TIMES JATIM, PACITAN – Bak hujan turun di tengah kemarau panjang, kebangkitan Seni Rontek didapuk mampu memberikan energi pekerja budaya sekaligus ajang untuk melestarikan budaya asli Kabupaten Pacitan, Jawa Timur yang paling dinanti-nantikan itu.
Dua tahun lebih suara rampak bambu tak lagi terdengar seolah sirna terbenam asa bersama genderang tabuh berbalut tari. Seolah baru saja lepas dari tali belenggu, kini suasana gembira kembali nyata bisa dirasakan warga saat menyaksikan festival di penghujung tahun.
Rasa gembira itu diungkapkan Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji usai secara simbolis membuka gelaran Festival Rontek Gedhen disaksikan para pemangku wilayah hingga pucuk pimpinan. Cuaca cerah bertabur bintang seolah mengamini hajat rakyat tersebut.
Bupati Pacitan, Indrata Nur Bayuaji menabuh kentongan sebagai tanda secara simboli gelaran Festival Rontek Gedhen dimulai. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
"Alhamdulillah, tahun ini kita bisa menyelenggarakan dan melihat antusias warga yang sedemikian tinggi, itulah bentuk kecintaan dan kerinduan masyarakat terhadap kesenian rontek pada khususnya," katanya, Jumat (16/12/2022) malam.
Rupaya Bupati Aji juga gusar menantikan momen kebahagiaan ini setelah dua tahun lebih tersendat lantaran aturan main pemerintah untuk tidak menggelar acara berkerumun. Oleh sebab itu, bangkitnya kembali Seni Rontek dinilai mampu mengembalikan selera berekspresi warga.
"Pertama kita melestarikan tradisi dan budaya yang ada dan sudah sejak lama. Festival ini digelar beberapa tahun, bahkan setiap tahun, namun karena pandemi Covid-19 memaksa vakum," tambahnya.
Lebih lanjut orang nomor satu di Pacitan itu mengaku optimistis, jika Seni Rontek tidak hanya sebuah gelaran festival, namun dinilai memiliki poin tambah bagi kelangsungan tradisi dan adat yang sudah terlanjur menjalar sampai akar rumput.
"Ya, rontek budaya asli Pacitan dan saya sangat yakin 1000 persen semuanya termasuk panjenengan jika dikasihkan bambu atau tetek pasti bisa memainkan rontek," terang Aji.
Dikonsep lebih modern, menurut dia, selalu ada hal yang menarik di setiap penampilan rontek itu sendiri. Pasalnya, jenis seni tersebut identik dengan musik yang bercerita tentang kisah legenda masing-masing desa sehingga keberadaannya memungkinkan bisa masuk ke semua lini perspektif kehidupan.
Berbagai tarian khas juga ditampilkan pada Festival Rontek Gedhen Kabupaten Pacitan 2022. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
"Jadi, rontek itu sendiri karena sebuah kesenian musik, maka bisa masuk ke mana saja, bisa ke dalam tari dan cerita yang dibawakan dari rontek itu sendiri," tutur Aji.
Rontek, Musik Bambu Bakal Naik Kelas
Sejatinya, Rontek merupakan kesenian dari Desa Pelem, Kecamatan Pringkuku, masih bagian Kabupaten Pacitan. Keberadaannya di desa ini dikenal sejak lama, yang paling menonjol adalah grup Rontek Raung Bambu.
Seperti diketahui, kesenian yang pernah menjuarai Festival Rontek Pacitan pada 2018 silam itu terpilih menjadi salah satu pengisi dalam Pekan Kebudayaan Nasional (PKN) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek 2021 lalu.
Menariknya, kesenian satu ini mengangkat filosofi hubungan antara petani dengan simbol kesejahteraan saat panen, yaitu Dewi Padi.
Hingga kini, Rontek dipatenkan menjadi kesenian khas Kabupaten Pacitan. Secara bahasa dalam Kamus Bausastra, Rontek berasal dari kata Ronda dan Thethek yang berarti panji-panji, bendera kecil berlandaian tombak.
Sedangkan kata Ronda selalu identik dengan kegiatan berjalan berkeliling untuk menjaga keamanan; berpatroli. Alhasil, Ronda Thethek bermakna meronda sambil memukul tongtongan bambu.
Perlu diketahui, Thethek terbuat dari potongan bambu, panjangnya kurang lebih 50 sentimeter. Rontek sudah ada sejak zaman dahulu, tetapi pada saat itu kerap berfungsi sebagai alat untuk memberikan pertanda dan membangunkan orang tidur.
Dalam perjalanannya, Rontek tak hanya kentongan yang ditabuh bersamaan, tetapi juga dilengkapi dengan instrumen-instrumen lain yang saling berpadu dengan harmonisasi dan tercermin makna secara kuat. Sebagai pelengkap instrumen, dalam penampilannya juga ada tarian, serta hiasan indah ikonik kedaerahan nan khas.
"Setiap tahun kalau kita ikuti semakin berkembang. Mudah-mudahan ke depan Rontek bisa sejajar dengan kesenian bambu seperti di wilayah lain sehingga gridnya bisa naik skala nasional bahkan internasional," jelas Indrata Nur Bayuaji.
Festival Seni Rontek yang diberi judul Rontek Gedhen tersebut digelar selama dua hari, Jumat (16/12/2022) hingga Sabtu (17/12/2022) dan diikuti oleh 12 peserta yang menjadi wakil dari masing masing kecamatan se Kabupaten Pacitan. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kebangkitan Seni Rontek untuk Kelestarian Budaya Kabupaten Pacitan
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |