TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Sekolah Rakyat (SR) Terintegrasi 7 Kota Probolinggo kembali jadi sorotan setelah delapan siswanya resmi mengundurkan diri di tengah semester pertama tahun ajaran ini. Meski tak disertai polemik besar, fenomena ini membuka kembali perbincangan tentang bagaimana sistem pendidikan karakter yang keras bisa berbenturan dengan kesiapan mental siswa.
Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kota Probolinggo, Rey Suwigtyo, membenarkan kabar tersebut.
“Ya, memang benar ada delapan siswa yang mengundurkan diri, lima dari tingkat SMA dan tiga dari tingkat SMP,” ujarnya, Jumat (17/10/2025).
Menurut Tyok, sapaan akrabnya, alasan pengunduran diri beragam, namun sebagian besar disebabkan oleh kesulitan beradaptasi dengan aturan sekolah yang ketat.
“Wajar jika mereka mundur. SR menerapkan kedisiplinan dan tanggung jawab tinggi, sementara latar belakang siswa berbeda-beda. Ada yang mungkin belum siap menghadapi sistem seketat ini,” jelasnya.
SR Terintegrasi dikenal sebagai sekolah dengan pendekatan boarding school dan penanaman nilai-nilai karakter yang kuat. Rutinitasnya padat: bangun subuh, kegiatan keagamaan, hingga pembelajaran berbasis proyek sosial di masyarakat. Bagi sebagian siswa, sistem ini membentuk mental tangguh. Namun bagi yang lain, tekanan adaptasi bisa menjadi tantangan berat.
Meski demikian, Tyok menegaskan bahwa keputusan delapan siswa untuk mundur sudah melalui proses panjang dan pendampingan intensif.
“Pendekatan internal, evaluasi psikologi, dan komunikasi dengan orang tua sudah dilakukan. Tapi kalau anaknya memang sudah tidak sanggup, kami tidak bisa memaksakan,” katanya.
Dari total 100 siswa SR Terintegrasi 7, kini jumlahnya tersisa 92. Untuk mengisi kekosongan, Dinas Sosial setempat tengah menyeleksi calon siswa pengganti.
“Untuk SMP sudah terpenuhi, tinggal dua kursi SMA yang masih kami isi,” tambahnya.
Kegiatan belajar mengajar di SR Terintegrasi 7 tetap berjalan normal sesuai SOP. Pihak sekolah memastikan bahwa peristiwa ini menjadi bahan evaluasi untuk memperkuat sistem pendampingan adaptasi bagi siswa baru.
Fenomena ini menjadi pengingat bahwa pendidikan karakter tak hanya soal kedisiplinan dan aturan ketat, tetapi juga tentang keseimbangan antara sistem yang ideal dan kesiapan mental anak untuk tumbuh di dalamnya.(*)
Pewarta | : Sri Hartini |
Editor | : Imadudin Muhammad |