TIMES JATIM, MALANG – Dari total 17 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Kota Malang, baru dua yang dinyatakan memenuhi standar kelayakan kebersihan dan keamanan pangan. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Malang pun telah menerbitkan rekomendasi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) bagi dua dapur tersebut sebagai syarat pengolahan makanan layak konsumsi.
Kepala Dinkes Kota Malang, dr Husnul Muarif mengatakan, penerbitan SLHS ini merupakan bagian dari pengawasan ketat terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
“Ini data sementara, ya. Insyaallah sudah dua yang kami terbitkan rekomendasi SLHS-nya. Dari rekomendasi itu, SPPG bisa mengurus sertifikatnya ke dinas perizinan melalui sistem IZOL,” ujar Husnul, Sabtu (18/10/2025).
Dari total 17 dapur SPPG yang terdaftar, sebanyak 12 dapur telah menjalani pelatihan penjamah makanan, inspeksi kesehatan lingkungan, dan pemeriksaan laboratorium sebagai bagian dari proses evaluasi kelayakan higiene dan sanitasi.
“Yang sudah mengikuti seluruh tahapan ada 12 dapur. Sisanya masih proses,” ungkapnya.
Dinkes kini masih menunggu hasil pemeriksaan lapangan dari petugas puskesmas untuk menentukan apakah ke-12 dapur tersebut layak mendapatkan rekomendasi SLHS. Penilaian dilakukan berdasarkan indikator yang ditetapkan Kementerian Kesehatan dan diterapkan berjenjang oleh Dinkes Kota Malang.
Sementara itu, lima dapur lainnya belum diperiksa karena belum beroperasi penuh. Namun seluruh tenaga pengelola dari 17 SPPG tersebut telah mengikuti pelatihan penjamah makanan sebagai kewajiban dasar sebelum beroperasi.
“Yang lima belum kami periksa karena memang belum berjalan. Tapi semua sudah ikut pelatihan,” jelasnya.
Husnul memaparkan, terdapat tiga indikator utama dalam penerbitan SLHS, yakni pelatihan penjamah makanan, inspeksi kesehatan lingkungan (IKL), serta pemeriksaan kualitas air dan uji swab pada alat masak. Jika salah satu indikator belum memenuhi standar minimal, maka pemeriksaan akan diulang setelah dilakukan perbaikan.
“Kalau nilainya belum memenuhi, kami minta perbaikan dulu. Misalnya untuk IKL, nilai minimalnya 80,” tuturnya.
Pengawasan ini, lanjut Husnul, kini dilakukan lebih ketat setelah ditemukannya mikroba pada porsi makanan program MBG yang diproduksi oleh salah satu SPPG di Kecamatan Lowokwaru pekan lalu. Temuan tersebut berasal dari hasil uji laboratorium terhadap sampel makanan yang rencananya akan dikirim ke SDN Dinoyo 2.
Kasus itu sempat menyita perhatian publik dan mendorong Pemerintah Kota Malang memperketat pengawasan terhadap seluruh dapur pengolah MBG agar kasus serupa tidak terulang.
“Akan kita perketat dan pengawasan SOP harus diperhatikan,” tegasnya. (*).
Pewarta | : Rizky Kurniawan Pratama |
Editor | : Hendarmono Al Sidarto |