https://jatim.times.co.id/
Opini

Berita Kritis Bukan untuk Negosiasi Iklan

Minggu, 18 Mei 2025 - 13:45
Berita Kritis Bukan untuk Negosiasi Iklan Muhammad Dzunnurain, Jurnalis dan Founder Media Komunitas Harian Cendekia

TIMES JATIM, MALANG – Di balik hubungan antara media dan institusi, terdapat dinamika menarik yang kerap tidak disadari publik luas. Anggapan bahwa berita kritis dari media adalah cara halus untuk meminta iklan atau advertorial. Disinilah terdapat miskonsepsi yang tak jarang ditemui di kalangan tim hubungan masyarakat (humas) sebuah perusahaan atau lembaga.

Tak jarang, ketika sebuah media memuat liputan investigatif atau opini yang menyoroti kekurangan suatu instansi. Respons pertama dari tim humas adalah kecurigaan atau bahkan tudingan bahwa media sedang bermain dua kaki: menekan untuk kemudian menawarkan solusi lewat paket promosi berbayar.

Padahal, anggapan semacam ini menunjukkan minimnya pemahaman terhadap hakikat kerja jurnalistik yang profesional dan beretika. Bagi pers yang menjalankan fungsinya secara independen, menyuarakan kritik adalah bentuk keberpihakan terhadap kepentingan publik, bukan kepentingan transaksi. 

Jika semua berita yang mengandung kritik dianggap sebagai strategi negosiasi advertorial, maka pers tidak lagi berfungsi sebagai pengontrol kekuasaan, melainkan berubah menjadi alat propaganda yang dikendalikan uang.

Fungsi pers dalam sistem demokrasi sangatlah strategis. Selain sebagai penyampai informasi, pers juga berperan sebagai pengawas kekuasaan dan penjaga transparansi publik. Di sinilah letak perannya sebagai "pilar keempat demokrasi", sejajar dengan eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Seorang jurnalis juga terikat oleh kode etik yang mengharuskan ia menulis berdasarkan fakta, melakukan verifikasi data, dan menyampaikan kebenaran meskipun pahit. Liputan yang kritis bukan berarti tendensius, apalagi bermotif ekonomi tersembunyi. 

Dalam banyak kasus, justru media berani mengangkat isu-isu sensitif karena merasa punya tanggung jawab moral terhadap masyarakat luas.

Sayangnya, hubungan antara humas dan jurnalis tidak selalu harmonis. Ketika humas menganggap media sebagai musuh yang harus "dijinakkan", maka komunikasi yang sehat akan sulit tercipta. 

Tidak sedikit institusi yang justru berupaya membalas kritik dengan serangan balik: membeli advertorial besar-besaran untuk mengaburkan isu atau mencitrakan bahwa semuanya baik-baik saja. Pendekatan ini mungkin manjur sesaat, namun dalam jangka panjang justru dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap dua pihak.

Karena itu, penting untuk membangun pola pikir baru dalam hubungan antara tim humas dan jurnalis. Humas seharusnya tidak berperan sebagai tukang redam atau penghalang informasi, melainkan sebagai mitra strategis dalam menjaga arus informasi yang bersih dan objektif.

Jika setiap kritik dari media selalu dicurigai sebagai tekanan agar beriklan, maka ruang publik akan dipenuhi informasi yang dipoles, bukan cerminan realitas.

Sudah saatnya humas dan jurnalis duduk bersama, bukan untuk bernegosiasi soal advertorial, tetapi untuk membangun komunikasi yang transparan, jujur, dan berpihak pada publik.

***

*) Oleh : Muhammad Dzunnurain, Jurnalis dan Founder Media Komunitas Harian Cendekia.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.