TIMES JATIM, BANYUWANGI – Nurul Machrus (39), warga Banyuwangi yang ditemukan selamat setelah 4 hari dilaporkan hilang secara misterius di hutan petak 67 A RPH Gombeng, KPH Banyuwangi Utara, Jawa Timur, menceritakan pengalamannya. Dia berkisah mulai dari mengunjungi sebuah padepokan kuno, bertemu sosok wanita misterius hingga melihat danau yang luas di tengah belantara hutan Banyuwangi.
Selama 4 hari hilang di hutan itu, Nurul Machrus mengaku telah berkomunikasi dan berjumpa dengan sosok misterius. Namun, berkat pertolongan sosok misterius itulah dirinya bisa menemukan jalan untuk pulang.
Cerita Nurul Machrus dimulai pada hari Sabtu (20/2/2021) lalu. Sekitar pukul 06.30 WIB pagi, dia berpamitan kepada istrinya untuk pergi ke hutan mencari bibit tanaman Porang (Iles-iles). Setibanya di lokasi, Nurul Machrus bergegas untuk mencari tanaman itu.
"Motor saya parkir di tengah hutan. Terus saya berjalan mencari bibit. Dapatlah satu ikat bibit Porang itu. Saya letakkan di atas motor," kata Nurul Machrus, Rabu (24/2/2021).
Setelah meletakkan bibit Porang hasil buruan, selanjutnya Nurul Machrus mencoba menarik nafas kembali untuk berburu di lokasi lain. Namun setelah berjam-jam, tidak ada satupun dia temukan bibit Porang tersebut.
Selang beberapa saat, sampailah Nurul Machrus di atas bukit. Tepatnya di sekitar tempat peribadatan, atau biasa disebut wakaf oleh masyarakat sekitar. Di sinilah Nurul Machrus memutuskan beristirahat sejenak.
Karena lapar, Nurul Machrus selanjutnya mencari kecambah bambu atau rebung untuk dimakan. Terik mentari kala itu membuat perutnya semakin keroncongan. Kemudian disantapnya rebung tersebut dengan lahap.
"Saking laparnya. Satu buah bambu muda, bambu Ampel (rebung) saya makan sampai habis. Sambil istirahat kemudian saya sulut sebatang rokok," katanya.
Sembari menghisap tembakau inilah, Nurul Machrus mulai bergumam. Tanpa ada lawan bicara, pria ini berbicara sendiri.
"Kakek buyut, cucu kakek ini ke sini untuk mencari makan. Tapi kok nggak ada apa-apa begini. Saya mohon lah, kakek buyut memberikan petunjuk," ucap Nurul Machrus berbicara sendiri.
Setelah mematikan puntung rokoknya, Nurul Machrus sekali lagi berjalan dengan lesu. Di dalam hatinya, dia berniat untuk pulang kalau tidak juga mendapatkan apa yang dicarinya. Namun seketika, matanya terbelalak tatkala melihat rumpun bibit Porang yang melimpah.
Nurul Machrus yang terlalu girang, kemudian mulai mengumpulkan bibit-bibit tersebut. Hingga 3 ikat jumlahnya. Saking senangnya, dia lupa jika langit sudah beranjak gelap.
"Tiba-tiba saja melihat Porang banyak sekali. Totalnya sampai 3 ikat besar. Tapi tahu-tahu kok sudah malam," katanya.
Bertemu Kakek Tua di Padepokan Kuno
Gelapnya hutan dan terjalnya medan yang harus dilewati, membuat nyali Nurul Machrus menciut. Pria inipun berniat untuk tinggal dan bermalam di hutan. Kembalilah Nurul Machrus menyulut sebatang rokok. Namun tiba-tiba, dia dikagetkan oleh suara seorang pria yang sedang batuk.
Di dalam hati, pria ini bertannya-tanya, "Siapa malam-malam seperti ada di hutan". Dengan penuh hati-hati dan rasa penasaran, dia pun mulai mencari asal suara batuk tersebut.
"Rupanya ada seorang kakek tua. Ya kisaran umur 70 tahun lah. Saya kemudian berbincang sebentar. Saya tanya kan, kakek kenapa, mau kemana, kok sendirian saja," tanya Nurul Machrus.
"Saya mau pulang. Kok adik di sini, kenapa nggak pulang?" ucap kakek tersebut menimpali pertanyaan Nurul Machrus.
"Saya takut. Orang sudah gelap dan banyak jurang. Kalau nekat pulang bisa-bisa saya mati jatuh ke jurang nanti," kata Nurul Machrus menjawab pertanyaan si kakek misterius.
Setelah saling melempar pertanyaan dan jawaban, selanjutnya Nurul Machrus ditawari untuk menginap di rumah si kakek misterius itu. Berhubung langit sudah gelap, pria inipun bersedia untuk diajak bersama si kakek.
Untuk menuju rumah kakek tersebut, Nurul Machrus haruslah melewati medan yang curam. Tepatnya, ke arah pegunungan Merapi Ungup-ungup. Sesampainya di lokasi, pria ini dikejutkan dengan pemandangan yang luar biasa.
Dia mendapati sebuah padepokan kecil dengan 4 bangunan besar. 2 bangunan menghadap arah barat, 2 lainnya menghadap arah utara. Bangunannya sangat kuno. Atap dan dindingnya terbuat dari pelepah pohon Aren. Atau yang biasa digunakan sebagai sapu lantai. Disampingnya juga ada sebuah ayunan tempat anak-anak bermain.
Rata-rata penghuni pria di padepokan tersebut mengenakan sebuah ikat kepala dengan dua helai bulu yang menjuntai. Sedangkan wanitanya, menggenakan kebaya berwarna coklat. Semua penduduknya menggunakan bahasa Madura tulen.
Tak cukup disitu, kedatangan Nurul Machrus ini juga disambut oleh 2 orang wanita cantik. Namun, usianya tak lagi muda. Pria inipun sempat menolak saat hendak dibuatkan secangkir kopi.
"Saya diminta masuk ke dalam rumah. Tapi saya menolak. Ditawari kopi, tapi saya tidak minum kopi. Lalu dibawakan air putih dan makanan. Makannya itu cuman nasi putih dan daun Simbukan. Meski saya nggak suka, tapi enak sekali rasanya," kata Nurul Machrus.
Di padepokan tersebut, Nurul Machrus mengaku juga melihat 4 ekor harimau besar. Tiga ekor bercorak kuning, dan satu ekor berbulu hitam pekat.
Ada Sebuah Danau di Tengah Hutan
Karena lelah, tanpa disadari Nurul Machrus pun tertidur di teras padepokan tersebut. Dengan sisa makanan yang masih tergeletak disampingnya.
Saat terbangun, pria ini kembali dibuat kagum dengan pemandangan sekitar. Sebuah danau dengan air jernih berwarna kehijauan, nampak menakjubkan matanya. Udara yang segar dan hawa sejuk membuat dirinya betah dan berlama-lama untuk tinggal. Belum lagi, bunga-bunga dengan aroma semerbak tertanam di pinggiran danau tersebut.
Namun keinginan itu pun segera buyar, setelah dirinya teringat keluarga dan kewajibannya sebagai suami.
"Tiba-tiba saya ingat rumah. Lalu saya berpamitan ingin pulang kepada kakek itu. Karena saya harus kembali bekerja. Keluarga pasti menunggu," kata Nurul Machrus
"Saya mau pulang sekarang. Jalannya lewat mana kek dan siapa yang mengantarkan?" tanya Nurul Machrus kepada si kakek misterius itu.
"Itu ada bibi-bibi kamu yang akan mengantarmu pulang. Ikuti saja mereka. Kalau mampir ke sini lagi, bawakan kakek beras ketan dan bunga," kata si kakek misterius tersebut.
Dalam perjalanan pulang ini, Nurul Machrus mengaku melewati jalan yang berbeda dari saat kedatangannya ke padepokan. Kali ini, dirinya melewati sebuah jalan dengan menaiki sebuah kereta. Di atas kereta tersebut, dia sempat berbincang dan bertanya-tanya kepada 4 orang wanita.
Di ujung jalan buntu, kereta pun berhenti. Nurul Machrus kemudian diminta untuk turun dan meneruskan perjalanan dengan jalan kaki. Salah satu dari sosok wanita tersebut meminta Nurul Machrus untuk berjalan ke arah yang wanita itu tunjuk.
"Turun di sini dan terus berjalan ke arah selatan," kata sosok wanita tersebut sembari menunjukkan jalan dengan ujung jarinya.
Nurul Machrus pun seketika memberontak. Dia menuduh bahwa arah yang ditunjukkan wanita tersebut adalah arah yang salah. Menurutnya, arah tersebut bukanlah selatan. Melainkan arah utara.
"Kamu salah. Kamu jangan menuruti kata hatimu. Ikuti saja jalan ini dan terus menuju ke arah itu," kata si wanita misterius tersebut.
Nurul Machrus pun menurut. Selanjutnya dia berjalan sepanjang hari menuju arah yang dimaksudkan wanita tersebut. Di tengah hujan deras, dirinya kerap kali terpeleset jatuh. Namun beruntung, tidak sampai terjerumus ke dalam jurang.
Shalat Dzuhur Menjadi Kunci Kepulangannya
Setelah berjam-jam berjalan kaki, langkahnya pun terhenti. Tepat saat matahari berdiri di atasnya. Diambilnya wudlu dan bergegas menunaikan shalat Dzuhur.
"Setelah salam, baru saya ingat. Pakaian saya ini kotor. Apakah shalat saya ini diterima oleh Allah," gumam Nurul Machrus.
Merasa tak melihat ujung perkampungan, pria ini kemudian mencari sebuah bambu untuk dipanjat dan melihat sekeliling. Sekali lagi keputusasaan menyelimutinya. Tidak ada tanda-tanda ada perkampungan atau kehidupan manusia.
