https://jatim.times.co.id/
Berita

Komisi B DPRD Jatim Terima Audiensi Petani Kapak, Kecewa Dinas Terkait Tak Hadir 

Senin, 07 Agustus 2023 - 15:59
Komisi B DPRD Jatim Terima Audiensi Petani Kapak, Kecewa Dinas Terkait Tak Hadir  Anggota Komisi B DPRD Jatim Nur Sucipto bersama Koordinator Kapak Jatim M Trijanto dan anggota saat audiensi di Ruang Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Jatim, Senin (7/8/2023).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, SURABAYA – Petani yang tergabung dalam Koalisi Petani Anti Korupsi Jawa Timur (Kapak Jatim) menghadiri audiensi dengan Komisi B DPRD Jatim.

Audiensi berlangsung di Ruang Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Jatim, Senin (7/8/2023). Kapak Jatim ditemui langsung oleh Anggota Komisi B DPRD Jatim, Nur Sucipto. Agenda ini sendiri merupakan lanjutan dari aksi demo tanggal 27 Juli lalu. Ada sejumlah aspirasi yang mereka sampaikan saat pertemuan tersebut. 

Kapak Jatim menuntut transparansi pengelolaan kehutanan, reforma agraria dan perhutanan sosial. Namun, mereka terkejut sekaligus kecewa karena lima kepala dinas yang membawahi perhutanan sosial tak hadir. Dinas-dinas terkait merupakan mitra kerja Komisi B. 

Anggota-Komisi-B-DPRD-Jatim-Nur-Sucipto-b.jpgKoordinator Kapak Jatim M Trijanto menunjukkan sejumlah tuntutan, Senin (7/8/2023).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia) 

"Kami sudah berkirim surat agar menghadirkan lima instansi terkait. Cuma hari ini kita kaget, itu tidak ada satupun instansi yang hadir," ujar Koordinator Kapak Jatim, M Trijanto. 

Padahal, dalam pertemuan ini, mereka ingin menyampaikan sejumlah keluhan kepada pihak legislatif maupun eksekutif terkait fungsi pengawasan dan budgeting. Antara lain meminta agar pemerintah provinsi membuat langkah konkret regulasi sesuai janji Gubernur Jatim Khofifah saat kampanye 2019 silam. 

"Karena pada tahun 2019 kemarin, Bu Khofifah keliling basis-basis kita di Jatim, kita mendukung. Kita juga ada bukti dokumentasi atau bahkan kontrak putih begitu ya, yang selanjutnya ada janji, misal seperti ini pupuk masih sulit sekarang, kedua regulasi. Katanya, dulu akan ada Perda untuk pengelolaan hutan yang akan memasukkan klausul terkait perhutanan sosial. Tapi sampai detik ini masih belum ada," terang Trijanto. 

Lebih lanjut Trijanto menjelaskan, jika draft Perda itu sebenarnya sudah ada. Namun belum pada tahap penggedokan. "Draft sudah ada, akan diteken sama dewan. Nah, kita akan kawal itu," ujarnya.

Dengan regulasi dan Pergub, Kapak Jatim berharap tidak ada aksi korupsi, kolusi dan nepotisme dalam pelaksanaan perhutanan sosial. Maka dari itu, ia mendorong agar dinas terkait segera membuat regulasi seperti di daerah-daerah lain. 

"Jabar dan Jateng itu sudah ada. Di Jatim masih belum ada," tandasnya. 

Potensi Besar 

Trijanto mengungkapkan, Jatim memiliki potensi 502.000 hektare lahan yang dikeluarkan dari area kerja Perum Perhutani dengan output  reforma agraria dan perhutanan sosial. Kaum petani menginginkan lahan ini untuk perhutanan sosial maupun hutan desa.

Anggota-Komisi-B-DPRD-Jatim-Nur-Sucipto-c.jpgAnggota Komisi B DPRD Jatim Nur Sucipto usai menerima audiensi Kapak Jatim di Ruang Badan Pembentukan Peraturan Daerah DPRD Jatim, Senin (7/8/2023).(Foto : Lely Yuana/TIMES Indonesia) 

UU Cipta Kerja juga menyebutkan jika maksimal bulan November, semua SK yang ada harus bertransformasi ke hutan desa atau HKM. Namun, sampai detik ini tidak ada kelanjutan pembahasan. 

Ia berharap regulasi itu nantinya mampu menjadikan perhutanan sosial sebagai kawasan hutan lestari agar masyarakat setempat menjadi makmur. 

Trijanto mengatakan, mereka juga menagih janji revisi peraturan daerah (Perda) kawasan hutan supaya tidak menimbulkan efek domino. Seperti potensi kemunculan mafia hutan dan mafia tanah. 

Sedangkan masyarakat dikhawatirkan urung menjadi pengelola hutan sebagaimana amanah undang-undang. Kapak Jatim juga berharap ada akselerasi kebijakan di tingkat peraturan gubernur maupun Perda. Selain itu, belum adanya SK Pokja Perhutanan Sosial dan Pendamping turut membuat mereka khawatir. 

"Tadi kita tanyakan, kalau nanti sampai November tidak ada langkah konkret dari pihak Pemprov Jatim, maka saya meyakini akan ada gejolak sosial dari masyarakat yang ada di Jatim khususnya kawan petani dan nelayan," ucapnya. 

Komitmen kebijakan pemerintah sangat mereka harapkan secepatnya. Karena pemahaman regulasi tentang pengelolaan kawasan hutan ini masih multitafsir di tingkat bawah. 

Berikutnya adalah permasalahan ATR/BPN. Di mana kebijakan reforma agraria juga menyentuh kawasan hutan. Saat ini pelepasan kawasan hutan di Jatim mencapai sekitar 2.800 an hektare dan tersebar di 10 kabupaten. 

"Masalah skema pengelolaan lahan sudah ada puluhan ribu hektare dari Ngawi, Blitar, Lamongan semuanya. Cuma tidak ada sentuhan yang benar-benar konkret dari pihak Pemprov, bagaimana petani itu diberikan kemampuan mengelola lahan secara baik. Belum ada sama sekali," tegasnya. 

Jika dibiarkan, tidak menutup kemungkinan akan muncul mafia tanah atau mafia hutan untuk kesekian kalinya sehingga butuh Pergub sebagai payung hukum pelaksanaan. Status tanah sendiri sudah mengantongi SK dan beberapa tengah proses pengajuan. 

Namun kendati sudah ber-SK dan memiliki otonomi mengelola, Trijanto melihat sejumlah petani belum mampu mengelola secara maksimal. Mereka butuh kepastian aturan tersebut. 

Ia khawatir jika nanti sudah ada pengajuan ratusan ribu hektare, tak ada campur tangan kebijakan dan arahan dari pihak Pemprov Jatim akan muncul gejolak sosial. 

"Makanya untuk tahapan-tahapan ini kita desak agar dinas kehutanan, ATR/BPN, dinas perkebunan dan Kadivre Perhutani untuk nyengkuyung bareng-bareng lah. Menjadikan hutan lestari bisa sejahtera sesuai visi misi perhutanan sosial tersebut," ujarnya. 

Kekhawatiran kelima Kapak Jatim, jika tak ada campur tangan pihak pemerintah akan ada pungli maupun pungutan dari semua kebijakan tersebut. 

Ia menduga ada upaya-upaya yang terselubung dan sistematis untuk menggagalkan program pemerintah. 

Karena sampai detik ini, masyarakat di tingkat bawah masih multi tafsir terkait aturan. Misal di Lamongan, ada sekitar ratusan hektare yang sudah dikeluarkan dari area kerja Perum Perhutani. Artinya, tidak diperbolehkan ada kemitraan baru pasca regulasi baru. Namun faktanya, Trijanto menduga ada pola-pola kemitraan yang dilakukan oleh pihak Perhutani. 

Adanya multi tafsir juga berdampak pada potensi bentrokan antara petani dan dinas terkait. 

"Makanya, Pemprov harus segera hadir untuk legal standing," tandasnya. 

Dia juga mencontohkan, di Dinas Kehutanan ada lompatan luar biasa mengenai kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

Adalah pogram Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK) dari KLHK mencapai 45,48 persen dari total keseluruhan yang digelontorkan di seluruh pulau Jawa. Dan Jawa Timur termasuk provinsi paling banyak menerima program KHDPK dibanding provinsi lain.

Pengaturan KHDPK muncul dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23/2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, merupakan turunan UU Cipta Kerja. 

Substansi pengaturan ini adalah pemerintah pusat mengambil alih kewenangan pengelolaan hutan di Jawa sekitar 1,1 juta hektar dari Perum Perhutani. 

Kawasan hutan itu antara lain untuk kepentingan rehabilitasi hutan, dan perhutanan sosial. Lebih detail pengaturan areal dan lokasi ditetapkan melalui Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.287/2022.

"Program yang bagus ini harus ditopang dengan kebijakan Pemprov Jatim. Gubernur Khofifah pernah berjanji merevisi Perda Perhut. Tapi sampai sekarang belum ada kabarnya. 

Efeknya menjadi carut marut. Muncul mafia tanah. Masyarakat tidak lagi menjadi subyek utama. Pemahaman program ini di tingkat bawah menjadi multitafsir. Kami  ingin ada akselerasi kebijakan Perhut atau Perda. Sementara hingga sekarang belum terbentuk SK Pokja Pendamping. Padahal di wilayah lain seperti Jawa Barat dan Banten sudah terbentuk," tegasnya. 

Ditegaskan Trijanto, belum terbentuknya SK Pokja mengesankan masyarakat dibiarkan tanpa ada pendampingan dan tanpa ada manajerial pengelolaan hutan. 

Sementara tujuan pendampingan perhutanan sosial secara umum dapat membantu percepatan program perhutanan sosial masyarakat penerima izin akses kelola hutan melalui melalui 3 kelola, kelola kelembagaan, kelola kawasan dan kelola usaha.

Sejauh ini, lanjut Trijanto, diperoleh data dari 347 kelompok perhutanan sosial (KPS), telah terbentuk Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) atau sebesar 53 persen dari jumlah KUPS di pulau Jawa.

Dalam program Perhutanan Sosial, Presiden Jokowi telah menyerahkan Surat Keputusan (SK) Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) pada masyarakat. 

Pemerintah sendiri telah mengalokasikan lahan untuk perhutanan sosial dalam bentuk lima skema yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan, dan Hutan Adat. 

Di Jawa Timur sudah ada pelepasan 2.800 ha tahap pertama dari 502 ribu ha untuk perhutanan sosial. Sebagian kawasan untuk pemukiman di dalam hutan, pertanian dan kawasan tegakan pencegah banjir, erosi dan tanah longsor. 

Di mana yang selama ini dianggap ilegal, negara sudah hadir dengan output SHM atau sertifikat hak milik untuk pemukiman di dalam kawasan hutan. Sedang sisanya diajukan untuk skema hutan sosial. 

"Sudah ada lompatan," ucapnya. 

"Namun, jika ini tidak ditindaklanjuti hingga November 2023, maka akan ada gejolak di masyarakat sebab lahan tersebut akan diambil lagi oleh negara," urai Trijanto. 

Ditambahkan Trijanto, saat ini memang banyak pihak-pihak yang tidak setuju dengan adanya program perhutanan sosial dan reforma agraria. Pada akhirnya muncul banyak penyimpangan. 

"Ada upaya dari oknum-oknum tertentu untuk gagalkan skema perhutanan sosial. Adanya konflik berlarut-larut, itu memang sengaja dibiarkan," tandasnya. 

Sementara di Dinas Perkebunan juga terjadi masalah. Di antaranya terkait kesediaan pupuk. Permasalahan pupuk di tingkat petani cukup rumit. Tidak hanya disebabkan ketersediaan stok, tetapi juga pola sistem distribusi, termasuk mekanisme pembelian oleh petani.

Masalah lain Hak Guna Usaha (HGU), kata Trijanto, tinggal menunggu saja. Pasalnya, pengawasan HGU di Jawa Timur, tidak dilakukan secara serius. 

"Ini akan jadi bom waktu. Setelah 2 tahun penerima HGU secara konsisten harus mematuhi aturan. Wajib bagi perusahaan melakukan penanaman sesuai izinnya. Misalnya tanaman keras untuk mencegah cegah erosi. Faktanya HGU digunakan untuk menanam  tanaman nanas dan lain sebagainya yang tidak sesuai izin. Perusahaan menggandeng kemitraan dengan perusahaan luar dan masyarakat tidak diikutsertakan," jelas Trijanto. 

"Contoh lain, dulu lahan Perum Perhutani tidak dikelola, sekarang pihak mereka mau masuk dan bekerjasama dengan kejaksaan untuk menakut-nakuti masyarakat," demikian Trijanto.

Secara umum, Kapak Jatim mendesak pelaksanaan Perhutani sosial yang bebas KKN, mendesak program reformasi agraria bebas KKN, pengelolaan perkebunan bebas KKN, bongkar praktik mafia tanah, hutan dan perkebunan. 

Di tempat yang sama, Anggota Komisi B DPRD Jatim Nur Sucipto mendukung aspirasi yang disampaikan Koalisi Petani Anti Korupsi Jawa Timur.

"Kami dukung adanya pengawasan menyeluruh untuk pengelolaan lahan rakyat. Pasalnya, masih terjadi di lapangan satu komoditas dikelola oleh dua instansi. Tidak ada sinkronisasi. Saya sendiri sudah beberapa kali mengingatkan dinas-dinas terkait masalah ini," kata Sucipto. 

Masalah pupuk juga demikian. Sucipto menyebut pupuk di tingkat petani sulit ditemukan.  

"Pupuk ibarat demit, sulit ditemukan. Dari kementerian jatahnya hanya 60 persen. Akibatnya terjadi gejolak. Karena itu kami dukung kawan-kawan petani untuk menyampaikan aspirasinya. Bagaimana juga petani adalah pahlawan yang siapkan makan kita," ujarnya. 

Nur Sucipto berjanji pada pertemuan berikutnya akan berkoordinasi dengan enam instansi. Meliputi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Dinas Perkebunan, Dinas Perhutanan, BPN Jatim, Kadivre Perhutani dan BPSKL. 

"Akan kami agendakan tanggal 14  Agustus itu sehingga nanti enam kepala dinas hadir dan kami bisa menyampaikan apa yang menjadi permintaan harapan dari teman-teman aliansi bisa terpenuhi," ucapnya. 

Pertemuan ini juga meluruskan miss komunikasi antara Kapak Jatim dan DPRD Jatim. 

"Kalau yang kemarin itu terus terang kami tidak tahu, karena pas kami dinas luar kota ya, dan alhamdulillah hari ini kami datang. Dan surat kan belum sampai pada Komisi B sehingga saya temui saja. Adanya miss komunikasi tadi menjadi baik," ucap Nur Sucipto.

Komisi B memastikan akan mengundang semua kepala dinas terkait pada audiensi lanjutan 14 Agustus 2023.

"Kami undang semua supaya bisa hadir, kita tugaskan teman-teman tadi membuat list apa tujuan dan permintaan. Nanti bisa clear pada saat tanggal 14," ujarnya. 

Keenam dinas itu Kepala Dinas Perhutanan Jatim, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Jatim, Kepala Dinas Perkebunan, BPN, Kadivre Perhutani dan BPLSK sebagai instansi baru yang menangani tentang perhutanan sosial dan saat ini berpusat di Yogyakarta. 

"Itu akan kami hadirkan juga supaya saya ingin apa yang diminta teman-teman tadi itu clear nanti pada tanggal 14 sehingga kami sebagai anggota dewan sebagai fungsi pengawasan kita jalankan dan bisa menyelesaikan persoalan-persoalan itu," sambung Sucipto. 

Ia berharap dapat terbangun dialog antar aliansi dan lembaga eksekutif maupun legislatif. 

"Kalau demo kan energi terbuang, kalau dialog ini kan enak nyaman, semua harapan bisa tercapai," kata dia. 

Sementara terkait tuntutan adanya Pergub maupun Perda terkait perhutanan sosial, Nur Sucipto mengungkapkan, bahwa saat ini masih dalam tahap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) karena Undang-undang yang mengatur belum final sehingga dikhawatirkan tak ada cantolan payung hukum. 

"Saya khawatir seperti dulu, saya sudah membuat Perda Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan tahun 2016 mau digedok, Undang-undang nya belum ada, akhirnya cantol hukumnya Perda itu nggak ada. Akhirnya kita tunda dulu sampai Undang-undang turun baru setahun kemudian kita sahkan," ucap Nur Sucipto. 

Dengan menunggu kepastian payung hukum tersebut, maka tak ada kerja dua kali. 

"Kita tunggu, pokoknya tujuan mereka kita tampung kita selesaikan. Insya Allah nanti tanggal 14 ada titik temu kok," tandasnya.

Sucipto menegaskan bahwa seluruh undangan dinas harus hadir dalam pertemuan nanti. 

"Kalau tidak hadir kan ada stafnya bisa diwakili. Saya nggak mau kalau tanggal 14 nggak hadir," kata Anggota Komisi B DPRD Jatim Nur Sucipto usai menerima audiensi Koalisi Petani Anti Korupsi Jawa Timur (Kapak Jatim).(*)

Pewarta : Lely Yuana
Editor : Irfan Anshori
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.