TIMES JATIM, JAKARTA – Setiap malam 12 Rabiul Awal bulan Hijriyah mayoritas umat Islam di seluruh dunia selalu mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad.
Dasar peringatan Maulid Nabi Muhammad ini tidak disebutkan dalam Alquran maupun Hadits. Namun, anjuran peringatan Maulid Nabi sejatinya kali pertama datang dari Khalifah Pertama, Abu Bakar Al-Shidiq RA.
Keutamaan Maulid Nabi sebagaimana dijelaskan Al-Alamah Syihabuddin Ahmad Ibnu Hajar Al-Haitami Rahimahullah yang wafat pada tahun 974 Hijriyah dalam kitab Al-Nikmatul Kubra Alal Alami Bimaulidi Sayyidi Waladi Adam.
قال أبو بكر الصديق رضي الله عنه: من أنفق درهما على قراءة مولد النبي صلى الله عليه وسلم كان رفيقي في الجنة.
Artinya:
"Khalifah Abu Bakar Al-Shidiq RA berkata: barang siapa yang berinfaq untuk membacakan maulid Nabi, maka orang itu menjadi temanku di dalam surga."
Menurut Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Pesantren Muadalah (FKPM) KH Luqman Harits Dimyathi, meskipun anjuran perayaan Maulid Nabi tidak disebutkan dalam Alquran dan Hadits, tetapi perkataan Abu Bakar RA tersebut harus diyakini oleh umat Islam.
"Ini perlu dijelaskan, sebab kalau tidak dijelaskan sedikit-sedikit nanti Quran, Hadits, sekarang banyak orang yang begitu," ujarnya, Rabu (27/9/2023) malam.
Kiai muda yang disapa Gus Luqman kemudian menyatakan, jika jumlah rakaat shalat pun tidak dijelaskan dalam Alquran. Melainkan dijelaskan dalam Hadits Nabi, Tafsir maupun Fikih.
"Maka perkataan Abu Bakar Al-Shidiq itu haqqul yaqin qaul haq, dekengane pusat," tegasnya.
Lebih lanjut, Gus Luqman menilai, sudah semestinya sebagai umat Islam merayakan hari kelahiran Sang Nabi yang mulia dan akhlaknya menjadi suri tauladan bagi kita semua.
"Sekarang gini, anak kita ulang tahun saja dirayakan, masa kelahiran Nabi justru tidak boleh?," ucapnya.
Masih dikatakan Gus Luqman, berkaitan dengan jenis infaq untuk merayakan Maulid Nabi, kini bisa berwujud uang rupiah, ingkung, tumpeng, makanan dan buah-buahan.
"Pembacaan Maulid Nabi dalam satu majelis ini sangat banyak hikmahnya," jelas Gus Luqman.
Perayaan Maulid Nabi: Tradisi dan Perbedaan dalam Umat Islam
Perayaan Ulang Tahun Nabi, atau Maulid Al-Nabawi, merupakan momen penting dalam kalender Islam yang merayakan kehidupan dan warisan Nabi Muhammad. Namun, sejarah dan tradisi perayaan ini telah menjadi subjek perdebatan di antara berbagai kelompok Muslim.
Awal mula perayaan ini dapat ditelusuri kembali ke tulisan Jamal Al-Din ibn al-Ma’mun yang meninggal pada tahun 587 AH (1192 Masehi).
Pada abad ke-11 Masehi, perayaan ulang tahun Nabi mulai mendapatkan popularitas di Mesir, dan pada abad ke-12, penyebarannya mencakup daerah lain seperti Turki, Maroko, Suriah, dan Spanyol.
Perayaan Maulid Nabi memiliki berbagai bentuk. Di Mesir, kelompok sufi memasuki masjid-masjid terkenal untuk mengadakan Halaqat al-Dhikr atau lingkaran peringatan. Dalam lingkaran-lingkaran ini, mereka melafalkan puisi-puisi agama dan nasyid sebagai bentuk penghormatan kepada Tuhan dan Nabi Muhammad.
Tradisi ini dirayakan oleh Muslim Sunni pada tanggal 12 Rabi' al-Awwal, bulan ketiga dalam kalender Hijriyah. Meskipun ada perbedaan pendapat, terutama dengan Muslim Syiah yang merayakan pada tanggal 17 Rabi' al-Awwal.
Namun, ada juga kelompok yang menentang perayaan Maulid Nabi. Terutama kelompok Muslim Wahabi dan Salafi yang menganggap perayaan ini sebagai bid'ah atau inovasi yang tidak diakui dalam Alquran. Di Arab Saudi, yang menganut Wahabisme, perayaan Maulid Nabi tidak diakui sebagai hari libur nasional.
Perbedaan pandangan tentang perayaan Maulid Nabi mencerminkan keragaman dalam umat Islam. Bagi beberapa, ini adalah peristiwa penting yang memperingati warisan terpenting dalam agama Islam, sementara bagi yang lain, perayaan ini dianggap sebagai tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran agama.
Dalil Lain Anjuran Perayaan Maulid Nabi
Anjuran perayaan Maulid Nabi juga dikatakan oleh para sahabat khulafaur rasyidin yang lainnya, seperti Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib.
Selain itu juga dikatakan para ulama yang hidup setelah khulafaur rasyidin, seperti Hasan Al-Bashri, Imam Syafii, juga Jalaluddin Al-Suyuthi.
Berikut dalilnya:
وقال عمر رضي الله عنه: من عظم مولد النبي صلى الله عليه وسلم فقد أحيا الإسلام.
"Umar RA berkata: barang siapa mengagungkan Maulid Nabi SAW, maka ia benar-benar telah menghidupkan perjuangan Islam,"
وقال عثمان رضي الله عنه: من أنفق درهما على قراءة مولد النبي صلى الله فكأنما شهد غزة بدر وحنين.
"Utsman RA berkata: barang siapa berinfaq dengan dirham atas pembacaan maulid Nabi SAW, maka ia seperti orang yang mati syahid dalam Perang Badar dan Hunain,"
وقال علي رضي الله عنه وكرم الله وجهه: من عظم مولد النبي صلى الله عليه وسلم وكان سببا لقراءته لا يخرج من الدنيا إلا بالإيمان ويدخل الجنة بغير حساب.
"Ali Karamallahu Wajhahu berkata: barang siapa mengagungkan Maulid Nabi SAW, dan menjadi sebab pembacaan maulid, maka ia tidak meninggal kecuali dalam keadaan iman dan masuk surga tanpa dihisab,"
وقال حسن البصري رضي الله عنه: وددت لو كان لي مثل جبل أُحد ذهبا فأنفقته على قراءة مولد النبي صلى الله عليه وسلم.
"Hasan Bashri berkata: saya berharap saya memiliki emas yang setara dengan Gunung Uhud dan membelanjakannya untuk membacakan kelahiran Nabi, semoga Tuhan memberkatinya dan memberinya kedamaian,"
وقال الإمام الشافعي رحمه الله: من جمع لمولد النبي صلى الله عليه وسلم إخوانا وهيأ طعاما، وأخلى مكانا وعمل إحسانا وصار سببا لقراءتة بعثه الله يوم القيامة مع الصديقين والشهداء والصالحين، ويكون في جنة النعيم.
"Imam Syafii berkata: barangsiapa mengumpulkan saudara-saudara pada saat kelahiran Nabi, semoga Allah memberkatinya dan memberinya kedamaian, menyiapkan makanan, membersihkan tempat, mengerjakan amal shaleh, dan menjadi alasan untuk membacanya, maka Allah akan membangkitkannya pada hari kiamat bersama keduanya. orang-orang yang jujur, orang-orang yang syahid, dan orang-orang yang bertakwa, dan dia akan berada di Taman Kebahagiaan."
وقال جلال الدين السيوطي: ما من بيت أو مسجد أو محلة قرئ فيه مولد النبي صلى الله عليه وسلم إلا حفت الملائكة ذلك البيت أو المسجد أو الملحة وصلت الملائكة على أهل ذلك المكان، وعمهم الله تعالى بالرحمة والرضوان.
"Jalaluddin Al-Suyuthi berkata: Tidak ada rumah, masjid, atau tempat yang di dalamnya dibacakan kelahiran Nabi Muhammad SAW, tetapi para malaikat mengelilingi rumah, masjid, atau tempat itu, dan para malaikat mendoakan orang-orang di sana. tempat itu, dan Tuhan Yang Maha Esa menghujani mereka dengan rahmat dan keridhaan."
Dengan demikian, anjuran merayakan Maulid Nabi Muhammad di atas patut kita yakini kebenarannya. Sebab, mereka para sahabat, tabiin, ulama dan orang salih sudah pasti dijamin masuk surga bersama sang kekasih. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Peringatan Maulid Nabi Dasarnya 'Dekengan Pusat'
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Yatimul Ainun |