TIMES JATIM – DPRD Jatim menyoroti terjadinya ketimpangan dalam alokasi Bantuan Penyelenggaraan Operasional Pendidikan pada Pendidikan (BPOPP), antara sekolah negeri dengan swasta.
Ketua Komisi E DPRD Jatim Sri Untari Bisawarno, berkomitmen akan memperjuangkan kesetaraan alokasi Bantuan Penyelenggaraan Operasional Pendidikan pada Pendidikan (BPOPP) bagi sekolah negeri dan swasta.
Ketimpangan tersebut dinilai akan berdampak langsung pada kualitas dan akses pendidikan anak-anak di Jawa Timur.
“Kami terus memperjuangkan agar BPOPP antara sekolah negeri dan swasta itu setara. Sehingga anak-anak kita semua merasakan hak atas pendidikan yang sama,” ujar Sri Untari, Rabu (10/09/2025).
Sri Untari menuturkan, dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa salah satu tujuan negara adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Artinya, negara memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan seluruh warga negara mendapatkan akses pendidikan yang adil dan merata, tanpa diskriminasi berdasarkan jenis sekolah.
“Antara anak yang bersekolah di negeri dan swasta, mereka sama-sama bayar pajak. Tetapi dalam hal BPOPP, sekolah swasta justru dibedakan dengan negeri. Ini tidak adil,” ucap penasehat Fraksi PDI Perjuangan ini.
Sri Untari menekankan bahwa siswa di sekolah swasta juga merupakan bagian dari warga negara yang seharusnya mendapatkan perlakuan setara dalam hal pembiayaan pendidikan.
Dirinya mengajak seluruh pihak untuk tidak lagi melihat sekolah swasta sebagai lembaga yang eksklusif atau komersial semata, melainkan sebagai mitra negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih lanjut, politisi asal Malang ini menjelaskan bahwa Fraksi PDI Perjuangan melalui Komisi E DPRD Jatim telah memperjuangkan agar anggaran BPOPP dialokasikan untuk 12 bulan penuh, sebagaimana idealnya. Namun, keterbatasan fiskal daerah membuat hal tersebut sulit tercapai.
“Dalam setiap pembahasan APBD dan P-APBD, Komisi E selalu memperjuangkan agar anggaran BPOPP dialokasikan 12 bulan. Namun karena adanya keterbatasan fiskal, anggaran BPOPP selalu tidak mampu mencapai 12 bulan,” jelasnya.
Pada Tahun Anggaran 2024, alokasi BPOPP hanya mencakup 9 bulan. Lebih mengecewakan lagi, lanjutnya, dalam P-APBD 2025, alokasi ini justru turun menjadi hanya 8 bulan.
Penurunan ini berlaku untuk seluruh jenjang pendidikan menengah atas, baik di sekolah negeri maupun swasta, termasuk SMA, SMK, dan SLB.
Adapun tambahan anggaran yang sudah dialokasikan dalam Perubahan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) 2025 sebesar Rp198.625.420.000.
Kendati demikian, jumlah tersebut tetap dinilai belum mencukupi kebutuhan ideal operasional pendidikan selama 12 bulan.
Untuk itu, sebagai langkah solutif atas keterbatasan fiskal, Sekretaris DPD PDI Perjuangan Jawa Timur itu mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk segera menyelesaikan Rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendanaan Pendidikan pada SMA, SMK, dan SLB Negeri.
“Karena APBD Provinsi Jawa Timur belum mampu memenuhi kebutuhan anggaran BPOPP 12 bulan, maka kami merekomendasikan agar Pemerintah Provinsi segera menyelesaikan Rancangan Pergub tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendanaan Pendidikan,” ujarnya.
Sri Untari menekankan pentingnya dasar hukum yang jelas agar masyarakat dapat berpartisipasi secara sah dan transparan dalam mendukung pembiayaan pendidikan.
Ia juga menegaskan perlunya pengawasan dari Dinas Pendidikan agar partisipasi masyarakat ini tidak disalahgunakan dan tetap sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Dinas Pendidikan harus melakukan pembinaan, pengawasan dan evaluasi terhadap pelaksanaan peran serta masyarakat tersebut agar tidak terjadi pelanggaran hukum,” ujarnya.(*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |