TIMES JATIM, BONDOWOSO – Berdasarkan data Kantor Kementerian Agama (Kemenag) rata-rata ada 5.000 lebih warga menikah setiap tahun di Kabupaten Bondowoso.
Jumlah rata-rata tersebut jika dilihat dari total pernikahan selama empat tahun terakhir. Misalnya pada tahun 2021 total sebanyak 5.516.
Kemudian pada tahun 2022 sebanyak 6.347 warga menikah, kemudian tahun 2023 berjumlah 5.729.
Sementara per September tahun 2024 total ada 3.391 orang menikah. Angka ini kemungkinan masih terus dinamis.
Kasi Bimbingan Masyarakat Islam pada Kantor Kemenag Bondowoso, Noer Fauzan menjelaskan, jumlah pernikahan tertinggi tahun ini ada di tiga kecamatan. Yakni Kecamatan Bondowoso, Cermee dan Maesan dengan rata-rata 400 pasangan menikah.
Menurutnya, angka pernikahan di Bondowoso masih fluktuatif. Tidak seperti informasi yang berkembang bahwa pernikahan di Indonesia semakin menurun.
“Pernikahan di Bondowoso masih banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor non teknis," ungkap dia.
Dia juga memaparkan, terjadi pergeseran usia perkawinan di Bondowoso. Dimana mayoritas calon pengantin usianya di atas 19 tahun.
“Ini selaras dengan penurunan angka perkawinan anak dalam kurun waktu tiga tahun terakhir,” kata dia Rabu (13/11/2024).
Pada tahun 2022 pernikahan di bawah usia 19 tahun mencapai 673 dengan rincian laki-laki 115 dan perempuan 568 atau sekitar 11 persen.
Pada tahun 2023 menikah di bawah 19 tahun 115 orang yakni laki-laki 31 orang dan perempuan 84 orang atau sekitar 9 persen.
Kemudian per September tahun 2024 sebanyak laki-laki 50 orang dan perempuan 190.
Adapun pernikahan di atas 30 tahun pada tahun 2024 yakni ada 1.110 laki-laki dan 685 perempuan.
Sementara pernikahan dengan usia 21 tahun ke atas ada 3.232 laki-laki dan perempuan sebanyak 1.984 orang.
"Angka perkawinan anak menurun drastis. Beda halnya 3 tahun sebelumnya," imbuh dia.
Menurutnya, kondisi pergeseran usia pernikahan yang kian dewasa ini merupakan hasil sinergis dalam menekan angka perkawinan anak antara Kemenag dan Pemerintah Daerah.
Dia mengungkapkan, masyarakat mulai sadar bahwa perkawinan anak tidak baik. Bahkan mindset masyarakat tentang "perawan tua" sudah tergerus.
Hal ini kata dia, kondisi ini karena faktor pendidikan yang sudah mulai mapan. Namun yang menjadi PR yakni bagaimana menjadikan pernikahan masyarakat Bondowoso ini melahirkan keluarga yang berkualitas.
“Ini menjadi penting agar bisa menekan angka perceraian di Bondowoso,” imbuh dia.
Menurutnya, angka pernikahan anak sekarang sudah mulai turun. Selanjutnya bagaimana perceraian yang tinggi juga bisa turun. "Bagaimana kualitas perkawinan itu betul-betul kita jaga," tandasnya. (*)
Pewarta | : Moh Bahri |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |