https://jatim.times.co.id/
Opini

Menata Ulang Mekanisme Penunjukan Wali untuk Anak

Jumat, 11 Juli 2025 - 12:34
Menata Ulang Mekanisme Penunjukan Wali untuk Anak Rizqi Surya W, Pekerja Sosial Dinas Sosial Kabupaten Blitar.

TIMES JATIM, BLITAR – Tragedi kecelakaan tunggal di ruas Tol Jombang–Mojokerto yang merenggut nyawa pasangan selebritas Vanessa Angel dan Bibi Ardiansyah menjadi duka nasional. Namun, di balik kabar duka itu, perhatian publik juga tertuju pada nasib anak semata wayang mereka.

Gala Sky Andriansyah, yang tiba-tiba menjadi yatim piatu di usia balita. Tanpa kehadiran orang tua kandung, Gala membutuhkan figur pengganti yang sah secara hukum untuk menjamin hak asuh, perlindungan, dan kesejahteraan masa depannya.

Sayangnya, situasi ini justru memunculkan konflik di antara dua keluarga besar: keluarga Vanessa dan keluarga Bibi. Keduanya sama-sama mengklaim memiliki hak pengasuhan atas Gala. Persoalan ini kemudian dibawa ke ranah hukum, hingga akhirnya Pengadilan Negeri Jakarta Barat menetapkan Haji Faisal, ayah dari Bibi Ardiansyah, sebagai wali yang sah. 

Keputusan ini juga membuka ruang komunikasi yang tetap kepada pihak keluarga Vanessa, demi menjamin tumbuh kembang Gala di lingkungan yang tetap harmonis.

Kasus ini menyadarkan kita akan pentingnya mekanisme penunjukan wali yang tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga berpihak pada kepentingan terbaik anak. 

Negara harus hadir dalam memastikan bahwa anak-anak yang kehilangan orang tua tetap mendapat perlindungan dan pengasuhan yang layak agar mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.

Di Indonesia, penunjukan wali telah diatur melalui regulasi yang cukup jelas, yakni: Pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Penunjukan Wali. Kedua, Peraturan Menteri Sosial Nomor 7 Tahun 2024 yang merupakan peraturan pelaksanaan dari PP tersebut.

Dalam aturan tersebut, wali didefinisikan sebagai orang atau badan hukum yang menjalankan pengasuhan terhadap anak secara sah dan diakui oleh negara. 

Perwalian adalah bentuk legitimasi hukum atas pengasuhan yang menjamin hak-hak anak atas perlindungan, kesejahteraan, dan representasi hukum.

Substansi dari regulasi tersebut memuat tiga gagasan utama yang perlu dicermati dalam proses penunjukan wali, yaitu:

Pertama, Sistem Tapis Keluarga. Penunjukan wali diprioritaskan kepada keluarga inti atau kerabat terdekat dari anak. Hal ini mempertimbangkan faktor kekerabatan, kedekatan emosional, serta kestabilan psikologis anak. 

Pendekatan ini bertujuan untuk memastikan bahwa anak tetap berada dalam lingkungan yang familiar dan mendukung proses adaptasinya. Namun, jika tidak ditemukan anggota keluarga yang mampu atau layak secara hukum maupun moral, maka pengasuhan dapat dialihkan kepada kerabat jauh, pihak ketiga, atau lembaga sosial yang diakui.

Kedua, Peran Strategis Pekerja Sosial. Pekerja Sosial menjadi ujung tombak dalam proses asesmen terhadap calon wali. Tugasnya mencakup penilaian menyeluruh terhadap aspek identitas, kapasitas ekonomi, kondisi kesehatan, tempat tinggal, hingga motivasi dari calon wali. 

Selain itu, asesmen juga dilakukan terhadap anak yang akan diasuh, mencakup aspek psikologis, sosial, dan kebutuhannya. Seluruh hasil asesmen ini dirangkum dalam Laporan Sosial yang menjadi acuan penting dalam pengambilan keputusan.

Ketiga, Seleksi Multistakeholder. Penunjukan wali bukanlah keputusan sepihak, tetapi harus dilakukan secara kolektif melalui pembentukan Tim Pertimbangan Penunjukan Wali di tingkat kabupaten atau kota. 

Tim ini terdiri dari berbagai instansi lintas sektor, seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta pihak lain yang relevan. Proses ini bersifat transparan, partisipatif, dan berbasis data, dengan pendekatan administratif dan substantif.

Hasil seleksi dan pertimbangan tim tersebut kemudian menjadi dasar bagi Dinas Sosial untuk menerbitkan rekomendasi resmi kepada pengadilan, baik Pengadilan Agama (untuk pemeluk Islam) maupun Pengadilan Negeri (untuk non-Islam), sebagai lembaga yang memiliki kewenangan hukum dalam menetapkan status wali secara sah.

Dengan demikian, sistem penunjukan wali di Indonesia sejatinya telah memiliki kerangka hukum dan mekanisme kelembagaan yang komprehensif. Namun dalam praktiknya, masih diperlukan penguatan dalam aspek pelaksanaan, termasuk peningkatan kapasitas pekerja sosial, koordinasi antarinstansi, serta edukasi publik agar masyarakat memahami pentingnya proses ini sebagai bagian dari perlindungan anak.

Penunjukan wali bukan semata soal siapa yang memiliki hubungan darah, melainkan siapa yang paling mampu memenuhi hak-hak anak dan menjamin masa depannya. Negara dan masyarakat harus berjalan seiring untuk memastikan bahwa anak-anak yang kehilangan pengasuhan tidak kehilangan masa depan.

***

*) Oleh : Rizqi Surya W, Pekerja Sosial Dinas Sosial Kabupaten Blitar.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.