TIMES JATIM, NGAWI – Bagi pengguna moda transportasi umum, khususnya bus, tentu sudah tidak asing dengan Terminal Kertonegoro Ngawi.
Terminal tipe A yang berada di jantung Kabupaten Ngawi itu menjadi salah satu terminal dengan arus keluar masuk bus yang cukup tinggi. Terminal tersebut juga melekat di ingatan masyarakat sebagai terminal baru Ngawi.
Terminal Kertonegoro wajib disinggahi bus-bus AKAP atau AKDP yang trayeknya melintasi Kabupaten Ngawi.
Sejak tahun 2017 silam, secara de jure terminal yang dilewati 800-an armada bus setiap hari itu dikelola pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan RI. Hingga saat ini, pengelolaan terminal bukan di tangan Pemkab Ngawi.
Sejumlah tokoh di Kabupaten Ngawi pun menyayangkan pemkab setempat tak segera mengambil alih pengelolaan terminal Kertonegoro. Apalagi terminal bus tersebut dinilai mampu berkontribusi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari berbagai sisi.
Taman depan terminal Kertonegoro Ngawi. (Dokumentasi TIMES Indonesia)
Gagasan take over terminal Kertonegoro Ngawi dari Kementerian Perhubungan salah satunya diserukan dari pengamat kebijakan publik Agus Fatony.
Pria yang kerap disapa Atong tersebut menilai, terminal Kertonegoro Ngawi bisa menjadi ceruk potensial untuk menjadi salah satu sumber PAD Kabupaten Ngawi.
"Ngawi butuh percepatan peningkatan PAD," kata Atong kepada TIMES Indonesia, pada Rabu (11/1/2023).
Atong mengatakan, prospek terminal Kertonegoro Ngawi ke depan cukup gemilang. Hal itu dilihat dari segi kebutuhan angkutan transportasi darat khususnya bus, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk.
Apalagi didukung dengan keberadaan jalan tol yang lokasinya cukup dekat dengan terminal Kertonegoro Ngawi. Di samping itu, juga ada sejumlah potensi di terminal Kertonegoro Ngawi yang masih bisa dimaksimalkan.
Dikatakan Atong, terminal Kertonegoro Ngawi termasuk salah satu terminal dengan kategori tipe A. Di mana hal itu menjadikan seluruh moda transportasi angkutan massal bus yang melintas di jalur Ngawi wajib untuk singgah.
Pengamat Kebijakan publik, Agus Fatony serukan ambil alih terminal Kertonegoro Ngawi. (Atong For TIMES Indonesia)
Kemudian area terminal Kertonegoro Ngawi yang cukup luas, bisa dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian dengan menghadirkan para investor.
"Sangat tidak tepat jika terminal Kertonegoro Ngawi tidak diambil alih. Karena itu nanti akan mendongkrak PAD ke depan," ujar Atong.
Aktivis 98 tersebut berujar, terlepas dari potensi yang digambarkan, jika dikalkulasi untung rugi take over terminal Kertonegoro Ngawi dari Kemenhub RI untuk saat ini mungkin belum seberapa menguntungkan.
Akan tetapi, untuk jangka panjang Atong menilai akan sangat menguntungkan Pemkab Ngawi, khususnya dalam hal peningkatan PAD.
"Kalau dihitung biaya operasional, mungkin saat ini belum menguntungkan. Tetapi prospek ke depan, jangka panjangnya, tentu sangat prospektif," ujar Atong.
Atong menyatakan, jika Pemkab Ngawi ingin meningkatkan pendapatan asli daerah, maka harus inovatif dalam melihat potensi-potensi yang prospektif mengerek PAD.
Pengamat kebijakan publik itu menilai, pengambil alihan terminal bus Kertonegoro Ngawi jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan kegiatan-kegiatan Pemkab Ngawi yang juga berfokus pada peningkatan PAD.
"Misalnya Benteng Pendem, itu kebijakan yang sudah berlangsung lama untuk mengambil alihnya. Dalam prosesnya juga sudah menghabiskan cost yang tidak sedikit. Toh sampai sekarang juga belum clear, dan harus mengganti aset, hibah ke hibah," kata Atong.
Bagi Atong, masyarakat tentu sangat mendukung apabila Pemkab Ngawi mengambil alih pengelolaan terminal Kertonegoro dari Kemenhub RI. Apalagi dalam hal itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, khususnya untuk jangka menengah dan panjang.
"Jadi Pemkab Ngawi harus bisa melihat mana yang prospektif, mana yang tidak, jangka pendek maupun jangka panjangnya," ujar Atong.
Lebih lanjut, Atong menyampaikan, upaya pengambil alihan terminal dari pengelolaan Kemenhub RI ke pemerintah daerah juga banyak dilakukan. Dia mencontohkan, seperti terminal Purbaya Madiun yang saat ini juga diupayakan agar kembali dikelola pemerintah daerah setempat.
"Contoh terdekat terminal di Madiun, sementara jumlah bus yang keluar masuk terminal Madiun jauh lebih sedikit daripada terminal Kertonegoro Ngawi. Artinya, kalau Madiun berupaya mengambil alih, kenapa Pemkab Ngawi tidak," papar Agus Fatony.
Diberitakan sebelumnya, Bupati Ngawi Ony Anwar Harsono menyatakan belum ingin mengambil pengelolaan terminal Kertonegoro dari Kementerian Perhubungan RI.
Menurutnya Pemkab Ngawi akan jauh lebih diuntungkan apabila terminal Kertonegoro tetap berada dibawah pengelolaan pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan.
"Kalau dikelola pemerintah pusat, yang diuntungkan justru kita. Tidak keluar biaya maintenance, tidak keluar biaya operasional, tapi bus-bus tetap masuk terminal Kertonegoro Ngawi, dengan begitu Ngawi menjadi jauh lebih banyak dikenal," ucapnya beberapa waktu lalu. (*)
Pewarta | : Muhammad Miftakul Falakh |
Editor | : Ronny Wicaksono |