TIMES JATIM, MALANG – Banyak topik menarik tentang psikologi dan kebijakan publik yang dibahas dalam Seminar Nasional dan Call for Paper, yang digelar oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Brawijaya (UB), Sabtu (25/10/2025).
Kegiatan bertajuk “Sinergi Psikologi: Menyatukan Komunitas dan Kebijakan Publik untuk Masyarakat yang Inklusif dan Berdaya” yang ditempatkan di Gedung Samantha Krida UB ini digelar secara hybrid Luring dan Daring.
Acara ini menghadirkan Ir. Budi Sarwoto, M.M., Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Timur sebagai keynote speaker, serta menghadirkan narasumber seperti Ali Mashuri, S.Psi., M.Sc., Ph.D., akademisi dan peneliti sosial UB, serta Nurul Saadah Andriani, S.H., M.H., Direktur Sentra Advokasi Perempuan, Difabel, dan Anak (SAPDA). Diskusi dipandu oleh Dr. Ika Rahma Susilawati, S.Psi., M.Psi dan Cleoputri Al Yusainy, M.Psi., Ph.D.
Kegiatan ini menjadi wadah dialog lintas disiplin ilmu untuk memperkuat kolaborasi antara akademisi, masyarakat, dan pembuat kebijakan, khususnya dalam isu-isu inklusivitas, kesejahteraan sosial, serta kebijakan publik berbasis psikologi.
Ketua pelaksana, Dr. Lusy Asa Akhrani, S.Psi., M.Psi., menjelaskan bahwa kegiatan ini berangkat dari keprihatinan terhadap minimnya pelibatan akademisi psikologi dalam perumusan kebijakan publik.
Dia menyebut, selama ini psikologi dan kebijakan publik itu seolah dua hal yang berbeda. "Padahal, masyarakat itu butuh disentuh secara psikologis. Itu yang hilang di banyak kebijakan publik kita," ujarnya.
"Selama ini semuanya dianggap harus sesuai dengan kebutuhan pemerintah, sedangkan pendekatan terhadap masyarakat belum tersentuh,” lanjutnya.
Seminar "Sinergi Psikologi: Menyatukan Komunitas dan Kebijakan Publik untuk Masyarakat yang Inklusif dan Berdaya" yang digelar FISIP UB di Gedung Samantha Krida, Sabtu (25/10/2025). (Foto: Achmad Fikyansyah/TIMES Indonesia)
Lusy menambahkan, melalui seminar ini pihaknya berharap ada sinergi nyata antara akademisi, masyarakat, dan pemerintah. “Dampaknya nanti diharapkan bisa muncul sinergi antara masyarakat, akademisi, psikologi, dan pemerintah. Dari hasil presentasi para pemakalah nanti bisa dirumuskan menjadi rekomendasi atau tindak lanjut riset,” ujarnya.
Tahun ini, kegiatan Call for Paper menerima 117 naskah dari berbagai daerah di Indonesia, sementara peserta seminar tercatat mencapai sekitar 250 orang. Menurut Lusy, hal ini menunjukkan antusiasme akademisi lintas bidang terhadap upaya membangun pendekatan kebijakan publik yang lebih manusiawi dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
Dekan FISIP UB, Dr. Ahmad Imron Rozuli, S.E., M.Si., mengapresiasi kegiatan ini dan menilai pentingnya menjadikannya agenda rutin kampus untuk memperkuat tradisi ilmiah dan keterlibatan publik.
“Forum seperti ini penting untuk dirutinkan. Selain memperkaya aspek akademik, kegiatan semacam ini juga membuka ruang dialektika antara kampus dan masyarakat. Harapannya, forum ilmiah tidak berhenti di ruang akademis, tapi berlanjut pada rencana tindak lanjut yang nyata,” tutur Dr Imron.
Dia melanjutkan, FISIP UB berkomitmen membuka diri bagi keterlibatan masyarakat dalam kegiatan kampus. Imron menegaskan bahwa jampus tidak boleh menjadi ruang yang eksklusif.
"Kita ingin membangun kebiasaan agar masyarakat sekitar juga merasa memiliki kampus ini. Begitu pula sebaliknya, sivitas akademika juga terlibat dalam kegiatan sosial masyarakat,” tegasnya.
Untuk mewujudkan hal itu, telah banyak hal yang telah dilakukan oleh FISIP UB. Termasuk dengan meluncurkan Tobacco Research Development Corner (TRDC) yang diharapkan bisa menjadi wadah advokasi para petani tembakau yang ada di Indonesia.
Melalui kegiatan ini, FISIP UB berharap dapat memperkuat sinergi antara keilmuan psikologi dan kebijakan publik, sehingga mampu melahirkan solusi inklusif bagi berbagai persoalan sosial di Indonesia. (*)
| Pewarta | : Achmad Fikyansyah |
| Editor | : Hendarmono Al Sidarto |