TIMES JATIM, MALANG – Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) bersama Universitas Brawijaya (UB) menggelar Seminar Nasional bertajuk “OASE: Gelap Terang Indonesia” di Auditorium UB, Sabtu (25/10/2025). Kegiatan ini merupakan bagian dari Reuni Nasional FAA PPMI yang mempertemukan para aktivis lintas generasi untuk mendiskusikan arah perjalanan bangsa di tengah perubahan global dan tantangan digital.
Seminar tersebut menghadirkan sejumlah tokoh nasional, antara lain Wakil Menteri Komunikasi dan Digital RI (Komdigi) sekaligus alumni PPMI UGM Nezar Patria, Inayah Wahid (aktivis sosial), dan Bivtrivi Susanti (pakar hukum tata negara).
Dalam kesempatan itu, Wamen Komdigi Nezar Patria menegaskan bahwa peran mahasiswa tetap penting dalam menjaga sikap kritis dan akademis, meskipun zaman dan tantangan yang dihadapi kini telah berubah.
“Saya kira peran para mahasiswa tetap penting untuk memanifestasikan sikap kritis dan akademik di dalam kampus. Tapi setiap zaman punya semangatnya masing-masing. Jadi membandingkan peran mahasiswa sekarang dengan 25 tahun lalu tidak begitu tepat, karena tantangannya berbeda,” ujar Nezar Patria.
Dia menjelaskan bahwa transformasi media dan perilaku pembaca menuntut mahasiswa untuk beradaptasi dengan platform digital. Jika dulu pergerakan mahasiswa banyak menggunakan media cetak, radio, atau brosur, kini peran itu beralih ke media digital yang lebih cepat dan luas jangkauannya.
“Dulu kita lebih banyak menggunakan media cetak atau radio, sekarang sudah beralih ke platform digital. Perilaku pembaca juga berubah. Generasi baru mendapatkan informasi lewat platform-platform digital. Jadi mahasiswa harus melihat perubahan bentuk ini,” tambahnya.
Meski demikian, Nezar menilai semangat kritis mahasiswa tidak boleh hilang, hanya perlu disesuaikan dengan kebutuhan zaman.
Selain itu, Nezar Patria juga meluruskan persepsi publik terkait peran Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang kerap disalahpahami sebagai lembaga penyensor. Ia menegaskan bahwa Komdigi tidak melakukan sensor terhadap konten publik, melainkan melakukan moderasi konten sesuai peraturan perundang-undangan.
“Komdigi tidak pernah menjadi sensor. Apa yang dilakukan adalah moderasi konten, dan itu diatur oleh undang-undang. Yang dimoderasi adalah konten negatif. Seperti pornografi, kekerasan, serta disinformasi dan misinformasi yang berdampak pada masyarakat,” jelasnya.
Menurut Nezar, moderasi konten penting dilakukan untuk menjaga ruang digital yang sehat dan bertanggung jawab, tanpa menghalangi kebebasan berekspresi.
Sementara itu, aktivis sosial Inayah Wahid menilai tema “Gelap Terang Indonesia” relevan untuk merefleksikan situasi bangsa saat ini. Ia mengajak generasi muda agar tetap optimistis dan kritis menghadapi tantangan sosial, politik, maupun teknologi.
Seminar “OASE: Gelap Terang Indonesia” ini menjadi ruang dialog reflektif yang mempertemukan aktivis kampus lintas generasi. Melalui forum ini, peserta diajak melihat perjalanan bangsa dari berbagai sisi. (*)
| Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |