TIMES JATIM, SURABAYA – Pemkot Surabaya menegaskan komitmennya untuk memperketat pengawasan terhadap rumah kos atau kontrakan di seluruh wilayah Kota Pahlawan.
Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Achmad Zaini, menyampaikan bahwa yustisi atau operasi kos-kosan, sudah lama dilakukan semua Perangkat Daerah (PD) terkait di lingkup Pemkot Surabaya.
"Dan yang tidak ketinggalan adalah partisipasi dari RT/RW yang ada di Kota Surabaya,” ujar Zaini, Senin (22/9/2025).
Menurutnya, pengawasan rumah kos atau kontrakan tidak bisa hanya dilakukan oleh Pemkot Surabaya, melainkan perlu dukungan warga baik melalui struktur RT dan RW. Terlebih di Kota Surabaya ada sekitar 9.149 RT dan 1.360 RW.
"Tentunya seperti yang disampaikan Bapak Wali Kota Eri Cahyadi, bahwa akan mengaktifkan kembali, mengefektifkan kembali adanya Kampung Pancasila,” tuturnya.
Zaini juga menekankan bahwa pengawasan kos-kosan telah diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 1994 tentang Usaha Pemondokan di Surabaya. Termasuk pula diatur dalam Perwali Nomor 79 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Usaha Pemondokan.
"Kos-kosan ada beberapa kriteria yang harus menyampaikan izin dan harus melibatkan, melaporkan kepada RT dan RW. Ini sesuatu yang sangat penting,” tambahnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, Eddy Christijanto, menegaskan bahwa operasi kos-kosan merupakan bagian dari pendataan administrasi kependudukan (Adminduk) yang sudah berjalan sejak 2023.
"Sebenarnya ini sejak tahun 2023, kita menerapkan untuk melakukan pendataan administrasi kependudukan, termasuk penduduk luar kota Surabaya. Itu pun juga diatur di Permendagri 74 tahun 2022 tentang pendataan penduduk non-permanen,” jelas Eddy.
Ia mengungkapkan, pendataan ini penting agar pemerintah mengetahui jumlah warga luar kota yang tinggal di Surabaya serta lokasi tempat tinggal mereka, baik di kos-kosan, kontrakan, maupun rumah keluarga.
"Dalam rangka supaya kita ketika ada terjadi permasalahan sosial itu ngelacaknya gampang. Karena kami sering dijadikan jujukan aparat penegak hukum (APH) untuk melihat data penduduk baik itu Kota Surabaya maupun luar Kota Surabaya,” tambahnya.
Eddy menegaskan bahwa dengan adanya pendataan non-permanen, maka pemkot akan lebih mudah memastikan keberadaan penduduk dari luar kota. "Sehingga ketika terjadi hal yang sifatnya darurat, kita mudah untuk menghubungi,” ungkapnya.
Selain itu, Eddy juga menekankan pentingnya keterlibatan warga dalam menjaga lingkungan. "Ketika kita tahu siapa orang yang tinggal di wilayah kita, akhirnya komunikasi, menjaga lingkungan, ketertiban dan sebagainya akan lebih mudah,” ucapnya. (*)
Pewarta | : Siti Nur Faizah |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |