TIMES JATIM, BANYUWANGI – Era globalisasi dan modernisasi adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Menghindari apalagi menolak modernisasi dan globalisasi pada saat ini artinya sama saja dengan mengucilkan diri dari lingkungan. Saat ini IPTEK mulai berkembang pesat di Indonesia, seiring berkembangnya zaman yang mulai masuk mulai dari revolusi industri 4.0 dan berkembang pula era society 5.0 menjadi bukti bahwa kecanggihan teknologi semakin tidak main-main.
Ilmu pengetahuan dan teknologi atau yang biasa dikenal dengan IPTEK adalah suatu sumber yang mana seseorang bisa mengelola dan juga menggunakannya dalam kehidupan. Perkembangan IPTEK dapat dilihat dengan adanya teknologi yang terus berkembang seperti adanya satelit palapa yang menjadikan masyarakat Indonesia dapat mengakses berbagai informasi melalui sinyal yang dipancarkan ke perangkat elektronik seperti televisi, radio, telepon dan yang lainnya. Dengan kecanggihan teknologi dimana semua hal dapat dilihat, didengar bahkan dirasakan, baik dalam hal berkomunikasi, mencari informasi dan membangun relasi lewat sosial media, semua itu akan bisa dan dengan mudah di lakukannya.
Dengan berkembangnya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) namun juga banyak mengakibatkan terjadinya pergeseran perubahan terhadap budaya, baik budaya local maupun nasional yang ada di Indonesia. Salah satunya dampak yang dapat dengan mudah memengaruhi perubahan masyarakat tentu berawal dari bagaimana masyarakat bisa melihat, mengenal, memahami bahkan menerima akan hadirnya modernisasi di negara ini. Hadirnya Iptek banyak membawa perubahan besar bagi masyarakat Indonesia. Perubahan itu bisa juga membawa pengaruh yang lebih baik, bahkan sebaliknya membawa pengaruh yang lebih buruk.
Dampak positif bisa dari berkembangnya Iptek yang dapat dirasakan dan dilihat seperti arus informasi dan komunikasi yang semakin cepat, bertumbuhnya ekonomi dan semakin berkembang pesatnya budaya di Indonesia. Namun, di setiap hal positif tentu selalu ada hal negatif yang mengiringinya. Salah satunya yaitu ketakutan suatu bangsa akan tergerusnya nilai-nilai yang menjadi jati diri asli bangsa akibat kerasnya arus globalisasi di era modernisasi ini.
Kalau kita melihat dan mengetahui sebenarnya masyarakat Indonesia saat ini sendiri cenderung begitu cepat menerima dan mengadopsi nilai-nilai budaya luar dibanding budaya sendiri. Begitu mudahnya masyarakat Indonesia terkontaminasi dengan budaya asing diawali dengan tanpa disadarinya kesadaran akan memilah dan memilih sesuatu yang hadir itu perlu.
Memiliki sikap menjunjung tinggi nilai kesopanan sebenarnya merupakan salah satu ciri dan sifat dari bangsa Indonesia, baik itu mengenai gaya bahasa, perilaku dan gaya hidup seperti berpakaian. Kalau dilihat sebenarnya gaya hidup khususnya gaya berpakaian orang Indonesia banyak yang begitu mengikuti budaya timur yaitu lebih condong pada perwujudan budaya yang mengutamakan norma kesopanan. Seperti dengan menggunakan pakaian tertutup.
Namun, kenyataannya di era saat ini banyak generasi milenial Indonesia gaya berpakaiannya banyak yang mengikuti gaya berpakaian budaya luar. Seiring berjalannya waktu pengaruh negatif dari budaya barat sangat begitu dirasakan baik itu gaya hidup yang dinilai terlalu bebas yang itu tentu bertentangan dengan norma yang ada di dalam agama Islam di Indonesia. Hal ini disebabkan karena semakin pesatnya arus globalisasi di Indonesia memudahkan dalam memengaruhi perubahan sosial dan pola pemikiran masyarakat Indonesia sendiri. Salah seorang pakar Johan Naisbit mengungkapkan kecenderungan masyarakat dalam 3F: fun (hiburan), food (makanan), and fashion (pakaian).
Dengan adanya fenomena yang sering dijumpai pada generasi saat ini, seperti yang kita ketahui di sosial media, maka tidak heran jika gaya berpakaian yang tidak sesuai dengan etika dan norma kesopanan saat ini sudah hampir membudidaya. Sebagai manusia seharusnya kita harus pintar-pintar bisa memfilter dan memanfaatkan hadirnya globalisasi yang akan masuk. Upaya untuk mengantisipasi adanya pengaruh arus globalisasi tersebut tentunya bisa dilalui dengan pendekatan baik secara dhohiriah maupun batiniah, salah satunya melalui pendekatan metodologi dakwah dinamis.
Dakwah menjadi salah satu metode pemanfaatan teknologi informasi. Konten yang bernuansa dakwah saat ini begitu digandrungi oleh banyak kalangan. Terutama pada pemuda-pemuda jebolan dari pesantren yang ingin menyebarkan ilmunya lewat konten di media masa. Dakwah bisa dikatakan sebagai salah satu upaya kegiatan untuk mengajak atau menyeru umat manusia agar berada di jalan yang benar sesuai dengan fitrah dan kehanifannya, baik itu melalui kegiatan pendekatan lisan atau tulisan, kegiatan nalar atau perbuatan, sebagai upaya pengejawantahan nilai-nilai kebaikan dan kebenaran universal yang sesuai dengan dasar syariat Islam.
Menurut Ahmad Watik, metode dakwah harus diformat untuk bisa menghadapi tantangan zaman, berarti dakwah tidak hanya digunakan untuk merehabilitasi dampak kemungkaran tetapi dapat juga bisa dijadikan sebagai determinan dalam mengendalikan perkembangan zaman sebagai antisipasi berkembang pesatnya arus globalisasi. Oleh karena itu sentuhan dakwah di media sosial hadir sebagai wahana implementasi pemanfaatan teknologi. Sebagaimana media cetak, elektronik, visual, maupun audio visual yang dapat dimanfaatkan secara optimal.
Dakwah harus tampil secara aktual, faktual, dan kontekstual. Perkembangan masyarakat semakin beragam, tuntutan yang semakin meningkat, membuat dakwah tidak bisa lagi dilakukan secara tradisional. Meningkatnya kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membuat lapisan masyarakat sekarang dapat dengan mudah memeroleh sentuhan dakwah melalui media sosial tanpa harus menghadiri majelis ta’lim terlebih dahulu.
Dengan tingginya tingkat pengguna media sosial saat ini menjadi peluang besar bagi penyebar pesan-pesan dakwah, misalnya Hanan Attaki salah seorang figure da’i yang sedang trending saat ini terkait konten dakwahnya yang inspiratif. Sosoknya yang menjadi perbincangan di kalangan remaja dan pemuda Islam. Tidak sampai disitu Ustad Abdul Somad, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Felik yang juga ikut mensukseskan pendakwahannya di sosial media.
Dengan hal ini, dapat dilihat kemajuan dan berkembangnya teknologi seperti informasi tidak lain tentunya didukung oleh kualitas (SDM) yang ada di dalamnya. Bagaimana kita sebagai masyarakat yang menggunakannya terutama pada kalangan pemuda yang selalu berkembang dan terus-menerus mengikuti perkembangan zaman bagaiman bisa memanfaatkan secara tepat dan bijak. Dimana pemanfaatan media masa dalam ranah positif harus terus dilakukan agar tidak berdampak pada tergerusnya nilai moral, etika dan akhlak yang membawa pada pola tingkah laku masyarakat yang tidak baik.
***
*) Oleh : Sri Wahyuni, Ketua HMPS Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas KH. Mukhtar Syafaat Blokagung Banyuwangi.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Iptek sebagai Katalis Perubahan dalam Budaya Kontemporer
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |