TIMES JATIM, PROBOLINGGO – Tradisi Toron Petolekoran masih menjadi budaya yang bertahan kuat di tengah masyarakat Pulau Gili Ketapang, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Tradisi ini rutin digelar setiap tanggal 27 Ramadan dan menjadi momen bagi ribuan warga pulau tersebut untuk turun ke Kota Probolinggo, berbelanja kebutuhan Lebaran dan bersilaturahim.
Keseruan tradisi ini tampak di Dermaga Pelabuhan Tanjung Tembaga, Kota Probolinggo, Kamis (27/3/2025). Warga Gili Ketapang terlihat berbondong-bondong turun dari kapal penumpang dan langsung menyebar ke pusat pertokoan.
Namun tahun ini, jumlah warga yang mengikuti tradisi Toron Petolekoran mengalami penurunan. Jika tahun sebelumnya mencapai 3.000 hingga 4.000 orang, tahun ini hanya sekitar 2.000 warga yang turun ke kota.
Sudah Tradisi Turun-Temurun
Kepala Desa Gili Ketapang, Badrul Munir, menyampaikan, Toron Petolekoran merupakan tradisi turun-temurun yang telah mengakar kuat di masyarakat setempat.
“Toron Petolekoran ini sudah menjadi tradisi setiap bulan Ramadan. Warga turun ke Kota untuk belanja kebutuhan Lebaran. Ini sudah dilakukan dari generasi ke generasi,” ujarnya.
Munir menyebut, sebanyak 50 kapal dikerahkan untuk mengangkut sekitar 2.000 warga dari Dermaga Gili ke Tanjung Tembaga secara bergantian.
Warga Gili Ketapang umumnya memburu kebutuhan Lebaran seperti baju baru, kue kering, hingga perhiasan.
Aktivitas belanja biasanya berlangsung hingga petang, dan jika terlalu malam, mereka memilih menginap di rumah kerabatnya di kota.
Setelah selesai berbelanja, warga kembali ke pulau untuk melanjutkan ibadah puasa dan merayakan Lebaran di sana.
“Warga tidak pergi ke luar pulau selama Lebaran, sampai Lebaran Ketupat atau hari ketujuh Idul Fitri,” jelas Munir.
Penurunan jumlah peserta tradisi tahun ini, menurut Munir, dipengaruhi cuaca ekstrem yang berdampak pada hasil tangkapan nelayan.
Antusiasme Warga dan Pengamanan Polisi
Soleha, salah satu warga Gili Ketapang, mengaku baru pertama kali mengikuti Toron Petolekoran. Ia turun bersama suami dan anaknya untuk membeli keperluan Lebaran.
“Iya, ini saya ikut tradisi Petolekoran untuk belanja kebutuhan Lebaran. Rencananya, saya mau beli baju dan kue buat Lebaran,” kata Soleha.
Soleha biasanya menghabiskan sekitar Rp 500 ribu atau lebih untuk berbelanja, lalu pulang usai Ashar dengan menumpang kapal kembali ke Gili.
Sementara itu, Polres Probolinggo Kota menurunkan personel untuk mengawal kegiatan masyarakat selama tradisi ini berlangsung.
Kasat Binmas Polres Probolinggo Kota, AKP Imam Syafi’i, mengatakan pihaknya memberikan imbauan kamtibmas kepada warga yang turun ke kota.
“Kami ingin memberikan rasa aman dan nyaman bagi warga. Karena pusat pertokoan cukup padat dan rawan tindak kejahatan,” jelasnya.
Polisi mengimbau warga untuk menjaga barang-barang berharga seperti dompet, handphone, dan perhiasan.
Pengawasan juga dilakukan di pelabuhan dan pusat perbelanjaan, serta kepada operator kapal agar menyediakan alat keselamatan seperti pelampung.
Tradisi Toron Petolekoran menjadi salah satu kearifan lokal yang masih lestari di tengah arus modernisasi. Selain menjadi ajang belanja, tradisi ini mempererat hubungan sosial dan memperkaya budaya masyarakat pesisir di Probolinggo. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Tradisi Toron Petolekoran: 2.000 Warga Gili Ketapang Serbu Kota Probolinggo
Pewarta | : Sri Hartini |
Editor | : Deasy Mayasari |