TIMES JATIM, TULUNGAGUNG – Kabupaten Tulungagung Jawa Timur dikenal sebagai Kota Seribu Warung Kopi. Kebiasaan warganya terutama kaum laki-laki cangkrukan (nongkrong) di warung kopi melahirkan seni tradisi cethe (Jawa: Ampas kopi).
Cethe adalah kebiasaan mengoleskan endapan kopi ke permukaan batang rokok. Mulanya tradisi ini dilakukan hanya untuk menambah cita rasa kopi pada rokok yang akan dihisap.
Namun lambat laun, cethe berkembang menjadi seni lukis. Ampas kopi dioleskan pada batang rokok menggunakan lidi atau tusuk gigi untuk menciptakan suatu gambar atau motif batik.
Lukisan pada batang rokok dengan ampas kopi ini diyakini dapat menambah cita rasa kenikmatan rokok saat dihisap. Tidak sembarang ampas kopi bisa dijadikan media lukis cethe. Kekentalan racikan kopi dan kelembutan buliran kopi menjadi resep utamanya.
Aditya Krisna, Dewan Kesenian Tulungagung menjelaskan ada beberapa tahapan yang perlu diperhatikan sebelum melakukan cethe. "Wedhang kopi yang terdiri dari bubuk, gula, dan air panas (dengan takaran kental) diaduk menggunakan sendok dan dibiarkan selama dua menit agar bubuk kasarnya turun," ujarnya.
Berikutnya kopi dituangkan ke dalam lepek (Jawa: piring kecil alas cangkir) lalu didiamkan selama beberapa saat. Setelah ampas kopi terlihat mengendap, air kopi dikembalikan ke cangkir.
Ampas kopi pada lepek itulah yang kemudian dijadikan media lukis. Guna mengurangi kadar air, biasanya diserap menggunakan tisu. "Ada juga yang dicampuri susu untuk menambah kekentalannya," ucapnya.
Melanggengkan Tradisi
Kopi cethe diperkirakan muncul sekitar tahun 1980-an berkat "keisengan" para petani Tulungagung. Mereka akan membuat lukisan-lukisan pada batang rokok setelah menghabiskan secangkir kopinya.
Versi sejarah lain menyebut, teknik lukis sejenis dengan cethe juga sudah ada sejak 1930-an di Kabupaten Rembang dengan sebutan kopi sedulit. Namun yang pasti, Pemerintah Kabupaten Tulungangung pernah memecahkan Rekor MURI dengan kegiatan melukis cethe terbanyak yang diikuti oleh 2.710 peserta.
Terbaru, Sabtu (26/2/2022) relawan Gus Mahaimin Iskandar for Presiden RI 2024 menggelar lomba cethe di salah satu warung kopi di Jalan Mayor Sujadi Timur Desa Plosokandang, Kecamatan Kedungwaru, Tulungagung.
Sebanyak 100 pecinta kopi mengenakan kaos bergambar wajah Gus Muhaimin antusias mengikuti lomba cethe berdurasi satu jam ini. Adimas, ketua panitia lomba menyebut peserta dibebaskan untuk melukis nama maupun wajah Gus Muhaimin untuk presiden RI 2024.
Selain untuk mengenalkan Gus Muhaimin, ketua umum DPP PKB sebagai calon presiden RI 2024, lomba cethe juga dilatarbelakangi semangat pemulihan ekonomi terkhusus warung kopi yang terdampak pandemi Covid-19
“Lomba ini juga mewadahi para pecinta Cethe. Ada hadiah yang kami siapkan mencapai Rp5,7 juta dan piala,” jelasnya.
Lomba cethe Gus Muhaimin ini mendatangkan tiga dewan juri yang merupakan seniman lukis senior sekaligus Dewan Kesenian Tulungagung yakni Fajar Hidayat, Nur Ali, serta Aditya Krisna.
Aditya Krisna menyebut beberapa di antara kriteria penilaian dalam lomba ini adalah estetik, kepadatan, dan kerapian. "Biasanya orang yang lukisannya bagus seperti orang membatik (telaten)," jelasnya.
Sulistiyono (Cak Cuplis) pemenang juara kedua menyampaikan terima kasih dan berharap acara serupa dapat rutin digelar. Selain untuk melestarikan tradisi, hasil karya seni para pecinta cethe juga mendapat apresiasi. "Kami yakin beliau (Gus Muhaimin) sosok yang tepat membawa perubahan Indonesia lebih baik," tutupnya.(*)
Pewarta | : Ammar Ramzi (MG-235) |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |