TIMES JATIM, SURABAYA – Seiring dengan maraknya isu-isu konflik di berbagai lapisan masyarakat bai kantar kelompok maupun gender, Kehadiran perempuan sebagai mediator perdamaian membawa perspektif baru yang seringkali luput dari pandangan.
Padahal, perempuan memiliki pendekatan yang lebih inklusif dan empatik dalam menyelesaikan konflik. Kedigdayaan perempuan mampu membangun jembatan pemahaman antar kelompok yang berbeda, mengurangi ketegangan, dan fasilitator dialog yang konstruktif.
Digdaya perempuan mengandung makna yang sangat dalam dan luas. Frase ini menggambarkan bahwa perempuan memiliki kekuatan dan potensi yang besar untuk menjadi agen perdamaian.
Peran perempuan sangat berpengaruh dalam mencegah konflik, perdamaian, membangun situasi yang aman pasca konflik, serta mempelopori nilai-nilai perdamaian dalam masyarakat.
Perempuan memiliki peran yang sangat penting dalam upaya perdamaian di seluruh dunia. Mereka bukan hanya korban konflik, tetapi juga agen perubahan yang sangat kuat.
Perempuan membawa perspektif unik, pengalaman hidup berharga, keterampilan khusus yang sangat dibutuhkan dalam membangun perdamaian yang berkelanjutan.
Apa Peran Perempuan dalam Perdamaian?
Perempuan tidak dapat dipandang sebelah mata dalam membangun perdamaian, perempuan memiliki peran dan posisi yang sangat penting dan strategis sebagai agen perubahan dan aktor kunci dalam menciptakan harmoni di masyarakat antara lain:
Pertama, Pencegahan konflik: perempuan seringkali memiliki pemahaman yang lebih baik tentang akar penyebab konflik dan dapat berperan dalam mencegahnya.
Kedua, Resolusi konflik: perempuan dapat menjadi mediator dan fasilitator dalam proses penyelesaian konflik secara damai.
Ketiga, Membangun perdamaian: perempuan dapat berperan dalam membangun kembali masyarakat pasca konflik, termasuk dalam pemulihan ekonomi, sosial dan psikologis.
Keempat, Promosi nilai-nilai perdamaian: perempuan dapat menjadi agen perubahan dalam mempromosikan nilai-nilai perdamaian, toleransi dan inklusi dalam masyarakat.
Perempuan memiliki dua kapasitas yang luar biasa, mereka mampu menyanyikan lagu-lagu peperangan, tetapi juga mampu menyanyikan lagu-lagu perdamaian.
Kapasitas ini menjadi kekuatan yang luar biasa jika disalurkan dengan baik. Dapat mengubah narasi kekerasan menjadi narasi perdamaian.
Menurut kajian budaya dan media sekolah Pascasarjana Universitas Gajah Mada, pengalaman para perempuan dalam membangun perdamaian menunjukkan bagaimana perempuan memiliki kemampuan untuk mengartikulasi kesadaran mereka dan bertindak berdasarkan kesadaran tersebut.
Hal ini dilakukan oleh tiga perempuan tersebut sejalan dengan konsep dualitas antara agensi dan struktur yang dikemukakan oleh sosiolog Anthony Giddens, para perempuan ini dengan kesadaran dan tindakan mereka tidak hanya bertahan dalam struktur sosial yang ada, tetapi juga berupaya mengubahnya.
Salah satu bentuk perubahan yang nyata adalah pesantren yang didirikan oleh para UMI. Dimana mereka menyiapkan generasi selanjutnya dengan nilai-nilai kebaikan dan perdamaian.
Seperti yang di ungkapkan oleh Kyai Husein “Kau adalah aku yang lain”. Maka bagi para UMI, “Kau adalah aku yang berikutnya, yang lebih baik”.
Melalui Pendidikan dan komunitas, para UMI menunjukkan bahwa mereka memiliki agensi yang aktif yang tidak hanya membangun diri mereka sendiri tetapi juga lingkungan sosial disekitar mereka.
Dalam perspektif teori gender, apa yang dilakukan perempuan mencerminkan strategi esensialisme, dimana kapasitas natural perempuan untuk nunturig (merawat), mendidik dan membangun dimanfaatkan untuk menciptakan perdamaian.
Mereka mempraktikkan kesalihan sosial, sebuah konsep yang menekankan tanggungjawab besar untuk menciptakan kebaikan tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga untuk semua manusia.
Ide transformasi perempuan dalam membangun perdamaian membuktikan bagaimana kedigdayaan perempuan sebagai agen perubahan yang nyata dengan menyebarkan nilai-nilai kasih saying, penghormatan dan kedamaian.
Hal ini membuktikan dari Pendidikan kewarganegaraan yang mampu mengubah narasi kekerasan menjadi narasi kedamaian yang penuh kasih sayang yang membawa kebaikan untuk semua manusia.
Namun, transformasi ini bukanlah sebuah proses yang mudah. Mengubah lingkungan yang dipenuhi narasi kekerasan menjadi tempat yang damai memerlukan waktu, ketekunan dan keikhlasan.
Proses ini juga membutuhkan fasilitas, seperti yang dilakukan oleh organisasi WGWC. Dengan memberikan ruang yang aman dan nyaman, WGWC berperan penting dalam mendukung mereka untuk menciptakan perubahan.
Melalui identitas feminism, perempuan atau dengan istilah kartini telah membantu banyak orang keluar dari lingkaran kekerasan ekstrimisme, gerakan perempuan digdaya bertujuan untuk membentuk generai yang lebih baik.
Komunitas perempuan yang membantu istri-istri napiter. Mereka menunjukkan bahwa kepemimpinan perempuan bukan hanya tentang mengambil keputusan, tetapi juga tentang memberikan ruang bagi orang lain untuk tumbuh dan berkembang.
Perempuan yang berdigdaya tidak hanya bertahan, tetapi juga bangkit sebagai pemimpin yang menginspirasi. Mereka menggunakan kekuatan motherthood untuk mengubah lingkungan, menjadikan Pendidikan kehidupan sebagai tempat dimana narasi kedamaian dapat tumbuh dan berkembang.
Digdaya perempuan sebagai jembatan menuju perdamaian alah ungkapa yang sangat kuat dan inspiratif. Perlu adanya upaya Bersama mendukung dan memberikan ruang untuk gerakan perempuan dalam menyuarakan perdamaian dan mereka dapat berperan aktif dalam membangun perdamaian yang berkelanjutan.
Meskipun peran perempuan sangat penting dalam upaya perdamaian, mereka masih menghadapi banyak tantangan seperti deskriminasi gender, kekerasan dan kurangnya akses terhadap Pendidikan dan sumber daya seringkali menghambat partiipasi perempuan dalam upaya perdamaian.
Perempuan adalah agen perdamaian yang kuat. Dengan dukungan kita, perempuan dapat memainkan peran yang besar dalam membangun dunia yang lebih damai dan adil bagi seluruh umat manusia di dunia.
***
*) Oleh : Ahmad Fizal Fakhri, S.Pd., Assistant Professor at Uinsa, Activist, Media Team of Uinsa Postgraduate Program.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |