https://jatim.times.co.id/
Opini

Generasi Multitasking yang Berdampak

Kamis, 11 September 2025 - 21:06
Generasi Multitasking yang Berdampak Baihaqie, Kader HMI dan Mahasiswa Hukum Universitas PGRI Kanjuruhan Malang.

TIMES JATIM, MALANG – Hari ini, kata “multitasking” menjadi mantra baru bagi generasi muda. Tidak sedikit anak muda yang bangga bisa melakukan banyak hal sekaligus: kuliah sambil kerja, berbisnis sambil aktif di organisasi, atau mengelola konten media sosial sambil tetap menjalani aktivitas harian. 

Di era digital, kecepatan dan fleksibilitas memang jadi modal utama. Dunia menuntut orang yang serba bisa, gesit, dan tidak mudah ketinggalan. Maka wajar, jika banyak pemuda menjadikan multitasking sebagai identitas diri sekaligus kebanggaan.

Namun, di balik kilau itu, ada paradoks yang patut dipertanyakan. Apakah multitasking benar-benar membuat generasi muda lebih produktif? Atau justru hanya melahirkan lelah kolektif, di mana pemuda bergerak ke sana kemari tanpa arah yang jelas?

Multitasking memang menawarkan peluang besar. Anak muda yang mampu mengelola banyak pekerjaan sekaligus biasanya lebih adaptif terhadap perubahan. Mereka punya kepekaan tinggi terhadap peluang, bisa mengisi banyak peran, dan terlatih menghadapi tekanan. 

Lihat saja fenomena maraknya wirausahawan muda yang bisa merangkap sebagai content creator, aktivis sosial, hingga pekerja profesional. Dunia kerja juga mulai mencari orang-orang seperti ini: tidak hanya cerdas di bidang akademik, tetapi juga terampil berkomunikasi, berjejaring, dan beradaptasi.

Lebih dari itu, multitasking memberi ruang bagi anak muda untuk mengasah kreativitas. Ketika mereka melompat dari satu aktivitas ke aktivitas lain, muncul pengalaman beragam yang bisa dikombinasikan. Dari situlah inovasi sering lahir. 

Misalnya, mahasiswa teknik yang juga aktif di musik bisa menciptakan aplikasi kreatif untuk industri hiburan. Atau pemuda yang aktif di organisasi sosial sambil kuliah hukum bisa menemukan gagasan segar soal advokasi berbasis teknologi.

Tapi, di sisi lain, multitasking juga menyimpan jebakan berbahaya. Banyak studi psikologi menunjukkan bahwa otak manusia sebenarnya tidak dirancang untuk fokus pada banyak hal sekaligus. Alih-alih mempercepat pekerjaan, multitasking sering justru menurunkan kualitas hasil. 

Anak muda bisa jadi “serba bisa tapi tidak mendalam.” Menguasai banyak hal di permukaan, tetapi minim keahlian mendalam yang dibutuhkan dalam jangka panjang.

Inilah risiko besar bagi generasi multitasking: kehilangan fokus. Ketika energi habis untuk membagi perhatian, potensi untuk mendalami satu bidang tertentu sering terabaikan. Akibatnya, muncul fenomena anak muda yang tampak sibuk ke sana kemari, tetapi tidak memiliki capaian konkret. Hidup mereka dipenuhi agenda, tetapi minim pencapaian nyata.

Lebih jauh, multitasking yang berlebihan juga berpotensi melahirkan masalah kesehatan mental. Tekanan untuk selalu produktif, terlihat aktif di media sosial, serta diakui sebagai “anak muda serba bisa” bisa membuat banyak pemuda terjebak dalam burnout. 

Mereka merasa gagal ketika tidak mampu menyelesaikan semua hal sekaligus, padahal tubuh dan pikiran punya batas. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa berbahaya, karena alih-alih menumbuhkan generasi tangguh, kita justru mencetak generasi lelah.

Lalu, bagaimana seharusnya pemuda menyikapi fenomena multitasking ini? Pertama, penting untuk memahami bahwa multitasking bukan tujuan, melainkan strategi. Menjalankan banyak hal sekaligus sah-sah saja, selama tetap ada prioritas yang jelas. Pemuda perlu tahu mana yang harus didahulukan, mana yang hanya sekadar pelengkap.

Kedua, perlu adanya keseimbangan antara kedalaman dan keluasan. Memiliki banyak pengalaman memang penting, tetapi setiap pemuda juga harus punya satu bidang keahlian yang benar-benar dikuasai. Dengan begitu, mereka tidak hanya dikenal sebagai “serba bisa,” tetapi juga “ahli” di bidang tertentu.

Ketiga, generasi multitasking harus berani melawan budaya “tampilan.” Di era media sosial, mudah sekali terjebak dalam ilusi kesibukan: tampak sibuk di layar, padahal substansinya tipis. Pemuda perlu lebih jujur pada diri sendiri: apakah aktivitas yang dijalani benar-benar memberi nilai, atau hanya sekadar pencitraan?

Di sinilah peran pendidikan, komunitas, dan kebijakan negara juga penting. Sekolah dan perguruan tinggi tidak bisa hanya mendorong mahasiswa untuk aktif di berbagai bidang tanpa memberi arah yang jelas. Mereka perlu menciptakan ekosistem yang mendukung keseimbangan: memberi ruang kreativitas luas, tetapi juga memastikan setiap anak muda punya jalur keahlian yang jelas.

Pemerintah juga bisa berperan lewat kebijakan ketenagakerjaan yang ramah anak muda. Misalnya, mendorong program magang yang terarah, beasiswa riset yang aplikatif, atau pelatihan kerja yang relevan dengan kebutuhan industri. Dengan begitu, energi multitasking pemuda tidak terbuang sia-sia, tetapi diarahkan pada penciptaan nilai nyata.

Multitasking bukanlah kutukan, juga bukan jaminan kesuksesan. Ia adalah alat yang bisa digunakan dengan bijak. Generasi muda perlu belajar memilih: kapan harus fokus pada satu hal, kapan harus membuka diri pada banyak hal. Mereka juga harus berani berkata tidak pada budaya yang hanya mengejar kesibukan tanpa makna.

Di tangan pemuda, multitasking bisa menjadi kekuatan besar jika dipadukan dengan visi yang jelas dan komitmen yang konsisten. Namun, tanpa arah yang tepat, ia hanya akan menjadi pelarian dari kegelisahan: sibuk di luar, kosong di dalam.

Generasi multitasking seharusnya bukan hanya generasi sibuk, tetapi generasi yang mampu memberi dampak nyata. Sebab, bangsa ini tidak butuh anak muda yang sekadar terlihat produktif, melainkan mereka yang benar-benar menciptakan perubahan.

***

*) Oleh : Baihaqie, Kader HMI dan Mahasiswa Hukum Universitas PGRI Kanjuruhan Malang.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.