TIMES JATIM, SURABAYA – Euforia Olimpiade Tokyo 2020 nampaknya masih belum usai. Setelah Greysia Polii/Apriani Rahayu berhasil mengumandangkan Indonesia Raya di podium badminton ganda putri, ternyata ada kisah menarik lain di olahraga bulu tangkis.
Siapa sangka jika rupanya salah seorang wasit perempuan di ajang tersebut merupakan guru mata pelajaran Bahasa Inggris dari SD Negeri Sawunggaling 1 Surabaya. Bukan guru olahraga!
Qomarul Lailah namanya. Lia -sapaan akrabnya- memiliki cerita panjang di balik keberhasilannya menjadi juru adil pertandingan badminton tingkat internasional itu.
Ibu dua anak ini memulainya dari nol pengetahuan permainan bulu tangkis. Berbekal rasa penasaran dan keinginan yang kuat, Lia mencoba mempelajari permainan raket dan shuttlecock ini.
Hingga akhirnya, ia menjadi tertarik untuk mencoba pelatihan wasit di tingkat provinsi. Hasil tes akhir mengatakan Lia lolos. Namun keberhasilannya itu tak lantas membuatnya menjadi seorang wasit badminton profesional.
“Sampai para pemain berteriak kok begitu wasitnya, ada yang bilang ini wasit lulusan mana harus sekolah wasit lagi," ungkap Lia menceritakan pengalamannya menjajal praktik wasit.
Di sini lah kelebihan berbahasa Inggris-nya menolongnya. Ia buktikan kritikan itu dengan mempelajari pedoman bulu tangkis berjudul Law of Badminton. Sebuah buku menerangkan segala aturan dan instruksi badminton dalam Bahasa Inggris.
Perlahan tapi pasti, perempuan kelahiran Surabaya 24 September 1977 ini berjuang mengikuti ujian nasional dan menjajal berbagai ajang. Karirnya di dunia perwasitan semakin melejit.
Tetap Mendidik ala Bonek
Kendati demikian, Lia tak melupakan kewajibannya menjadi pengajar mata pelajaran Bahasa Inggris di SDN 1 Sawunggaling Surabaya.
Bahkan, Lia kerap memotivasi anak didiknya untuk selalu disiplin, percaya diri dan pantang menyerah. Baginya ketiga hal itu merupakan poin penting untuk meraih kesuksesan.
“Kalau kamu pengen berhasil nak, disiplin nomor satu. Saya ajarkan mereka jadi the real Bonek, jadi Bonek sejati itu bukan kalau kalah main itu sakit hati terus berantem. Tetapi keberanian yang kita butuhkan," jelasnya.
"Nah bahasa asing itu butuh keberanian karena bahasa itu kebiasaan. Saya ajarkan ke mereka itu ‘wani’ berbicara Inggris,” imbuh Lia.
Dirinya berharap generasi penerus bangsa terlebih Arek-arek Suroboyo bisa semakin gigih dan pantang menyerah dalam meraih cita-citanya.
Tak lupa Lia pun berterima kasih kepada berbagai pihak atas kesempatan yang diberikan kepadanya untuk menjadi wasit di ajang Olimpiade Tokyo 2020 tanpa melepas statusnya sebagai guru SD. (*)
Pewarta | : Ammar Ramzi (MG-235) |
Editor | : Deasy Mayasari |