https://jatim.times.co.id/
Berita

Mbah Wali Hasan, Sosok Penyebar Agama Islam dan Pejuang Kemerdekaan di Banyuwangi

Jumat, 07 November 2025 - 17:11
Mbah Wali Hasan, Sosok Penyebar Agama Islam dan Pejuang Kemerdekaan di Banyuwangi Makam Mbah Wali Hasan di Dusun Sumberkepuh, Desa Kedungwungu, Kecamatan Tegaldlimo, Banyuwangi. (FOTO: Ikromil Aufa/TIMES Indonesia)

TIMES JATIM, BANYUWANGI – Di ujung selatan Banyuwangi, tepatnya di Dusun Sumberkepuh, Desa Kedungsari, Kecamatan Tegaldlimo, terdapat sebuah makam yang tak pernah sepi dari peziarah.

Ya, makam itu adalah tempat peristirahat terakhir Abu Hasan Basri atau yang lebih kondang dikenal dengan Mbah Wali Hasan, sosok waliyullah yang dikenal sebagai penyebar agama Islam sekaligus pejuang kemerdekaan melawan penjajah Belanda.

Meski telah sedo sejak tahun 1953, nama Mbah Wali Hasan tetap harum di kalangan masyarakat Banyuwangi. Sosoknya dikenang karena dakwah yang santun dan perjuangannya dalam mempertahankan tanah air.

Dzurriyah Sunan Gunung Jati

Asal mula kedatangannya ke Banyuwangi tidak tercatat pasti. Namun, juru kunci makamnya, Walijan (82), menyebut bahwa sang wali datang dari daerah Buntet, Cirebon, Jawa Barat, dan masih memiliki darah keturunan Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati.

Salah-satu-peziarah-yang-sedang-membaca-tahlil.jpgSalah satu peziarah yang sedang membaca tahlil di makam Mbah Wali Hasan. (FOTO: Ikromil Aufa/TIMES Indonesia)

Menurut Mbah Walijan, ulama kharismatik itu merupakan putra dari pasangan Abdul Mu’in dan Raden Ratna, yang makamnya berada di kompleks pemakaman Sunan Gunung Jati di Cirebon.

“Mbah Wali Abu Hasan Basri ini masih keturunan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Garis keturunan beliau memang waliyullah,” sebut Mbah Walijan, saat ditemui di kompleks makam, Jumat (7/11/2025).

Awal Dakwah dan Jejak Penyebaran Agama Islam di Bumi Blambangan

Mbah Walijan menceritakan, perjalanan dakwah Mbah Wali Hasan di Banyuwangi, dimulai ketika beliau meninggalkan tanah kelahirannya di Cirebon dan memulai pengembaraan panjang menuju ujung timur Pulau Jawa.

Kompleks-makam-Mbah-Wali-Hasan.jpgKompleks makam Mbah Wali Hasan. (FOTO: Ikromil Aufa/TIMES Indonesia)

Dalam perjalannya, sempat menetap di Kecamatan Gambiran, sebelum akhirnya melangkah lebih jauh ke arah timur.

Langkah dakwahnya kemudian terhenti di Dusun Sumberkepuh, Desa Kedungwungu, Kecamatan Tegaldlimo, sebuah kawasan yang saat itu masih berupa hutan lebat dengan permukiman penduduk yang minim.

Di tempat inilah perjumpaan bersejarah terjadi antara Mbah Wali Hasan dan seorang petani pembajak sawah bernama Abdul Sahid, yang dikenal memiliki lahan cukup luas.

Kagum dengan keteguhan dan semangat Mbah Wali Hasan dalam menyebarkan ajaran Islam, Abdul Sahid, kemudian menghadiahkan sebidang tanah untuk dijadikan Langgar atau Mushola dan rumah tinggal.

Tanah pemberian tersebut, kini menjadi kompleks makam yang ramai dikunjungi peziarah. Di tempat itu juga Mbah Wali Hasan mengajarkan ajaran Islam kepada masyarakat sekitar. Awalnya, hanya satu dua santri yang datang, namun jumlahnya terus bertambah dari waktu ke waktu.