"Laut nggak kelihatan. Pohon pinus nggak ada. Semuanya belantara, hanya semak-semak. Tapi saya teringat kata-kata wanita cantik itu, kalau saya jangan menuruti kata hati. Dan akhirnya saya kembali berjalan," kata Nurul Machrus.
Menjelang malam, dirinya tiba-tiba menemukan dua buah pipa saluran air. Pertanda bahwa perkampungan sudah dekat. Di situlah dirinya terus-menerus berteriak meminta tolong. Hingga tenggorokannya sakit, tak ada satupun sahutan.
Di ujung keputusannya, samar-samar Nurul Machrus mendengar suara yang memanggil namanya. Lambat-laun, dirinya mulai mengenali suara tersebut. Yakni Namu, bapak mertuanya.
"Banyak orang mencari. Hampir sekampung malahan. Keluarga saya menangis katanya saya hilang sampai 4 hari. Padahal saya pergi cuman sehari semalam saja," kata Nurul Machrus.
Warga Sekampung Kebingungan
Namun, bapak mertua Nurul Machrus menyatakan bahwa proses ditemukannya menantunya tersebut sangat rumit. Diakuinya, secara logika tidak akan bisa diterima oleh banyak kalangan masyarakat. Namun, dirinya bersama seluruh warga Lingkungan Sumbernanas, Kelurahan/Kecamatan Kalipuro meyakini kebenaran tersebut.
Pada malam sebelum ditemukannya Nurul Machrus, dirinya mendengar sebuah teriakan minta tolong dari arah hutan. Padahal, jarak terdekat antara rumah warga dengan hutan lebih dari 1 kilometer. Suara yang terdengar pun adalah suara seorang wanita, bukan suara Nurul Machrus.
Namu yang penasaran kemudian bertanya kepada anak dan cucunya. Rupanya, mereka juga mendengar suara yang serupa.
Tak hanya di sini saja, hal yang tidak masuk akal inipun juga sama didengarkan oleh seluruh warga kampung. Seluruh warga keluar rumah karena mendapati suara teriakan dari seorang wanita ini.
"Warga itu ramai-ramai mencari di hutan tapi tidak ketemu. Lalu pulang. Sekitar jam 11 malam ada suara wanita berteriak dari arah hutan. Ternyata warga sekampung juga mendengarkannya," kata Namu, mertua Nurul Machrus.
Setelah itu, seluruh warga kampung beramai-ramai untuk menelusuri sumber suara tersebut. Berbekal senter dan pencahayaan lainnya, puluhan warga memasuki hutan. Setelah memasuki hutan, suara tersebut berganti menjadi suara seorang pria. Yakni suara Nurul Machrus.
Namun anehnya, warga sekitar melihat Nurul Machrus berlarian menjauhi warga. Hingga akhirnya, Namu menangis dan berteriak memohon Nurul Machrus untuk berhenti berlari.
Saking kencangnya berlari, rombongan warga pun berhenti. Bukan karena tidak sanggup mengejar, namun jalur pelarian Nurul Machrus tidak masuk diakal untuk diikuti. Menerjang semak belukar dan rerumputan tinggi.
"Dikejar warga malah anak saya berlari menjauh. Setelah itu saya panggil dia, saya bilang kalau dia anak saya dan saya minta untuk berhenti. Barulah berhenti," kata Namu.
Bahkan, jalur Nurul Machrus berlarian tidak menimbulkan bekas apapun. Rumput atau lumpur yang becek pun tidak meninggalkan bekas atau kerusakan apapun.
"Waktu mau pulang, kami semua sempat kebingungan. Karena tidak ada jejak apapun. Satupun rumput yang terpijak juga tidak nampak," kata Namu.
Semua keanehan inipun akhirnya terjawab saat Nurul Machrus diminta keterangan warga. Dalam sudut pandang warga, Nurul Machrus berlari menjauh saat berusaha dikejar. Namun dari pandangan mata Nurul Machrus, dirinya justru berlari untuk menggapai suara dari para warga tersebut.
Meskipun seluruh warga lingkungan Sumbernanas mengakui kebenaran tersebut, namun berbeda hal dengan pandangan tim SAR yang melakukan pencarian. Mereka berpedoman, bahwa korban kemungkinan mengalami dehidrasi atau kecapekan sehingga terjadi penurunan konsentrasi.
"Alhamdulillah, lewat tengah malam tadi korban Nurul Machrus yang hilang di hutan Banyuwangi Utara ini bisa dievakuasi dalam kondisi selamat. Terlepas dari cerita korban, mungkin korban ini linglung sesaat. Mungkin korban ini kecapekan sehingga lupa dan bingung jalan pulang," kata Koordinator Pos Basarnas Banyuwangi, Wahyu Setia Budi. (*)
Pewarta | : Agung Sedana |
Editor | : Faizal R Arief |