TIMES JATIM, PACITAN – Demi melestarikan kebudayaan Jawa, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STKIP PGRI Pacitan menggelar pertunjukan ketoprak dengan cerita 'Ande-ande Lumut'.
Pertunjukan seni yang digelar di Pasar Minulyo, Kamis (1/6/2023) malam itu merupakan buah kreatifitas mahasiswa dengan menggandeng para pelaku dan beberapa elemen.
Pentas seni dan budaya yang kali keempatnya digelar tersebut menarik perhatian masyarakat setempat hingga antusias berbondong-bondong menyaksikan kreativitas mahasiswa.
Alunan gamelan jawa yang ditabuh sejak pukul 20.00 WIB malam itu mengingatkan suasana khas era 1990-an, di mana semua audiens tertuju pada satu titik panggung dengan gemerlapan lampu-lampu hias.
Sesekali penonton bersorak sambil tepuk tangan riuh saat menyaksikan aksi para pemeran lakon Ketoprak Ande-ande Lumut yang didandani sedemikian rupa layaknya cerita aslinya.
Para penampil sendratari juga tak kalah memukau penonton. Selain indah mereka memakai pakaian adat jawa yang sudah barang pasti memiliki estetika tersendiri.
Ketua STKIP PGRI Pacitan, Dr Mukodi menjelaskan, sederet pertunjukan tersebut tak lain hanya untuk menjaga kelestarian budaya Jawa yang telah turun-temurun diwariskan leluhur. Tujuan lain yakni mendekatkan kembali kawula muda dengan kesenian tradisional.
"Untuk melestarikan budaya Jawa seni ketoprak, tari, drama kolosal dan pertunjukan yang saat ini mulai ditinggalkan kawula muda," katanya, Jumat (2/6/2023).
Menurut Mukodi, kegiatan positif yang diinisiasi BEM STKIP PGRI Pacitan tersebut patut dikembangkan dan dijadikan salah satu ikon kebanggan masyarakat.
"Tentu saya sangat mengapresiasi kegiatan positif tersebut. Saya berpesan agar kebudayaan adi luhur ini tetap terjaga dengan baik dan terus dikembangkan," pintanya.
Mengenal Cerita Rakyat Ande-ande Lumut
Ande-ande Lumut merupakan cerita rakyat yang berasal dari Jawa Timur. Cerita ini dikenal dalam berbagai versi. Versi yang banyak dikenal dan tradisional bercerita tentang bersatunya kembali Kerajaan Jenggala dan Kediri.
Cerita ini mengisahkan tentang Pangeran Kusumayuda yang diyakini sebagai personifikasi Kameshwara, Raja Kediri dan pertemuannya dengan Klenting Kuning, si bungsu dari empat bersaudara anak seorang janda tinggal di salah satu desa bawahan ayah Pangeran Kusumayuda.
Kleting Kuning sejatinya anak angkat, yaitu putri dari Kerajaan Jenggala, kelak dikenal sebagai Dewi Candrakirana. Diam-diam mereka saling mengingat. Dalam hati, Pangeran Kusumayuda tahu, gadis seharum bunga mawar itu ternyata calon permaisuri Kerajaan Banyu Arum yang paling sempurna. Sayang, mereka tak pernah bertemu lagi.
Beberapa tahun kemudian, seorang pemuda tampan bernama Ande-ande Lumut mengumumkan bahwa dia sedang mencari istri.
Tak seperti gadis-gadis desa lain, termasuk juga saudara-saudara Klenting Kuning, Klenting Kuning enggan pergi sebab dia masih mengingat Pangeran Kusumayuda. Namun berkat nasihat dari bangau ajaib penolongnya, maka akhirnya Klenting Kuning pun turut serta.
Dalam perjalanannya, ternyata mereka harus menyeberangi sungai yang lebar. Pada saat itu, muncullah penjaga sungai berwujud yuyu raksasa bernama Yuyu Kangkang. Yuyu Kangkang menawarkan jasa untuk menyeberangkan mereka dengan catatan diberi imbalan bersedia dicium olehnya setelah diseberangkan.
Karena terburu-terburu, semua gadis-gadis desa yang lain segera saja menyetujuinya, dengan pemikiran bahwa sang pangeran tidak akan mengetahuinya.
Hanya si bungsu Kleting Kuning yang menolak untuk dicium Yuyu Kangkang. Ketika Yuyu Kangkang bermaksud memangsanya, Klenting Kuning melawannya dengan senjata yang dititipkan oleh ibunya.
Lantaran hanya si bungsu yang tidak dicium Yuyu Kangkang, jadilah Ande-ande Lumut memilih si bungsu sebagai pendampingnya. Barulah saat itu Klenting Kuning menyadari bahwa pemuda tersebut merupakan Pangeran Kusumayuda, pemuda idamannya.
Kisah Ande-ande Lumut banyak didokumentasikan, meskipun kisah ini sebelumnya diwariskan secara lisan. Diduga kisah ini berasal dari era Majapahit.
Berbagai buku cerita untuk anak memuat banyak versi kisah ini. Demikian pula di majalah-majalah kisah ini ditulis ulang. Rekaman dalam bentuk kaset juga pernah dibuat oleh Sanggar Prativi.
"Kami sangat bersyukur pertunjukan Ketoprak Ande-ande lumut berjalan dengan baik dan maksimal. Terimakasih BEM," pungkas Ketua STKIP PGRI Pacitan, Dr Mukodi. (*)
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |