TIMES JATIM, PACITAN – Anggaran jumbo Rp6 miliar sudah digelontorkan dari Dana Alokasi Khusus (DAK). Targetnya untuk tekan angka stunting, kuatkan program KB, dan lindungi perempuan dan anak. Tapi ironisnya, meski angka stunting merosot tajam, kasus pelecehan seksual dan KDRT di Pacitan justru melonjak.
“Anggaran itu tidak hanya untuk Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE), tapi juga operasional 12 balai di seluruh kecamatan. Untuk listrik, air, pelayanan KB seperti MOP, MOW, dan juga honor bidan dan dokter,” terang Kepala Dinas PPKB dan PPPA Pacitan, Jayuk Susilaningtyas, Jumat (20/6/2025).
Uang miliaran ini juga digelontorkan untuk membiayai kegiatan Kampung KB demi mengedukasi warga tentang pentingnya perencanaan keluarga. Bahkan, pelayanan KB bermitra langsung dengan bidan di desa-desa.
Yang menarik, menurut Jayuk, kesadaran masyarakat tentang KB kini makin tinggi. Tapi pemerintah tetap mendorong warga memilih kontrasepsi jangka panjang seperti implan dan spiral. “Termasuk MOP untuk laki-laki dan MOW untuk perempuan,” tambahnya.
DAK Jumbo, Tapi Anak dan Perempuan Masih Rentan
Di balik angka yang menurun, realita sosial yang muncul bikin hati tercubit. Angka pernikahan dini memang menurun drastis dari hampir 400 kasus pada 2022, menjadi sekitar 70-an kasus pada 2024, dan belum mencapai 40 kasus hingga pertengahan 2025.
Namun di sisi lain, kasus kekerasan justru naik. “Tahun lalu 15 kasus, tahun ini sampai pertengahan tahun sudah 19 kasus. Itu yang dilaporkan. Yang tidak dilaporkan tapi tetap kami dampingi juga ada,” ungkap Jayuk.
Yang bikin miris, mayoritas kasus menyasar anak-anak dan perempuan. “Yang paling banyak kami tangani itu pelecehan seksual. Korbannya rata-rata anak dan perempuan,” tegasnya.
Jayuk menyebut lonjakan ini bukan karena kejadian bertambah, melainkan karena warga mulai berani melapor berkat sosialisasi program Pelopor dan Pelapor (2P).
Di sisi lain, kinerja Pemkab Pacitan dalam menurunkan angka stunting layak diacungi jempol. Berdasarkan survei SSGI 2024, angka stunting di Pacitan turun dari 20,9 persen menjadi 11,8 persen. Artinya, ada penurunan sebesar 9,1 persen. Sebuah capaian besar!
“Ini berkat kerja bareng semua OPD. Dinkes, Dindik, Kominfo, PUPR, Bappeda, sampai ormas dan pemdes. Semua ikut menekan angka stunting,” ucap Jayuk.
Kalau dijumlahkan, anak yang teridentifikasi stunting masih mencapai 4 ribu lebih. Dinas PPKB dan PPPA sendiri fokus pada mencegah anak-anak baru jatuh dalam lingkaran stunting. “Yang sudah stunting juga kami intervensi agar bisa sembuh,” ujarnya.
80 Persen Stunting Karena Pola Asuh Salah
Fakta yang bikin mengernyit: sekitar 80 persen penyebab stunting di Pacitan berasal dari pola asuh yang keliru. Baru kemudian disusul faktor kesehatan dan gizi buruk.
Untuk itu, Dinas PPKB dan PPPA kini all-out mendorong Sekolah Orang Tua Hebat. “Hampir semua desa sudah punya. Pesertanya bukan cuma ibu muda. Bisa juga nenek atau ayahnya,” jelas Jayuk.
Mereka diberikan 13 materi penting. Mulai dari PHBS, motorik anak, menjauhkan anak dari medsos, pendidikan karakter, sampai perencanaan keluarga. “Kami lagi gencar menggugah peran ayah dalam pengasuhan,” tegasnya.
Program ini dianggap strategis karena menyasar akar persoalan, yaitu siapa yang sebenarnya mengasuh anak-anak di rumah?
“MPASI diberikan setelah usia 6 bulan. Tapi soal anggaran untuk itu, kami nggak punya tupoksi. Itu domain Dinas Kesehatan dan Pemdes,” jelasnya, sambil tersenyum getir.
Pacitan boleh bangga karena angka stunting anjlok drastis. Tapi PR besar masih ada di depan mata, bagaimana anak-anak dan perempuan bisa benar-benar terlindungi dari kekerasan seksual. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Anggaran Rp6 Miliar Digelontorkan, Tapi Kasus Pelecehan Seksual Anak di Pacitan Terus Naik
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Deasy Mayasari |