TIMES JATIM, MALANG – Sidang perkara dugaan pemalsuan merek Pioneer CNC Indonesia dengan terdakwa Syaiful Adhim (34) kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Kabupaten Malang, kembali digelar, Senin (8/9/2025). Sidang lanjutan ini setelah pekan lalu penasihat hukum terdakwa menyampaikan eksepsi (nota keberatan) atas dakwaan, pekan lalu.
Sidang perkara tersebut dipimpin Hakim Ketua Agus Soetrisno, S.H., dengan anggota majelis Hakim anggota Nanang Dwi Kristanto, S.H., dan Reno Hanggara, S.H.
Dalam agenda persidangan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tanggapannya dalam sidang di Pengadilan Negeri Kepanjen. JPU menilai eksepsi yang diajukan hanya bersifat formalitas dan tidak punya dasar hukum kuat.
Menurut JPU, seluruh unsur dalam Pasal 100 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis sudah terpenuhi, sehingga perkara ini harus tetap dilanjutkan ke tahap pembuktian.
Sebaliknya, Jaksa menilai dalil keberatan yang disampaikan pihak terdakwa tidak relevan dengan inti perkara. Oleh karena itu, JPU meminta majelis hakim menolak seluruh eksepsi dan melanjutkan sidang pada pokok perkara.
Proses hukum yang berjalan sampai saat ini, terdakwa Syaiful Adhim masih bergeming. Ia belum mau mengakui perbuatannya meskipun bukti-bukti sudah dipaparkan penyidik sejak tahap penyelidikan.
Di luar ruang sidang, Freddy Nasution (35), pemilik sah merek Pioneer CNC Indonesia mengaku kecewa atas sikap terdakwa. Ia menilai, sikap membantah dan terkesan mengulur waktu hanya menambah luka bagi para pelaku usaha yang dirugikan.
Selain terdakwa, kata Freddy, pihak-pihak yang dipastikan terlibat dalam proses produksi, distribusi hingga promosi produk CNC ilegal juga bisa terkena dakwaan.
Ia meminta proses hukum hanya berhenti pada penangkapan Syaiful Adhim saja. Selebihnya, seluruh pihak yang membantu Syaiful Adhim dalam praktik kotornya itu mestinya dimintai pertangungjawaban secara hukum.
Sementara itu, kuasa hukum Freddy, Didik Lestariyono, S.H., M.H., menegaskan bahwa proses hukum bahkan tidak akan berhenti hanya pada terdakwa utama.
"Jika terbukti ada pihak lain yang ikut menjalankan produksi, distribusi, hingga promosi mesin cutting palsu tersebut, maka semuanya dapat dijerat Pasal 55 KUHP tentang turut serta melakukan tindak pidana," tandas Didik.
Tak hanya itu, Didik bahkan menegaskan, pihaknya telah meminta atensi Mahkamah Agung dan Kejaksaan Tinggi agar memberikan pengawasan khusus terhadap jalannya persidangan perkara ini. Itu dilakukan untuk memastikan proses hukum berjalan bersih, transparan, dan tidak bisa diintervensi pihak manapun.
Sebagai informasi, kasus ini bermula dari penggerebekan gudang ilegal yang menjadi lokasi barang mesin CNC palsu tersebut oleh Satreskrim Polres Malang, pada 22 Juli 2025 lalu. Dari penggrebekan ini, polisi akhirnya menahan Syaiful Adhim, dan berlanjut ke persidangan. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Imadudin Muhammad |