu, Dr. Sri Budi Eko Wardani menyebut desentralisasi sebagai fenomena global. Lebih dari 60 negara, khususnya negara berkembang, menerapkannya sejak 1980-an. “Desentralisasi, demokrasi, dan liberalisasi merupakan satu rumpun gagasan. Desentralisasi berarti ada transfer kewenangan, tanggung jawab, dan sumber daya,” jelasnya.

Ia mempertanyakan komitmen pemerintah pusat dalam mentransfer kewenangan tersebut. “Persoalannya selalu kembali pada sejauh mana pusat bersedia melepas power itu kepada daerah,” katanya.

Political Will Menjadi Penentu

Anggota Badan Pengkajian MPR, I Wayan Sudirta, menilai berbagai persoalan terkait desentralisasi sebenarnya sudah dipahami dan solusinya sudah tersedia. “Namun tanpa kemauan politik, tidak akan ada perubahan,” tegasnya.

Wicipto sependapat. Menurutnya, UUD 1945 sudah menyediakan arah yang jelas dan undang-undangnya juga sudah ada. Hambatan terbesar justru pada pelaksanaan. Ego sektoral di pusat maupun daerah, serta regulasi sektoral yang memusatkan kewenangan kembali ke pusat, menjadi kendala utama.

“Regulasinya sudah bagus, tetapi jika tidak ada political will baik dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun DPR dan DPRD, maka desentralisasi tidak bisa berjalan optimal,” ujarnya. (*)

Pewarta : Rochmat Shobirin
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.