TIMES JATIM, SURABAYA – Di tengah deru modernisasi dan kilau gedung-gedung bertingkat, lebih dari 150 mahasiswa dan akademisi dari Indonesia dan Malaysia turun ke jalanan tua Surabaya. Mereka tidak membawa buku tebal atau gadget canggih, melainkan sketsa dan pensil. Tujuannya satu, menghidupkan kembali narasi arsitektur dan budaya yang terukir di jantung Kota Pahlawan.
Kegiatan bertajuk “Cross-Cultural Learning Journey: Discovering Surabaya Heritage” ini merupakan kolaborasi unik lintas negara yang menyatukan Universitas Ciputra (UC) Surabaya dan TAR UMT Malaysia, didukung Balai Pemuda, PTPN I, serta dua komunitas lokal yang getol merawat sejarah, Urban Sketchers Surabaya dan Pernak-pernik Surabaya Lama (PSL).
Kawasan kota lama menjadi ruang kelas terbuka mereka. Di sana, jejak-jejak penting era kolonial, seperti Gedung Internatio, Jembatan Merah yang ikonik, Gedung Singa, hingga area PTPN I dan Balai Pemuda, kembali disorot. Area-area ini adalah saksi bisu bagaimana Surabaya bertransformasi dari kota pelabuhan yang ramai menjadi metropolitan kedua di Indonesia.

Melalui heritage walk yang terencana dan sesi urban sketching yang intens, para peserta diajak berdialog langsung dengan masa lalu kota. Proses ini bukan sekadar tugas akademis, melainkan ruang refleksi urban. Bagaimana generasi muda dari dua negara serumpun ini memandang dan memaknai ulang kota yang tengah berlari kencang menuju masa depan.
"Sketsa yang dihasilkan bukan hanya karya estetika, tetapi juga catatan visual atas memori kota," ujar Dr. Susan, S.T., M.T., Dosen Arsitektur Universitas Ciputra sekaligus Dean School of Creative Industry, Kamis (6/11/2025).
Karya-karya terbaik ini, rencananya akan dipamerkan dalam joint exhibition TAR-UMT x UC x Urban Sketchers di Balai Pemuda. "Pameran ini diharapkan menjadi jembatan dialog antara masa lalu dan masa depan arsitektur kota," ungkapnya.
Lebih lanjut, program ini dirancang secara khusus untuk melampaui batas-batas akademik. Kehadiran mahasiswa Malaysia, menjadi momentum emas untuk memperkuat citra Surabaya sebagai kota heritage dan kreatif di kancah internasional. Mereka membawa lensa budaya berbeda yang memperkaya cara pandang terhadap warisan arsitektur.
"Kegiatan ini lebih dari sekadar jalan-jalan dan menggambar bangunan. Ini tentang memahami warisan kota sebagai ruang hidup," jelas Susan.
"Dengan keterlibatan mahasiswa Malaysia dan Indonesia, kami belajar melihat Surabaya melalui dua kacamata budaya sekaligus. Harapannya, dari sinilah lahir kesadaran baru untuk menjaga, merawat, dan menghidupkan kembali warisan kota melalui pendekatan kreatif," sambungnya.
Kolaborasi ini tidak hanya berdampak pada peningkatan citra kampus dan komunitas kreatif lokal, tetapi juga memiliki potensi besar bagi pariwisata budaya. Dokumentasi visual yang dihasilkan dapat memperluas narasi pariwisata heritage kota. Selain itu, kegiatan ini menjadi model ideal kolaborasi akademik lintas negara dalam revitalisasi warisan, yang sejalan dengan visi kota berkelanjutan dan berkarakter budaya.
"Di sinilah, dunia akademik, komunitas kreatif, dan pemerintah kota bertemu dalam satu semangat yang sama, yakni melestarikan identitas Surabaya melalui kreativitas dan kesadaran generasi muda," pungkas Susan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ketika Generasi Muda Indonesia-Malaysia Melukis Warisan Arsitektur Surabaya
| Pewarta | : Siti Nur Faizah |
| Editor | : Deasy Mayasari |