Dalam perjalanan dakwahnya, Mbah Wali Hasan tidak hanya mengajarkan ilmu agama di Sumberkepuh. Pergerakannya juga meluas hingga ke berbagai wilayah sekitar, seperti Desa Sumberberas dan Kedungrejo, Kecamatan Muncar.

Di setiap tempat yang disinggahi, selalu meninggalkan jejak berupa masjid atau mushola yang hingga kini masih berdiri dan dimanfaatkan masyarakat untuk beribadah.

Pejuang Kemerdekaan yang Memiliki Karomah

Selain sebagai ulama penyebar Islam, Mbah Wali Hasan, dikenal pula sebagai pejuang kemerdekaan yang gigih melawan penjajah Belanda. Dalam setiap pertempuran, keselamatan rakyat selalu menjadi prioritas utamanya.

“Londo (Belanda) itu sering menyerang tempat persembuiannya (Mbah Wali Hasan), tapi tembakan mereka selalu meleset. Pernah juga tank Belanda mau menyerang tak bisa lewat karena jalan tiba-tiba ambles,” cerita Mbah Walijan yang dikisahkan turun-temurun.

Berbagai peristiwa di luar nalar juga kerap dikaitkan dengan karomahnya. Salah satu kisah yang masih populer adalah tentang teko ajaib di kediamannya. Air dalam teko tersebut, konon, bisa berubah menjadi kopi, teh, atau air putih sesuai dengan keinginan tamunya.

“Jadi air yang keluar dari teko itu sesuai dengan krentek (batin) tamunya mau minum apa. Bisa kopi, teh, atau juga air putih,” tutur Mbah Walijan.

Makam yang Tak Pernah Sepi

Hingga kini, makam Mbah Wali Hasan menjadi tujuan peziarah dari berbagai daerah. Bahkan, pejabat sekelas Kepala Dinas, Bupati dan Wakil Bupati, hingga Menteri pernah berkunjung ke makamnya.

Suasana damai langsung terasa begitu memasuki area makam. Setiap malam Jumat, terutama saat Jumat Legi dan bulan Ramadan, jumlah peziarah meningkat signifikan. Ribuan orang datang silih berganti untuk berziarah dan berdoa, menjadikan tempat ini tak pernah sepi dari lantunan doa.

“Kalau hari-hari biasa, yang paling ramai ya pas malam Jumat Legi. Kalau pas hari biasa ya ada saja meski hanya satu dua orang,” ujar Mbah Walijan.

Sementara itu, salah satu peziarah, Moh Hasan Bisri, mengaku rutin berziarah ke makam Mbah Wali Hasan setiap malam Jumat Legi.

Menurut Bisri, sapaan kondang Moh Hasan Bisri, selain untuk berdoa dan mengenang perjuangan sang wali, ziarah ini juga menjadi cara untuk menyambung tali silaturahmi yang konon masih ada hubungan sanak family dengannya.

“Sudah lama saya sering ke sini (Makam Mbah Wali Hasan). Di sini bukan hanya tempat ziarah, tapi juga pengingat tentang bagaimana perjuangan dan ketulusan beliau dalam menyebarkan Islam,” kata warga Dusun Krajan, Desa Temuasri, Kecamatan Sempu, Banyuwangi itu.

Warisan Dakwah yang Tak Pernah Padam

Warisan dakwah dan perjuangan Mbah Wali Hasan, tetap hidup dalam kehidupan masyarakat Banyuwangi. Masjid dan mushola peninggalannya masih berdiri, sementara nilai keikhlasan, kesantunan, dan semangat juangnya terus menjadi teladan.

Mbah Wali Hasan, bukan sekadar tokoh masa lalu, tetapi simbol keteguhan iman dan keberanian dari Bumi Blambangan. Sosok yang menyalakan cahaya Islam sekaligus menorehkan jejak perjuangan bagi kemerdekaan Republik Indonesia. (*)

Pewarta : Syamsul Arifin
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.