TIMES JATIM, SURABAYA – Efisiensi menjadi kata populer pada beberapa hari ini, ungkapan di media sosial menarik dan membuat trenyuh tentang ketakutan para orang tua akan rencana efisiensi ini, bayangkan sekitar 300 triliun yang di efisiensi.
Ini di mulai dengan inpres no 1 Tahun 2025 yang bertajuk efisiensi belanja dalam pelaksanaan anggaran dan belanja negara dan anggaran pendapatan belanja daerah tahun 2025 dan di teruskan dengan surat Menkeu Nomor S-37/MK.02/2025 yang pada akhirnya banyak bermuara pemangkasan berbagai kementrian.
Pada akahirnya, efisiensi itu akan di gunakan sebagian besar pada pelaksanaan janji politik Presiden yaitu Makan Bergizi Gratis. Besaran efisiensi atau kita sebut pemangkasan ini lebih besar dari era Covid.
Pemangkasan ini tentunya di amini asal jangan karena MBG ini malah menghilangkan pekerjaan berbagai sektor yang nota bene orang tua anak anak yang penerima Makan Bergizi Gratis. Bahkan efisiensi sudah membuat korban pegawai kontrak TVRI dan RRI yang sempat dirumahkan meski kemudian beredar kabar mereka diminta ngantor lagi.
Tak terkecuali rumor perumahan THL dan pegawai kontrak. Berapa juta rakyat kecil yang juga berharap dari kerja di infrastruktur dan berapa juta anak yang tergantung dari pekerjaan orang tua mereka juga semakin membuat gaduh kondisi perekonomian di negara ini.
Melihat permasalahan ini sepertinya kurang di persiapkan dengan baik sehingga kesannya grusa-grusu dan tidak dipersiapkan dengan baik. Implikasi dan dampak harusnya di hitung dengan rapi, karena bagaimanapun APBN kali ini adalah tinggalan dari Presiden sebelumnya, yang mana belum memberikan ruang yang terlalu bebas untuk program Makan Bergizi Gratis.
Jadi, efisiensi ini jika tidak termanajemen dengan baik akan menjadi bola salju bagi perekonomian. Mari kita telisik apakah efisiensi ini juga terjadi di atas, karena juga baru kita lihat baru-baru ini ada pengangkatan stafsus di kementrian yang kalau kita lihat tidak lebih dari politik balas budi dan kurang urgensi tapi untuk kegiatan wong cilik juga di paksa untuk bertindak efisiensi.
Efisiensi ini juga merambah berbagai sektor dan kalau tidak di evaluasi maka kita juga akan harus waspada snow ball effect yang akan terjadi. Pemangkasan ini apakah menjadi hal hal yang urgent seperti di bidang pendidikan dan kesehatan.
Kita semua akan sepakat jika itu untuk rapat dinas, perjalanan dinas dan hal hal lain yang lebih pada pemborosan tapi untuk hal hal yang bersinggungan dengan rakyat jangan di pangkas-pangkas sebelum di hitung dengan baik.
Para pemegang kebijakan ini hendaknya berfikir logis, karena selain postur kabinet yang gemoy dan kondisi keuangan negara yang tidak baik-baik saja menjadi salah satu penyebab efisiensi ini harus terjadi.
Menyikapi kegaduhan akibat efisiensi ini tentunya kita semua berharap dan meminta pemerintah untuk segera menghitung dan mengkalkulasi dengan rigit dan seksama sebelum efek ini mengharu biru perekonomian kita.
Jangan sampai kita melihat efisiensi ini berlaku untuk rakyat kecil tapi tidak berlaku untuk para stakeholder negara ini. Rakyat diam bukan karena takut tapi semua memantau dan melihat sejauh mana keberpihakan rezim ini pada rakyat atau sekedar bagi- bagi kekuasaan saja.
Jangan permainkan nasib wong cilik dengan snow ball effect akibat pemangkasan yang tidak dihitung dengan baik. Pangkaslah gaji dan fasilitas menteri, pejabat dan Presiden, perjalanan dinas, rapat rapat koordinasi di hotel atau Presiden saja daripada rakyat kecil harus menimbang bebannya.
***
*) Oleh : Fajar Isnaeni, Akademisi/Puket III STAI Darul Ulum Banyuwangi, Sekretaris Mabincab PC PMII Banyuwangi dan Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi UNTAG Surabaya.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Hainorrahman |
Editor | : Hainorrahman |