TIMES JATIM, SIDOARJO – Pemkab Sidoarjo harus menghadapi kenyataan pahit bahwa masih ada 10.457 anak tidak sekolah (ATS). Jumlah ini berdasarkan data Verval Pusdatin Kemendikdasmen tahun 2025. 

Dari data tersebut disebutkan bahwa 4.340 (41 persen) anak belum pernah sekolah, 2.504 (34 persen) anak putus sekolah dan 2.613 berhenti setelah lulus tanpa melanjutkan ke jenjang berikutnya.

Ada tiga kecamatan jumlah ATS tertinggi, yakni Taman (1.203 anak), Waru (1.112 anak) dan Sidoarjo (964 anak). Ketiganya menyumbang hampir 40 persen dari total ATS di kabupaten Sidoarjo.

Hal tersebut merupakan tanparan keras bagi Dinas Pendidikan Sidoarjo di tengah semangat pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui berbagai program seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) maupun sekolah rakyat.

Fraksi PDIP DPRD Sidoarjo menyatakan prihatin dengan adanya ribuan anak tidak sekolah. Dan memastikan akan menelusuri data tersebut untuk segera bisa diambil tindakan dan solusi atas tingginya anak di Sidoarjo yang belum mendapatkan akses pendidikan. 

"Fraksi PDIP melalui anggota yang ada di Komisi D DPRD Sidoarjo akan segera menelusuri penyebab tingginya anak tidak sekolah di Sidoarjo," kata Ketua Fraksi PDIP DPRD Sidoarjo, Tarkit Erdianto kepada TIMES Indonesia, Senin (27/10/2025). 

Tarkit menegaskan bahwa terlepas benar tidaknya data tersebut, ia menyatakan anak-anak harus diberikan haknya untuk bisa mendapatkan pendidikan. Itu hak dasar yang harus dijamin oleh Pemkab Sidoarjo. 

"Tidak boleh karena terkendala biaya anak-anak tidak bisa sekolah atau harus putus sekolah. Pemerintah melalui dinas pendidikan harus hadir dan memastikan mereka bisa mendapatkan pendidikan yang baik," ungkapnya. 

Tarkit yang juga anggota Komisi D DPRD Sidoarjo mengungkapkan Fraksi PDIP akan mendukung berapapun anggaran yang dibutuhkan untuk bisa menjamin anak-anak kota delta mendapatkan pendidikan. 

Dinas Pendidikan harus bisa turun dan mencari solusi supaya 10.457 anak tidak sekolah ini bisa kembali mengenyam pendidikan. Karena, kedepan mereka adalah penerus bangsa yang bisa memajukan Kabupaten Sidoarjo.

"Jangan sampai mereka dibiarkan terlantar tanpa mendapatkan pendidikan. Berapa pun anggaran yang dibutuhkan akan kami dukung. Yang terpenting mereka bisa kembali bersekolah mendapatkan pendidikan layak," imbuhnya.

Aktivis pendidikan Sidoarjo, Badruzaman, menyatakan, situasi tersebut sebagai darurat pendidikan yang tak bisa dibiarkan. Harus diambil langkah yang tepat untuk memastikan mereka mendapatkan hak-haknya. 

“Lebih dari sepuluh ribu anak kehilangan hak dasarnya untuk belajar. Ini tragedi sosial, bukan sekadar angka statistik,” ucapnya.

Iamengungkapkan, sebagian besar ATS berasal dari keluarga kurang mampu dan tinggal di wilayah dengan akses pendidikan terbatas. Banyak dari mereka harus membantu ekonomi keluarga sejak usia dini.

Dia mendesak agar pemerintah daerah dan pusat segera turun tangan. “Presiden Prabowo harus hadir memberi solusi. Anak-anak ini tidak boleh menjadi generasi yang dilupakan,” tegasnya.

Fenomena ini menunjukkan bahwa masalah anak tidak bisa mengakses pendidikan tidak hanya terjadi di wilayah pedalaman, tetapi juga di kawasan urban dan industri seperti Sidoarjo. 

Padahal, Kabupaten Sidoarjo ini dikenal sebagai salah satu penopang ekonomi utama Jawa Timur. Ia memperingatkan, tanpa langkah nyata, Sidoarjo berisiko kehilangan satu generasi produktif di masa depan. 

“Kalau sekarang saja tak bisa sekolah, nanti kita menanggung beban sosial yang jauh lebih berat,” tutupnya.

Sementara, Kepala Dinas Pendidikan Sidoarjo, Tirto saat dikonfirmasi terkait adanya ribuan anak tidak sekolah belum memberikan klarifikasi. (*)