https://jatim.times.co.id/
Opini

Milad HMI ke-78: Sudah Waktunya Bubar?

Rabu, 05 Februari 2025 - 08:21
Milad HMI ke-78: Sudah Waktunya Bubar? Isa Ismail, Ketua Umum HMI Komisariat STAIPIQ Sumatera Barat.

TIMES JATIM, SUMATERA BARAT – “Hari ini 14 Rabiul Awal 1366 Hijriah, bertepatan dengan 05 Februari 1947 ditetapkan berdirinya HMI, Himpunan Mahasiswa Islam, yang bertujuan untuk mempertahankan Negara Republik Indonesia dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia serta menegakkan dan mengembangkan ajaran islam yang rahmatan lil alamiin,” Lafran Pane pada saat memproklamirkan HMI.

Tepat pada 05 Februari 2025, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memperingati hari kelahiran atau milad HMI yang ke-78 tahun. Sepanjang sejarah Indonesia, kita mengetahui bahwa Himpunan Mahasiswa Islam merupakan organisasi mahasiswa terbesar dan tertua di Indonesia, sejak tanggal berdirinya 05 Februari 1947. Kini, HMI telah berusia 78 tahun, artinya HMI telah melalui banyak fase perjuangan yang sangat kompleks. 

Saya yakin dan percaya, selama 78 tahun ini HMI selalu memberi sumbangsih terhadap umat dan bangsa. “Tetapi, apakah peran pabrik cendikiawan muslim yang berkualitas ini bisa dipertahankan? Ini mungkin harus dijawab generasi HMI yang ada sekarang ini”. 

Suatu pertanyaan dan pernyaataan yang saya kutip dalam tulisan “Menggugat Eksistensi HMI” yang diterbitkan di Media Cetak Jawa Pos pada edisi 18 September 1990 karya Ayahanda Lafran Pane, pendiri organisasi HMI tersebut.

Potret HMI Masa Kini

Realitas yang suguhkan HMI masa kini sangat memprihatinkan, mengapa tidak? HMI yang diawal berdirinya sudah diniatkan untuk menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam, malah tidak tercitrakan. 

Secara singkat, HMI yang dulu dirumuskan oleh Lafran Pane tidak tercitrakan oleh HMI masa kini. Kini, HMI sudah hilang moralnya, bahkan hampir kehilangan Islamnya. 

HMI terlalu mengedepan akalnya dari pada hatinya, mereka selalu mengisi kepala, namun lupa mengisi hatinya. Akhirnya, antara akal dan hati itu tidak akan pernah seimbang.

Selanjutnya, HMI juga telah kehilangan sosok panutan, instruktur atau master selalu berlagak bak nabi di himpunan, cuman tak sedikitpun yang bisa jadi panutan, mengklaim diri sebagai nabi di himpunan atau orang yang menyebar kebaikan malah merusak HMI dengan prilakunya, jauh dari hal-hal yang mereka bicarakan ketika forum training. 

Sebenarnya, banyak potret memprihatinkan lainnya, akan tetapi tidak bisa penulis jabarkan dengan tulisan yang terbatas ini, diantara lainnya seperti, budaya adu domba, politik praktis, kuat dinamika kecil kontribusi dan lain sebagainya.

Umur bukanlah tolak ukur yang pasti, menjadi tua seperti HMI, bukan berarti HMI lebih baik dari pada organisasi muda, menjadi tua seperti HMI, tidak menjadi jaminan organisasinya selalu membawa energi positif. 

HMI itu seperti kata pepatah “tua-tua keladi, sudah tua makin jadi” maksudnya ialah HMI sudah tua umurnya, seharusnya HMI menjadi panutan, contoh ataupun kiblatnya bagi organisasi lain, namun malah tidak seperti yang diharapkan.

Dulu Jendral Sudirman mengatakan HMI bukan hanya sekedar Himpunan Mahasiswa Islam, namun juga Harapan Masyarakat Indonesia. Akan tetapi, jika seandainya Jendral Sudirman melihat bagaimana HMI hari ini, saya pikir akan menjadi suatu penyesalan bagi Jendral Sudirman telah melontarkan kata-kata demikian. 

Lalu melihat wajah HMI hari ini, kata-kata apa yang pantas untuk dilontarkan? Barangkali HMI: himpunan membunuh Islam, himpunan mencari istri, himpunan mencari instruktur, himpunan menjual independensi, himpunan merusak Indonesia ataupun himpunan mahasiswa iblis dan lain sebagainya.

HMI memang didirikan hingga waktu yang tidak ditentukan. Namun, melihat potret HMI dewasa ini, maka saat inilah moment yang cocok untuk membubarkan HMI.

Khittah Perjuangan HMI 

Untuk menyelamatkan HMI, pilihan kita cuman satu, yakni kembali ke khittah perjuangan masa lalu. Mengapa demikian? Kita sudah terlalu jauh melenceng dari jalur yang telah ditetapkan pendirinya. 

Kita boleh saja beradaptasi dengan zaman, namun jangan sampai termakan ataupun terjebak oleh zaman itu sendiri. Sejatinya HMI memang selalu berwatak pelawan arus, tidak pernah HMI menjadi ikan yang mengikuti arus saja.

Pada saat orde lama, HMI selalu menjadi musuh bebuyutan oleh PKI. PKI selalu merambisi untuk mengganyang HMI, namun misi untuk membubarkan HMI yang dibawa oleh PKI sirna begitu saja, yang terjadi malah sebaliknya. Itu karena apa? karena kontribusi dan efek nyata yang diberikan HMI kepada umat dan bangsa, yang dirasakan oleh masyarakat, mahasiswa, pelajar dan tokoh-tokoh politik saat itu. 

Bahkan, pada saat umur HMI berada di ujuk tanduk, saat Presiden Soekarno terpengaruh oleh PKI untuk membubarkan HMI, banyak sekali mahasiswa, masyarakat, organisasi dari berbagai elemen turut turun gunung, keliling-keliling kota, arak-arakan membawa spanduk bertuliskan “langkahi dulu mayatku, sebelum membubarkan HMI”. 

Tidak hanya itu, diwaktu yang sama ada seorang tokoh yang sedang menjabat sebagai Menteri Agama saat itu, yakni Syaifuddin Zuhri, beliau berani mempertaruhkan jabatannnya, agar Soekarno tidak ikut menyuarakan apalagi menyetujui pembubaran HMI. 

Ternyata, begitu orang-orang diwaktu itu membela HMI, saya selalu merinding jika mengingat dan membayangkan moment tersebut. Saya tersadarkan HMI disaat itu merupakan organisasi yang sangat didukung oleh umat dan bangsa Indonesia.

Namun, jika seandainya hal itu terjadi di zaman sekarang, apakah mungkin akan terjadi hal yang sama? Apakah mungkin orang-orang berbondong membela HMI? Atau, apakah ada tokoh negara sekelas Menteri yang akan berani mempertaruhkan jabatannya hanya untuk menyelamatkan HMI? Saya pikir tidak.

Sebagai penutup, saya mengucapkan terima kasih terhadap Ayahanda Lafran Pane, sebab gagasannya yang cemerlang di 78 tahun lalu, saya banyak mendapatkan energi positif di HMI yang didirikannya.

Tanpa berproses di organisasi yang beliau dirikan ini, tidak akan ada sesosok isa ismail yang berani bicara, menulis seperti hari ini. Serta hal-hal kecil seperti semangat menuntut ilmu, belajar mengatur waktu, belajar sabar dan lain sebagainya.

Di sisi lain, saya juga merasa kecewa melihat potret HMI dewasa ini, saya pikir Ayahanda pun juga sama. Terlepas dari semua itu, saya meminta maaf sebab tak banyak kontribusi. Tak banyak hal yang bisa dilakukan agar HMI kembali ke arah yang semestinya, sesuai dengan khittah perjuangan yang dirumuskan oleh Ayahanda Lafran Pane. 

Saya berharap, HMI yang telah memiliki makna sejarah yang begitu panjang serta mempunyai tujuan luhur tersebut, bisa survive kembali dengan perubahan zaman. dengan tetap menjadi kader bangsa yang berkualitas cendikiawan dan menjadi insan islam yang khaffah. 

Namun, jika seandainya, hal itu tidak bisa kita perjuangkan bersama-sama selaku kader dewasa ini, maka sudah waktunya Himpunan Mahasiswa Islam untuk kita bubarkan bersama.

***

*) Oleh : Isa Ismail, Ketua Umum HMI Komisariat STAIPIQ Sumatera Barat.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Pewarta : Hainorrahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.