TIMES JATIM, LAMONGAN – Batik Conggah bukan sekadar produk kerajinan, melainkan warisan budaya hidup yang merepresentasikan identitas lokal desa. Selain menawarkan estetika unik, Batik Conggah membawa narasi budaya kuat yang dapat memperkaya industri kreatif di Kabupaten Lamongan.
“Batik Conggah adalah simbol identitas desa. Ini bukan hanya soal ekonomi, tapi juga jati diri budaya yang kami jaga dan kembangkan,” ujar Try Deasy Kusumaning Ayu, Kepala Desa (Kades) Jatirenggo, Kecamatan Glagah, Kabupaten Lamongan, Kamis (26/6/2025).
Dalam rangka mengangkat potensi tersebut, Pemerintah Desa (Pemdes) Jatirenggo memulai langkah strategis melalui pembinaan kelompok perajin, pelatihan membatik rutin dua kali seminggu, hingga penguatan sarana produksi dan promosi.
"Batik Conggah juga aktif kita perkenalkan dalam berbagai event, termasuk Pameran Kampung Kreasi tingkat Provinsi Jawa Timur," katanya.
Pelatihan Khusus Perempuan dan Pemuda
Menurut Deasy, pemberdayaan masyarakat menjadi prioritas dalam pengembangan Batik Conggah.
“Kami libatkan perempuan dari berbagai dusun dalam pelatihan membatik. Untuk pemuda, kami dorong belajar digital marketing, desain motif, hingga pengemasan produk,” tuturnya.
Upaya ini dilakukan agar generasi muda tidak hanya menjadi penerus, tetapi juga inovator dalam melestarikan dan mengembangkan batik lokal.
"Beberapa di antaranya bahkan telah menciptakan motif baru dengan sentuhan kontemporer tanpa meninggalkan akar budaya Conggah," ucapnya.
Langkah Strategis Tembus Pasar Nasional dan Internasional
Untuk memperluas jangkauan pasar Batik Conggah, Deasy menyebut desa fokus pada tiga strategi utama yakni branding, digitalisasi, dan kolaborasi. Pemerintah desa aktif mempromosikan Batik Conggah melalui media sosial, mengikuti berbagai pameran, dan sedang mempersiapkan showroom batik di Balai Desa Jatirenggo.
Kolaborasi dengan instansi terkait juga terus dibangun, yakni dengan mendatangkan langsung Mohammad Anwar, Kabid Pembinaan Industri Disperindag Kabupaten Lamongan.
Menurutnya, karena pengembangan Batik Conggah harus ditopang dengan kerja sama lintas sektor. "Kami bahas pelatihan lanjutan dan akses promosi,” katanya.
Tantangan dan Upaya Regenerasi Perajin
Meski prospek Batik Conggah cerah, tantangan tetap ada. Regenerasi perajin dan strategi pemasaran menjadi dua kendala utama. Namun, Pemerintah Desa Jatirenggo menjawabnya dengan pendekatan gotong royong.
“Kami fasilitasi alat, edukasi anak muda, dan buka pasar daring. Ini proses yang harus dibangun pelan-pelan, tapi kami yakin akan berbuah baik,” ujarnya.
Menuju Hak Kekayaan Intelektual dan Warisan Desa
Saat ini, proses pendaftaran Batik Conggah sebagai kekayaan intelektual tengah disiapkan. Dokumentasi motif dan narasi budayanya sedang dikumpulkan sebagai syarat administrasi ke Kemenkumham. Langkah ini penting untuk melindungi Batik Conggah sebagai produk khas Jatirenggo dan Lamongan.
Deasy juga menyampaikan bahwa kontribusi Batik Conggah sudah mulai terasa bagi ekonomi masyarakat, khususnya ibu rumah tangga.
“Mereka kini punya penghasilan tambahan. Selain itu, muncul UMKM pendukung seperti penjahit dan reseller. Dampaknya positif dan kami optimis ini bisa berkembang lebih besar lagi,” katanya.
Mimpi Menjadikan Jatirenggo sebagai Desa Wisata Batik
Ke depan, Deasy berharap Batik Conggah bisa menjadi ikon resmi Desa Jatirenggo. Ia bercita-cita menjadikan Jatirenggo sebagai desa wisata batik yang tidak hanya dikenal motifnya, tetapi juga menjadi tujuan belajar membatik langsung dari sumbernya.
“Kami ingin Batik Conggah menjadi warisan budaya dan ekonomi yang berkelanjutan. Semoga ini menjadi awal dari transformasi desa kami menuju pusat industri kreatif Lamongan,” ucap Deasy, Kades Jatirenggo. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Batik Conggah, Simbol Kreativitas Desa Jatirenggo Menuju Pusat Industri Kreatif Lamongan
Pewarta | : Moch Nuril Huda |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |