TIMES JATIM, SURABAYA – Universitas Ciputra menggelar kegiatan Selling Day sebagai bagian dari program orientasi mahasiswa baru atau Orientation Week (O-week).

Acara ini mengusung konsep experience learning, di mana mahasiswa langsung praktik mendesain dan mengeksekusi ide bisnis bahkan sebelum perkuliahan dimulai. 

“Ini adalah model pembelajaran yang mengajarkan bagaimana mahasiswa menjadi tangguh, menjadi seorang entrepreneur, melihat peluang, dan peka terhadap masukan,” kata Novi Rosita, Head Student Affairs Universitas Ciputra, Jumat (29/8/2025).

Dirinya percaya bahwa model experience learning tersebut, akan menolong para mahasiswa baru untuk mengembangkan karakter dan kompetensi.

Tempat sampah dengan jenis yang berbeda terdapat disetiap sudut acara. (Foto: Siti Nur Faizah/TIMES Indonesia)

"Khususnya yang dibutuhkan seorang enterpreneur," imbuhnya. 

Dalam acara Selling Day tahun ini, mahasiswa diminta membuat bisnis makanan dengan tema fusion, yaitu kombinasi makanan dari dua negara berbeda. Mereka ditantang untuk menciptakan inovasi yang sesuai dengan selera pasar.

"Mahasiswa baru belajar tentang inovasi, bagaimana ketika mendapatkan tantangan, dua negara, bisa menciptakan kombinasi yang menyenangkan untuk konsumen," jelasnya.

Lebih lanjut, konsep pembelajaran praktis ini sudah menjadi ciri khas Universitas Ciputra sejak 19 tahun lalu. 

"Ini adalah ruang-ruang belajar yang tidak hanya terbatas pada ruang kelas formal, tapi ini justru ruang belajar yang lebih luas, interaktif, nyata, dan relevan dengan perkembangan di dunia nyata," ujar Novi.

Selain fokus pada pengembangan jiwa wirausaha, O-Week di Universitas Ciputra juga menekankan pentingnya kepedulian terhadap lingkungan. Tahun ini, pihak kampus bekerja sama dengan Garda Pangan untuk mengelola sampah dan limbah makanan yang dihasilkan selama orientasi.

"Total kami mengelola hampir 350 kilogram sampah. Kami meminta mahasiswa untuk lebih peduli dan punya sensitivitas terhadap lingkungan," kata Novi.

Pihaknya menghimbau para mahasiswa baru untuk membawa sendok sendiri yang dapat digunakan ulang, sehingga tidak ada sendok sekali pakai dari vendor makanan. Selain itu, mereka juga diajak untuk mengumpulkan makanan sisa yang masih layak konsumsi, untuk didistribusikan kepada pihak yang membutuhkan.

"Jadi istilahnya kita being mindful dengan sampah itu. Ada dua tujuan yang ingin kami capai, yaitu terkait responsible consumption dan zero hunger," pungkas Novi. (*)