TIMES JATIM, PACITAN – Pemandangan di sepanjang Jalan Ahmad Yani Pacitan kini riuh oleh Pedagang Kaki Lima (PKL), kontras dengan suasana di sentra kuliner Pasar Minulyo yang sepi bagaikan kuburan. Banyak lapak kosong yang terlihat merana tanpa pedagang maupun pengunjung. Fenomena ini bukan hal baru, sudah berlangsung selama tiga tahun belakangan.
Kepala Bidang Pasar Disdagnaker Pacitan, Edi Susilo, mengungkapkan bahwa para pedagang yang sebelumnya berjualan di sentra kuliner kini beralih ke trotoar di jalan protokol.
Panggung permanen di depan sentra kuliner Minulyo Pacitan. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
“Banyak yang merasa trotoar lebih ramai dan strategis. Pengelolaan pasar kurang menarik, dan lokasi yang kurang strategis membuat pengunjung enggan datang,” ujar Edi, Kamis (31/10/2024).
Namun begitu, Edi menambahkan, upaya meramaikan Pasar Minulyo terutama sore hingga malam hari mulai dilakukan. Seperti membuat event musik hingga nonton bareng (nobar).
"Sebulan ini kami berupaya meningkatkan daya tarik pengunjung melalui berbagai kegiatan, termasuk bikin panggung depan sentra kuliner," tambahnya.
Sementara itu, Pasar Sawo yang menjadi alternatif sentra kuliner lain di Pacitan pun mengalami nasib serupa. Sejumlah atap penutup yang rusak semakin memperparah kondisi sepi pengunjung.
Kerusakan tersebut tak kunjung diperbaiki, sehingga menambah daftar masalah yang membuat pedagang dan pengunjung kian enggan datang.
Seorang PKL di Jalan Ahmad Yani, Fitri, mengaku lebih memilih berdagang di trotoar lantaran tidak dikenai pungutan retribusi. “Di sini nggak ada tarikan retribusi, jadi lebih untung jualan di pinggir jalan,” tuturnya.
Namun, Kepala Dinas Pariwisata Kebudayaan Pemuda dan Olahraga (Disparbudpora) Pacitan, Turmudi, turut menyoroti dampak negatif dari fenomena tersebut.
Menurutnya, keberadaan PKL di jalan protokol seperti Ahmad Yani bisa mengganggu upaya Pacitan mempertahankan predikat Kota Adipura.
“Kalau terlalu banyak PKL di jalan protokol, kita bisa kehilangan kesan tertib dan bersih, ini berisiko bagi label Adipura kita,” kata Turmudi.
Disparbudpora telah menyiapkan rencana pengembangan sentra kuliner di kawasan pantai Pancer Door, namun hingga kini belum terealisasi.
Meski retribusi masuk kawasan tersebut sudah digratiskan—pengunjung hanya perlu membayar parkir—PKL masih cenderung memilih jalur lintas selatan (JLS) yang dinilai lebih ramai.
Kondisi tersebut menyisakan tantangan bagi pemerintah daerah. Diperlukan langkah strategis agar pusat-pusat kuliner yang telah disediakan pemerintah bisa kembali hidup dan menarik pengunjung, sehingga PKL tak perlu berjualan di trotoar yang berisiko mengurangi estetika dan kebersihan kota. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: PKL di Jalan Ahmad Yani Ramai, Sentra Kuliner Minulyo dan Sawo Pacitan Sepi Bak Kuburan
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Deasy Mayasari |