TIMES JATIM, LAMONGAN – Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 bukan hanya soal angka. Ini adalah bukti nyata bagaimana setiap transaksi yang kita lakukan, dari beli nasi bungkus hingga ongkos transportasi, menjadi penyokong utama keuangan negara. Tapi, siapa sebenarnya yang diuntungkan?
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Lamongan (Unisla), Dr. Abid Muhtarom, menyebut rakyat Indonesia sebagai "Bos Besar" negara.
"Rakyat adalah investor terbesar APBN. Setiap tahun, belanja rakyat menghasilkan Rp 2.456 triliun, mencakup lebih dari 70 persen total APBN," ujar Abid.
Namun, fakta ironis muncul. Sebagai penyumbang terbesar, rakyat justru sering diperlakukan tidak adil. Dari kehilangan tanah hingga kriminalisasi, banyak yang merasa hak-haknya sebagai pemilik negara diabaikan.
"Padahal, setiap rupiah PPN digunakan untuk menggaji aparat dan membiayai operasional pemerintahan," katanya.
Keadilan PPN, Miskin Kaya Sama di Mata Pajak
PPN tidak mengenal kelas sosial. Baik rakyat miskin maupun kaya, semua membayar pajak yang sama. Bahkan kebutuhan dasar seperti air mineral pun tak lepas dari beban PPN. Namun, bagaimana dengan hak mereka?
Sebagai investor terbesar, rakyat sejatinya layak mendapatkan pelayanan terbaik dari pemerintah. Sayangnya, pelayanan publik masih jauh dari harapan.
"Pelayan rakyat, dari presiden hingga pejabat RT, sering lupa bahwa mereka bekerja untuk rakyat, bukan sebaliknya," katanya.
Menurut Abid, rakyat memiliki hak untuk tahu bagaimana uang yang mereka setorkan dikelola. Transparansi pengelolaan anggaran adalah bentuk penghormatan terhadap kontribusi rakyat.
"Setiap tindakan merugikan rakyat adalah pengkhianatan terhadap amanah," ucapnya.
PPN 12 Persen, Rakyat Menanggung, Negara Berkuasa
Dengan kenaikan PPN ini, kontribusi rakyat semakin besar. Namun, apakah pemerintah akan menjawab dengan memberikan hak yang setara? Atau justru rakyat hanya dianggap sebagai objek kebijakan yang bisa diperas tanpa henti?
"Sebagai Bos Besar, rakyat harus bangkit menyadari posisi mereka. Menuntut hak, menghentikan kesewenang-wenangan, dan memastikan setiap rupiah pajak kembali untuk mereka. Karena tanpa rakyat, negara tidak akan berdiri," ujar Abid, Dekan FEB Unisla. (*)
Pewarta | : Moch Nuril Huda |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |