https://jatim.times.co.id/
Ekonomi

Indra Wirawan dan Visi Mengembalikan Keagungan Negara Agraris

Sabtu, 11 September 2021 - 13:03
Indra Wirawan dan Visi Mengembalikan Keagungan Negara Agraris Praktisi perikanan dan pertanian Indra Wirawan.(Dok.Instagram Ndra Wirawan)

TIMES JATIM, SURABAYA – Indonesia adalah negara agraris dengan lahan produktif paling tinggi, sinar matahari sepanjang tahun tanpa mengenal musim. Tanaman yang tumbuh tak mungkin mati. Demikian sekelumit pemikiran Indra Wirawan

"Fakta ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak memiliki musim. Sederasnya hujan, sinar matahari tetap memancar dan mampu menghidupi tanaman untuk berfotosintesis," terang Praktisi Pertanian dan Perikanan Indra Wirawan sembari meneguk secangkir kopi, Sabtu (11/9/2021).

TIMES Indonesia menemui Indra tatkala seberang jalan aspal mulai bising oleh lalu lalang kendaraan bermotor. Belum lagi cuaca yang tak stabil. Kadang terik seperti hari ini. Namun tiga hari lalu sempat mendung. 

Indra duduk ditemani seorang pemuda. Menyapa di antara para pelanggan warung kopi yang mulai ramai di Jalur Gaza, sebutan fenomenal untuk Surabaya Food Street di Jalan Nginden Semolowaru. Tempat Indra Wirawan siang itu berada. 

Bukan sekali atau dua kali. Karena Indra kerap berbincang dengan pemuda tersebut. Ia sering menjadi rujukan bagi mahasiswa maupun dosen muda untuk bertukar pikiran. 

Beberapa waktu lamanya mereka tak bertemu karena kesibukan masing-masing. Indra harus berkeliling daerah kepulauan dan pesisir guna menyelesaikan penelitian. 

Rupanya selain itu ada cita-cita besar tengah ia bangun. Mendirikan permaculture atau permanent agriculture di lahan kosong miliknya. Ada kebun, peternakan dan kolam ikan. Cita-cita itu segera ia wujudkan di kampung halaman. Tepatnya di Kediri.

Indra Wirawan bercerita, ingin menikmati masa-masa tua sambil mengelola kebun dan peternakan secara mandiri. 

Ada alasan ia perlu segera mematangkan rencana tersebut. Kondisi pandemi Covid-19 menjadi trigger atau pemicu bagi setiap orang untuk mulai mengembangkan sistem kemandirian pangan. "Kita tidak tahu apa yang terjadi dalam beberapa tahun mendatang," katanya.

Indra juga kembali mengingatkan bahwa Indonesia merupakan negara agraris dan maritim.  Oleh sebab itu potensi sumber daya pertanian dan laut jangan sampai hilang. Karena secanggih-canggihnya sebuah negara, bahan pangan masih menjadi kebutuhan utama. 

"Handphone tiap hari bisa berganti, aplikasi bisa berganti tapi nasi, ikan tak terganti," katanya. 

Meskipun banyak dijumpai modifikasi pangan, namun material pokok makanan dalam bentuk apapun, tetaplah hasil agro.  "Karena para pemimpin para tokoh kita lupa kalau Indonesia ini negara agraris, mesti tata ruangnya kalah dengan industri," ucap Indra. 

Ia mengatakan, saat ini tanah pertanian dan tambak makin terkikis. Karena tata ruang lahan berganti sektor industri. Alih fungsi lahan pertanian bisa berakibat merusak sistem kemandirian pangan. Bahkan saat ini Indonesia telah kehilangan banyak lahan produktif. Bahkan di Jatim. 

Menurut data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jawa Timur, penyusutan lahan produktif di Jatim rata-rata mencapai 1.000 hektare per tahun. Dampaknya, produksi pertanian berkurang.

Lahan produktif di Jawa Timur hingga 2020 lalu tersisa seluas 1,2 juta hektare. Sedangkan luas panen produksi pertanian di Jatim 1,8 juta hektare. Karena luas lahan produktif terus berkurang, otomatis produksi pertanian juga akan berkurang. 

Setidaknya ada beberapa faktor lahan dikatakan tidak produktif. Pertama karena memang tidak dijadikan lahan produktif sesuai dengan fungsi dan kemampuan lahan. Kedua, lahan yang tidak mampu lagi menyokong suatu produktivitas dari suatu organisme atau tanaman tertentu. 

"Apakah karena tercemar atau input airnya nggak ada," jelas Indra. 

Untuk mengatasi penyusutan lahan produktif di Jatim ini, pemerintah kabupaten/kota diimbau merancang Perda Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B). 

Perda LP2B akan menjadi rambu larangan pembangunan permukiman atau gedung di lahan produktif. LP2B harus dijaga oleh pemerintah. Karena setiap kepala daerah memiliki kebijakan tata ruang. 

Berdasarkan data Dinas Pertanian Jatim pada tahun lalu dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur yang sudah memiliki Perda LP2B baru 14 kabupaten/kota.

Yaitu Tulungagung (Perda 18/2012 tentang Perlindungan Lahan Pertanian), Ngawi (Perda 11/2012 tentang Perlindungan Lahan Pertanian), Kota Batu (Perda 14/2012 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), Bangkalan (Perda 5/2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian), dan Mojokerto (Perda 6/2013 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan). 

Kemudian Madiun (Perda 1/2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), Malang (Perda 6/2015 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), Gresik (Perda 7/2015 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan) serta Probolinggo (Perda 10/2015 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan). 

Selanjutnya, Lamongan (Perda 12/2015 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), Trenggalek (Perda 2/2016 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), Situbondo (Perda 4/2017 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), Sumenep (Perda 2/2018 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan), dan Lumajang (Perda 7/2018 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan).

Maka, sebagai antisipasi, masyarakat perlu mempertahankan sistem kemandirian pangan. Indra Wirawan lantas mencoba menggali kembali keagungan Indonesia sebagai negara agraris dan perkembangan sektor pertanian di tengah menipisnya lahan produktif. 

Saat ini dunia pertanian mulai mengembangkan konsep Permaculture. Yaitu pengembangan ekosistem pertanian yang tahan untuk melakukan produksi secara kontinyu. 

Permaculture sendiri adalah salah satu bentuk mewujudkan ekosistem kemandirian dalam dunia pertanian karena terintegrasi secara pengolahan.  "Itu pertanian zaman dulu, tapi sekarang dianggap modern karena orang sudah bosan dengan pertanian kimia," kata Indra. 

Metode ini memanfaatkan sumber daya alam semaksimal mungkin. Seperti tidak menggali tanah, namun menginput material kompos. Memanfaatkan siklus alam secara maksimal untuk mencapai produksi tertentu. Sehingga semua tanaman yang dihasilkan adalah tanaman organik.

Kendati demikian petani harus bersabar dengan periode proses tanam yang lebih memakan waktu. "Namun bisa sabar nggak petani nunggu itu karena dia sudah biasa tiap empat bulan panen dengan menggunakan pupuk macam-macam untuk mencapai produksi tertentu, kan mahal itu," ucapnya. 

Hal ini sekaligus menjawab permasalahan  utama dalam dunia pertanian. Di mana terlalu banyak memakan biaya produksi. Sementara terkadang spekulasi harga produk pertanian tak selalu bisa dipastikan. 

Padahal, apabila petani mampu menekan biaya obat-obatan, pupuk, maka mereka akan tetap untung berapapun harga pasar. "Karena biaya pupuk dan obat-obatan itu paling mahal di dalam biaya produksi," ulasnya.

Komponen produksi pertanian tersebut seperti  tanah, sewa lahan, air, pupuk, bahan kimia. Jika pupuk dan bahan obat-obatan bisa ditekan, maka petani bakal mengantongi keuntungan yang tinggi. 

Kuncinya kembali ke organik. Jadi pupuknya dari hasil komposting. Benih bisa diproduksi sendiri dengan benih yang memang bersertifikat. Begitu pula dengan penggunaan obat-obatan organik yang bebas bahan kimia. 

"Cuma masalahnya petani nggak mau. Karena lambat produksinya. Memang iya, agak lambat perlu waktu lebih lama. Karena daya serap pupuk ke dalam industri pertanian itu lambat terurainya dibanding pupuk kimia. Tapi tanah itu akan makin lama makin bagus kesuburannya. Sedangkan penggunaan bahan kimia akan memperburuk kondisi tanah," jelas Indra Wirawan. (*) 

Pewarta : Lely Yuana
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.