TIMES JATIM, MALANG – DPRD Kabupaten Malang serius mendorong solusi penanganan dampak pencemaran lingkungan akibat sampah di TPA Supit Urang Kota Malang. Dewan meminta realisasi penanganan secepatnya, mengingatkan masyarakat terdampak mengalami pencemaran sudah bertahun-tahun.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Malang, Tantri Bararoh menandaskan, penanganan dampak pencemaran terhadap warga yang diakibatkan TPA Supit Urang, sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi.
"Kami menindaklanjuti apa yang menjadi aspirasi dan keluhan masyarakat terdampak, yang sudah mengeluh bertahun-tahun. Sudah kita awali kesepakatan dengan pihak Komisi C DPRD Kota Malang. Sepakat sama-sama mengawal. Tinggal komitmen Bupati dan Walikota Malang untuk penanganannya," ungkap Tantri Bararoh, kepada TIMES Indonesia, Kamis (22/5/2025).
Skema solusi yang biisa direalisasikan, lanjutnya, adalah menggantikan sumber air bersih yang sehari-hari dibutuhkan di permukiman warga terdampak. Yakni, dengan dibangun sumur artesis untuk menjamin kesehatan warga sekitar.
Tantri menegaskan, akan mendukung dengan komitmen dua daerah untuk mengatasi derita warga terdampak.
"Kalau membutuhkan dukungan APBD, maka akan kita selesaikan dalam pembahasan PAK APBD tahun ini juga. Sisanya, harus didukung melalui bantuan CSR," demikian politisi Fraksi PDI Perjuangan ini.
Dampak Pencemaran Air Menghantui Sejak 2017
Untuk diketahui, masyarakat terdampak pencemaran akibat sampah di TPA Supit Urang Kota Malang ini mencakup tiga wilayah desa yang berbatasan. Yakni, di Desa Jedong, Dalisodo dan Pandanlandung, di kecamatan Wagir Kabupaten Malang.
Koordinator Gama Desa yang mewakili warga terdampak di wilayah Desa Jedong Wagir Kabupaten Malang, Joko Mulyono, membeberkan terkait alasan protesnya, akibat pencemaran yang ditimbulkan TPA Supit Urang, pada Agustus 2023 lalu.
Menurutnya, secara keseluruhan warga dari 7 (tujuh) RT di Dusun Jurangwugu Desa Jedong Wagir Kabupaten Malang, yang selama ini terdampak.
Joko mengaku, selama ini masyarakat terdampak sudah meminta empati sekaligus pertanggungjawaban, khususnya warga di Jurangwugu, dan lingkungan sekitar.
Menurutnya, dampak lingkungan sekitar TPA Supit Urang, menyebabkan air sungai terkotori, limbah dan tumpukan sampah yang meluber menutupi sungai pembatas TPA Supiturang dengan permukiman warga Jurangwugu.
"Dampaknya ke sungai, yang dulunya sedalam 4 meter, kini tersisa hanya sekita 1,5 meter. Airnya jadi pekat, bercampur lindi. Padahal, dulunya kerap dimanfaatkan warga sekitar untuk bersih-bersih. Ada sumber air di bawahnya," beber Joko.
Saat musim penghujan, banyak lalat dari timbunan sampah yang membusuk masuk ke rumah-rumah warga. Selain mencemari lingkungan, warga juga mengkhawatirkan dampak rawan longsor pada tumpukan sampah yang saat ini menggunung dekat sempadan sungai.
Pada akhir Agustus 2023 lalu, aksi protes kerusakan lingkungan terdampak TPA Supiturang ini, dilakukan perwakilan warga Dusun Jurangwugu, melalui Gama Desa. Keluhan mereka sempat disampaikan ke DPRD Kota Malang, yang ditemui anggota dewan di Komisi C DPRD setempat.
Joko, mengatakan, keluhan warga terkait dampak aktivitas TPA Supiturang sebenarnya sudah lama, oleh warga dusun lainnya, yakni sekitar 2017 lalu. Namun saat itu warga hanya mendapatkan kompensasi berupa mesin pompa air.
"Kami meminta ada fasilitas pengganti air bersih, berupa sumur artesis, karena sumur warga sudah banyak yang kotor airnya. Yang kedua, kami meminta fasilitas kesehatan, termasuk pula mobil siaga, agar warga terdampak tetap terjamin kesehatannya," tegas pria yang juga mengaku seorang guru ini.
Dari permukiman warga terdampak di 7 RT Desa Jedong itu, kata Joko, yang paling dekat terkena dampak ada di RT 06 dan RT 07 di RW 10. Di permukiman ini, menurutnya ditinggali setidaknya 405 KK, dengan jumlah populasi sekitar 1.300 jiwa. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |