TIMES JATIM, MALANG – Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Kebiasaan untuk rajin dan rutin berolahraga memang selalu menantang. Apalagi di tengah maraknya istilah kaum mager dan kaum penyuka rebahan sangat lekat dengan kebiasaan hidup generasi muda saat ini.
Jika melihat data yang dirilis oleh Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024, terjadi penurunan kebiasaan berolahraga yang seiring dengan pertambahan usia. Peserta didik di jenjang pendidikan tinggi adalah kelompok dengan partisipasi olahraga terendah hanya 46,69% yang rutin berolahraga. Sebaliknya, siswa di jenjang SMP (88,61%), SMA/SMK (87,12%), dan SD (86,69%) menunjukkan angka partisipasi yang tinggi.
Di sisi lain, kurangnya kebiasaan berolahraga juga diiringi dengan kebiasaan makan yang tidak begitu sehat. Saat ini, makanan kemasan, Ultra Processed Food (UPF), minuman dengan kadar gula tinggi, serta beragam makanan tak sehat lainnya semakin mudah ditemukan dan juga dijual dengan harga yang cukup murah.
Akibatnya, banyak anak-anak muda yang terkena hipertensi, gagal ginjal, dan diabetes di usia yang masih sangat belia. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebelumnya merilis data yang menunjukkan bahwa prevalensi anak penderita diabetes meningkat 70 kali lipat pada januari tahun 2023 daibandingkan tahun 2010.
IDAI mencatat 1.645 anak di Indonesia yang menderita diabetes dimana prevalensi nya sebesar 2 kasus per 100.000 anak. Hampir 60% penderitanya adalah anak perempuan. Sedangkan berdasarkan usainya, sebanyaj 46% berusia 10-14 tahun, dan 31% berusia 14 tahun ke atas.
Kondisi ini merupakan kondisi yang sangat memprihatinkan mengingat generasi muda adalah tonggak masa depan bangsa. Mereka haruslah menjadi generasi yang kuat dan sehat supaya bisa menjadi changemaker untuk Indonesia kelak.
Pendidikan untuk Penumbuhan Kebiasaan Emas
Ada beberapa kebiasaan emas yang harus dilakukan untuk membentuk generasi emas. Pertama, kebiasaan berolah raga sejak dini. Berdasarkan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), anak-anak hingga usia 17 tahun membutuhkan setidaknya 60 menit olahraga intensitas sedang hingga berat setiap hari.
Sebagian besar aktivitas harus bersifat aerobik seperti joging atau bersepeda. Tak hanya itu, aktivitas yang memperkuat otot dan tulang juga tetap diperlukan.
Kebiasaan untuk berolahraga ini bisa dibangun dengan edukasi olahraga di sekolah. Mata pelajaran olahraga tidak seharusnya hanya berkutat pada penyampaian materi, tapi juga optimalisasi praktik. Adapun bagi siswa yang menginginkan adanya tambahan khusus dan pilihan olahraga yang mau didalami bisa memilih ekstrakurikuler atau club olahraga.
Hal ini sejalan dengan Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2024 bahwa dalam hal kegiatan ekstrakurikuler, olahraga tetap menempati posisi penting. Sebanyak 32,66% peserta didik memilih kegiatan olahraga sebagai ekskul utama.
Kedua, kebiasaan untuk mengkonsumsi makanan sehat. Berbagai program edukasi harus dilakukan untuk memberikan banyak pemahaman tentang nutrisi, pengolahan makanan, serta sumber makanan yang sehat untuk dikonsumsi.
Sekolah juga bisa memastikan kantin sekolah menjual makanan yang sehat, tidak menjual minuman kemasan berkadar gula tinggi, hingga aktif melakukan pemeriksaan kesehatan anak.
Sekolah juga bisa mengeluarkan kebijakan untuk melarang siswa membawa makanan yang kurang sehat ke sekolah dan juga himbauan membawa bekal dari rumah. Dengan demikian, akan muncul kerja sama yang baik antara pihak sekolah, siswa dan juga orang tua untuk mewujudkannya.
Ketiga, hindari kebiasaan merokok. Saat ini, kondisi perokok di Indonesia sudah sangat memprihatinkan. Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun. Padahal, merokok ini dapat menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, seperti kanker, penyakit paru-paru, hingga penyakit kronis lainnya.
Oleh sebab itu, butuh kerja sama dari pihak sekolah untuk membuat aturan yang ketat bagi siswa yang merokok. Selain itu, orang tua juga harus sepakat untuk memastikan anak juga tidak memiliki kebiasaan itu di rumah. Dengan demikian, udara dan rutinitas tanpa asap rokok ini dapat terwujud.
Kebiasaan berolah raga, kebiasaan mengkonsumsi makanan sehat, dan kebiasaan untuk menghindari meroko ini adalah kebiasaan minimum dari sekian kebiasaan untuk menjadi sehat. Masih ada lagi kebiasaan-kebiasaan lain yang bisa ditambahkan.
Namun, semua kebiasaan itu hanya bisa diwujudkan apabila ada kerja sama yang kuat antara sekolah dan orang tua untuk memastikan siswa atau anak juga berperilaku yang sama baik di sekolah ataupun di rumah. Jika semua itu dapat terwujud, maka generasi emas Indonesia tidak akan lagi menjadi sebuah mimpi.
***
*) Oleh : Hilmia Wardani, M.Pd., Chief of HCM Thursina IIBS.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |