TIMES JATIM, BONDOWOSO – Komposisi pasangan calon kepala daerah (Cakada) pada Pilkada Bondowoso 2024 belum ada yang final. Bahkan KH Abd Hamid Wahid (Ra Hamid) yang sudah hampir pasti maju belum menemukan pasangan yang disepakati. 

Rektor Universitas Nurul Jadid (Unuja) tersebut sempat dijodohkan dengan putra Bupati Salwa Arifin. Namun ternyata belum ada titik temu. 

Kemudian muncul lagi nama salah satu tokoh agama yang dipasangkan dengan Ra Hamid. Tetapi hingga saat ini belum ada deklarasi dari partai pengusung. 

Selain dua tokoh kultur di atas, ada politisi muda yang juga berpotensi bisa mendampingi Ra Hamid pada kontestasi Pilkada Bondowoso 2024. Yakni, Ketua DPD Golkar Bondowoso Ady Kriesna. 

Bahkan sempat bertebaran flyer Ra Hamid-Kriesna di media sosial dan mendapatkan respon positif sejumlah masyarakat. Jika pasangan ini nanti yang dideklarasikan, maka komposisi pasangannya adalah agamis-nasionalis.

Walaupun demikian, bukan tidak mungkin Golkar bergabung dengan partai koalisi yang mengusung mantan Pj Bupati Bondowoso Bambang Soekwanto. Bahkan bisa jadi membuat poros sendiri dengan melobi partai parlemen. 

Apalagi partai berlogo Pohon Beringin ini sudah mengantongi tujuh kursi, dan hanya butuh dua kursi  lagi untuk mengusung pasangan Cakada. Tetapi, sepertinya Golkar tidak buru-buru dan gegabah menentukan sikap. 

TIMES Indonesia berkesempatan mewawancarai Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) DPD Golkar Bondowoso, Masdidik. Menurutnya, menjadi sebuah kebanggaan jika kader Golkar diusulkan berpasangan dengan sosok pilihan ulama. Namun Golkar sendiri tidak mau ikut campur keputusan para tokoh kultur. 

“Itu ada dalam ranah keputusan para masyayikh. Kami tidak punya kompetensi. Tapi kalau itu terjadi tentu kebanggan bagi Golkar telah dipercaya oleh masyarakat," kata Didik. 

Ia juga mengungkapkan, Ady Kriesna memang telah menerima surat perintah (Sprint) dari DPP Golkar dengan Nomor: Sprin-661/DPP/Golkar/XI/2023 untuk maju dalam Pilkada 2024 yang ditandatangani Ketua Umum dan Sekjen DPP Partai Golkar. 

Tetapi selama masih dirasa belum bisa mempresentasikan kehendak mayoritas masyarakat, maka Golkar tidak akan memaksakan diri. 

"Golkar akan terus melihat mana yang memang endingnya untuk masyarakat. Golkar tidak berhitung siapa dapat apa, tetapi sejauh mana maslahatnya untuk rakyat," terang dia.

Ia juga mengungkapkan, Golkar masih menunggu momen yang pas untuk memutuskan bergabung dengan koalisi yang ada atau membuat poros sendiri. 

Golkar tidak mau gegabah dalam menentukan sikap politik di Pilkada 2024. Sebab bagi Golkar, menentukan sikap di awal atau menjelang pendaftaran itu tidak ada bedanya. Terpenting keputusan yang diambil sesuai dengan kehendak masyarakat umum. 

"Kita melihat pilihan dari rakyat, bukan partai, itu pertimbangan Golkar. Gabung atau deklarasi sendiri ada saatnya. Gak ada bedanya bergabung di awal dan akhir," terang dia. 

Pria yang terpilih dalam Pemilu 2024 ini juga tidak memungkiri adanya arus politik kultur dan peran tokoh pesantren di Pilkada Bondowoso. Menurutnya, hal itu sebagai realitas yang tidak bisa dipungkiri. 

Bagi Golkar, kata Didik, sikap politik kultur dalam hal ini pesantren tidak bisa dipahami dengan rumus politik pada umumnya. Sebab para tokoh kultur tidak lagi bicara siapa dapat apa. Melainkan prinsipnya mengandung kemaslahatan apa tidak. 

Menurutnya, Golkar sendiri ada kedekatan dengan kultur. Apalagi  pengurus maupun konstituen Golkar banyak dari kalangan santri.

"Golkar partai penyeimbang dan menghargai semua entitas yang ada. Termasuk kultur. Golkar elastis dan bersedia mau bersatu dengan poros manapun,  dan semua poros ada masih sangat memungkinkan," tegas Didik menyikapi Pilkada Bondowoso 2024. (*)