TIMES JATIM, SURABAYA – Ribuan lilin menyala di lapangan Rektorat Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Rabu (3/9/2025) malam. Dari pukul 19.15 hingga 21.00 WIB, suasana hening menyelimuti kampus. Tangan-tangan terangkat, doa dipanjatkan, dan kata amin terucap di setiap jeda. Harapan sama dipanjatkan agar Indonesia bangkit dari keterpurukan.
Di selimuti rasa haru, kampus Unesa menggelar doa bersama untuk negeri. Mendoakan mereka yang turut menjadi korban di sepanjang aksi 28 Agustus–1 September. Ratusan mahasiswa dari berbagai fakultas dan jajaran civitas akademika tergabung dalam menjadi satu tanpa sekat dalam acara ini. Mereka kompak kenakan baju hitam dan pita merah putih, melambangkan rasa duka mendalam serta keteguhan hati dalam menjalani cobaan ini bersama-sama.
Tidak hanya dari mahasiswa biasa. Teman-teman disabilitas juga menjadi bagian. Menggunakan kursi roda, white cane, dan juga juru isyarat, semangat mereka tak surut untuk menyuratkan doa dan harapan.
Suasana bertambah sendu ketika semua peserta menyalakan lilin sembari menyanyikan lagu kebangsaan bersama-sama. Di tengah kencangnya angin, semua menjaga nyala lilin agar tak padam. Sejalan rasa semangat di hati mereka.
Dipandu oleh Zelda dan Ibram, mahasiswa disabilitas dari Prodi Seni Musik dan Pendidikan Luar Biasa, keduanya membawakan Ibu Pertiwi, Bagimu Negeri, dan Tanah Airku berhasil menyentuh hati peserta. Seketika menyadarkan bahwa menyadarkan kita bahwa, semua orang berhak bersuara dan didengar.
Dalam ketegaran, mereka menyelipkan pesan disela-sela lagunya.
"Suara kami mungkin kecil, kami berasal dari kelompok rentan. Tetapi, kami bangga menjadi bagian masyarakat. Lekas sembuh Indonesiaku," ucap Zelda dengan suara yang bergetar.
Kepada TIMES Indonesia, Zelda menuturkan bahwa, menjadi bagian dalam pembawa lagu di gelaran doa bersama adalah sesuatu yang tidak pernah ia sangka sebelumnya.
"Ikut mendoakan negeri ini dengan suara kecil kami, suara yang jarang sampainya, aku merasa sudah saatnya hari ini terjadi, sudah saatnya semua layak di posisi ini. Dan, aku pribadi merasa seneng banget," ujarnya tersenyum manis.
Ibram pun berkata demikian, ia mengucapkan terima kasih sudah dipercaya untuk berpartisipasi dalam kegiatan sakral tersebut. "Kami disabilitas mungkin merasa disepelekan banyak orang, dikasihani sebatas formalitas. Tetapi, disini kami merasa dibutuhkan, kami merasa dikumpulkan tidak ada bedanya, terima kasih," ucapnya.
Keduanya berharap Indonesia menjadi lebih baik, 80 tahun sudah jangan sampai mengulang memori kelam 27 tahun yang lalu.
"Negara tempat kami berlindung, sebagai ibu. Mohon dijaga terus kedamaiannya. Kami berawal disini dan pasti kami akan berakhir disini," tuturnya penuh harap. (*)
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |