TIMES JATIM, SURABAYA – Buku berjudul Women in Law Enforcement: Mendobrak Gender Trap Polisi Wanita, merupakan wujud nyata perjuangan kesetaraan gender di institusi penegak hukum yang selama ini didominasi oleh kultur maskulin. Buku karya Irjen Pol (Purn). Juansih ini dapat menjadi peta jalan bagi perempuan, khususnya polisi wanita (polwan) untuk mendobrak tantangan tersebut.
"Buku ini bisa memandu mereka (polwan) mengatasi segala tantangan, sehingga mereka lebih siap dan lebih berani ketika ditantang untuk menjabat di posisi strategis," ungkapnya yang juga Ketua Center of Women Empowerment in Law Enforcement (CWELE) Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga (Unair), Kamis (11/9/2025).
Juansih menyoroti tantangan utama yang kerap dihadapi polwan, seperti menyeimbangkan antara karier dan kehidupan keluarga, terutama ketika harus ditempatkan jauh dari pasangan. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya dukungan sosial-kultural.
"Seperti bantuan dari keluarga besar, yang dapat membantu polwan dalam menyeimbangkan kehidupan keluarga dan karier," jelasnya sedikit mengenai isi karyanya.
Didampingi Rektor Unair (kiri), Juansih memberikan buku karyanya kepada beberapa tamu kehormatan. (Foto: Siti Nur Faizah/TIMES Indonesia)
Sementara itu, Rektor Unair, Prof. Muhammad Madyan menyatakan bahwa buku ini bukan sekadar tulisan akademis, melainkan refleksi mendalam dari pengalaman dan perjuangan nyata seorang purnawirawan jenderal polisi wanita dengan pengalaman lebih dari 30 tahun.
Menurutnya, buku ini relevan dengan isu global, terutama dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
"Buku ini secara langsung berkontribusi pada SDGs nomor 5, yaitu Gender Equality, dengan mendorong peningkatan representasi perempuan di lembaga penegak hukum dan menantang stereotip yang ada," ujar Prof Madyan.
Buku ini, lanjutnya, juga sejalan dengan SDGs nomor 16, Peace, Justice, and Strong Institution, karena kehadiran perempuan dalam penegakan hukum akan menciptakan keadilan yang lebih baik, terutama bagi kaum perempuan.
"Unair sebagai institusi pendidikan yang berkomitmen pada SDGs sangat mendukung inisiatif ini," tutur rektor mengapresiasi.
Dalam kesempatan yang sama, turut hadir Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, Arifatul Choiri Fauzi. Ia menegaskan bahwa kehadiran polwan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah penegakan hukum di Indonesia.
Dalam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, pendekatan kaku seringkali memperparah trauma korban. Di sinilah peran polwan yang empatik dan sensitif menjadi krusial.
"Mereka membawa sensitivitas dan kedekatan yang berbeda, yang seringkali lebih efektif dalam menangani kasus-kasus berbasis gender dan kekerasan seksual," katanya.
Namun, Menteri PPPA juga tidak menutup mata bahwa polwan masih menghadapi berbagai 'gender trap' seperti stereotip, diskriminasi dalam kesempatan promosi, dan beban ganda yang membatasi potensi mereka. Sehingga ia berharap, buku ini bukan hanya sebagai catatan, tetapi juga 'blueprint' perubahan.
"Melalui buku ini juga bisa menjadi pemicu lahirnya kebijakan dan praktik kelembagaan yang menegaskan bahwa perempuan di kepolisian bukan pelengkap, melainkan pilar yang sama kuatnya dengan laki-laki," pungkasnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Women in Law Enforcement: Upaya Pengarusutamaan Gender dalam Institusi Kepolisian
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Deasy Mayasari |