TIMES JATIM, SURABAYA – Gerakan Mengajak Sedekah atau yang biasa disingkat Gemes, mulai dikenal luas lantaran konsisten berupaya mengentaskan kemiskinan lewat pendidikan sejak empat tahun lalu.
Terhitung sudah 200 anak di Jawa Timur yang terbantu oleh kedermawanan para donatur Gemes.
Tak sedikit dari mereka yang dibantu sejak usia TK.
Menariknya, Gemes menjadi gerakan sosial yang sepi sensasi.
Bahkan di awal pendiriannya, Gemes tak ingin dikenal orang alias anonim.
"Sebetulnya secara komunitas sosial kami sudah sekitar 10 tahun yang lalu, cuma belum punya nama yang valid. Kami pernah bernama pura-pura alim dan Surabaya asik. Waktu mulai dikenal orang, kami menghilang. Jujur nggak kepingin diketahui orang, karena memang kami masih merasa kurang pantas untuk diperlihatkan," ungkap Hadi Prayitno, Ketua Pengurus Gemes kepada TIMES Indonesia, Rabu (2/5/2021)
Gemes baru mulai masuk ke ranah pendidikan sejak empat tahun terakhir.
Lantaran banyaknya permintaan untuk membantu anak dari keluarga kurang mampu.
"Untuk anak yang kita danai, awal-awal ditemukan secara tidak sengaja. Lalu karena mulai dikenal, orang-orang mulai banyak yang melaporkan. Tapi karena kami keterbatasan waktu, dana, dan tanggung jawab, kami mulai memfilter," jelas Hadi.
"Jadi kami benar-benar mensurvei, melakukan pendekatan secara langsung permasalahan kenapa putus sekolah itu dan benar-benar kami cari permasalahan inti bukan hanya dari orangtua atau anaknya saja tapi juga dari pihak sekolah," imbuhnya.
Setiap anak putus sekolah yang telah lolos survei akan dicarikan donatur untuk mendanai sekolahnya. Namun sementara Gerakan Mengajak Sedekah hanya mengkoordinir untuk kebutuhan SPP saja. Hal tersebut untuk menjaga kemurnian Gemes sebagai penyalur yang bersifat suka rela dan tidak mengambil sepeser pun uang donasi. (*)
Pewarta | : Ammar Ramzi (MG-235) |
Editor | : Dody Bayu Prasetyo |