https://jatim.times.co.id/
Opini

Bayangan Perang Energi di Dunia Multipolar

Minggu, 26 Oktober 2025 - 21:01
Bayangan Perang Energi di Dunia Multipolar Ruben Cornelius Siagian, Peneliti dan Penulis Opini Mengenai Isu Sains-Politik.

TIMES JATIM, JAKARTA – Ketegangan antara Venezuela dan Amerika Serikat (AS) pada akhir 2025 bukanlah sekadar drama politisi keras kepala seperti Donald Trump dan Nicolás Maduro yang saling serang melalui pidato. 

Konflik ini sejatinya merupakan cermin perubahan wajah geopolitik global: dari satu kekuatan tunggal menuju dunia multipolar yang penuh persaingan sumber daya dan rebutan pengaruh. 

Di balik jargon “perang melawan narkoba” yang didengungkan Washington, tersembunyi upaya mempertahankan dominasi energi dan kekuasaan politik di kawasan yang sejak lama dianggap sebagai halaman belakang AS.

Amerika Serikat membangkitkan kembali doktrin lama Monroe Doctrine yang sejak 1823 menegaskan bahwa campur tangan kekuatan asing di Amerika Latin adalah ancaman bagi keamanan nasional AS. 

Di mata Washington, kawasan tersebut harus tetap tunduk dan terhubung secara ekonomi-politik dengan kepentingan Amerika. Venezuela, sebagai pemilik cadangan minyak terbesar di dunia bahkan melampaui Arab Saudi otomatis berada dalam radar kepentingan ini. 

Maka ketika Venezuela mulai menentukan arah politik luar negeri yang semakin menjauh dari Barat, operasi “anti-narkotika” pun mudah dijadikan justifikasi moral bagi tekanan dan operasi militer AS.

Dalam perspektif realisme ofensif seperti dijelaskan John Mearsheimer, negara besar akan selalu mendorong ekspansi pengaruh untuk mempertahankan dominasi. Washington tidak ingin cadangan minyak sebesar itu jatuh ke tangan musuh ideologis atau menjadi amunisi bagi blok kekuatan baru seperti BRICS Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan yang kini menjadikan Venezuela sebagai mitra strategis. Dengan kata lain, narasi kriminalitas hanyalah bungkus diplomatik dari rivalitas energi yang terus menggelegak di tingkat global.

Di sisi lain, Venezuela telah menemukan sandaran pada poros Timur sebagai respons atas sanksi ekonomi Amerika dan Eropa sejak 2018. Rusia memasok sistem rudal S-300 dan pesawat tempur Sukhoi sebagai simbol bahwa Caracas tidak lagi sendirian. Cina menyalurkan pembiayaan infrastruktur dan teknologi energi sebagai pertaruhan jangka panjang di belahan bumi barat. 

Ketika konflik 2025 meletus, dukungan politik Rusia dan Cina di Dewan Keamanan PBB menunjukkan bahwa apa yang terjadi bukan lagi soal Maduro, melainkan soal siapa yang berhak menentukan aturan global.

Melalui lensa teori Sistem Dunia Wallerstein, Venezuela merupakan negara semi-periferi yang berusaha melepaskan diri dari kontrol negara inti seperti AS. Konflik ini adalah tabrakan dua tatanan: unipolar ala Barat yang ingin mempertahankan status quo, melawan multipolarisme baru yang menginginkan distribusi kekuatan lebih seimbang. Pertanyaannya bukan lagi siapa benar atau salah, tetapi siapa yang akan menulis masa depan geopolitik dunia.

Amerika Latin pun ikut terbelah. Kolombia berdiri tegak di belakang Washington, sementara Kuba, Bolivia, dan Nikaragua menyatakan dukungan penuh untuk Venezuela. Polarisasi ini menghidupkan kembali darah lama Perang Dingin, ketika kawasan tersebut menjadi arena adu pengaruh kapitalisme liberal dan sosialisme populis. 

Fragmentasi regional ini menimbulkan risiko rezim keamanan dan ekonomi yang tidak stabil, termasuk bagi rantai pasok pangan dan energi internasional yang menopang banyak negara Asia, termasuk Indonesia.

Dalam konteks global, perang energi semakin nyata. Ketika cadangan energi terkonsentrasi di negara-negara yang tak lagi mau tunduk pada dolar, tatanan ekonomi dunia pun terguncang. 

Untuk negara importir minyak seperti Indonesia, gejolak harga dan risiko gangguan pasokan adalah konsekuensi yang tak dapat dihindari. Ketergantungan pada komoditas energi yang diperdagangkan dengan mata uang AS membuat banyak negara rentan terhadap dinamika konflik geopolitik.

Di sisi lain, BRICS melihat konflik ini sebagai momentum strategis. Jika Venezuela resmi masuk dalam integrasi BRICS+, cadangan minyak negara-negara blok itu bisa melampaui 45 persen pasokan global. 

Itu artinya ada peluang untuk melahirkan sistem perdagangan energi baru berbasis mata uang lokal. Hegemoni dolar yang selama puluhan tahun menjadi pilar kekuasaan AS dapat goyah jika mekanisme ini benar-benar berjalan.

Di sinilah relevansi bagi Indonesia menjadi sangat jelas. Politik luar negeri bebas-aktif bukan hanya jargon sejarah, melainkan kompas yang harus dipertahankan dengan tegas. 

Indonesia berada di persimpangan besar geopolitik: AS tetap mitra ekonomi utama, namun BRICS adalah poros masa depan dengan peluang besar dalam perdagangan, teknologi, dan energi. Sikap kita harus adaptif: tidak larut dalam blok, tetapi mampu memanfaatkan kepentingan keduanya untuk keuntungan nasional jangka panjang.

Selain itu, krisis Venezuela memberikan pelajaran penting bahwa kekayaan sumber daya alam bisa menjadi berkah sekaligus bumerang. Ketergantungan ekstrem terhadap ekspor minyak tanpa diversifikasi ekonomi membuat Venezuela mudah disandera gejolak pasar dunia. 

Indonesia memiliki potensi serupa: kaya sumber daya, namun rentan jika tidak dikelola dengan strategi industrialisasi dan inovasi yang kuat. Kemandirian energi, hilirisasi industri, dan penguatan teknologi harus menjadi prioritas, bukan sekadar wacana.

Konflik Venezuela–AS di 2025 bukan soal dua pemimpin yang berkonfrontasi, melainkan babak baru dalam sejarah perebutan sumber daya global. Dunia multipolar sedang lahir, dan peta energi menjadi medan tempur paling menentukan. 

Negara yang mampu membaca arah angin, menjaga kedaulatan, dan membangun kekuatan ekonomi internal akan menjadi pemenang dalam tatanan dunia baru ini. 

***

*) Oleh : Ruben Cornelius Siagian, Peneliti dan Penulis Opini Mengenai Isu Sains-Politik.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia  untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.