TIMES JATIM, SURABAYA – Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur mengatakan bahwa triwulan II tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Jatim minus sebesar 5,90 persen dibandingkan dengan triwulan II tahun 2019. Penyebabnya adalah wabah Covid-19 disusul dengan kebijakan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Kepala BPS Jatim, Dadang Hardiwan mengatakan bahwa pertumbuhan negatif terjadi pada semua sektor lapangan usaha. Kontraksi terjadi pada semua komponen yang dipengaruhi oleh wabah Covid-19 dan kebijakan PSBB yang membatasi ruang gerak masyarakat maupun perusahaan  dalam beraktivitas.

“Dampaknya pada penurunan pendapatan masyarakat. Pengeluaran pemerintah juga terkontraksi di semua pos anggaran seperti belanja pegawai, barang, modal, dan sosial baik pada anggaran APBD maupun APBN,” ujar Dadang dalam siaran daring yang diakses TIMES Indonesia, Kamis (6/8/2020).

Menurutnya sektor perdagangan dimana ekspor nonmigas unggulan Jatim seperti lemak dan minyak hewan, tembakau, produk kimia, bhan kimia organik, kertas kanton, migas, dan ekspor jasa juga mengalami kontraksi.

Kontraksi tertinggi terjadi pada lapangan usaha jasa sebesar 34,54 persen dan dari sisi pengeluaran kontraksi tertinggi pada Ekspor Luar Negeri sebesar 18,70 persen. Diikuti komponen pembentukan modal tetap 7,55 persen dan Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 4,79 persen.

“Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi yang tumbuh sebesar 10,39 persen, diikuti Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial sebesar 8,95 persen. Pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 7,46 persen,” tambah Dadang.

Dadang menambahkan jika tingginya pertumbuhan pada lapangan usaha informasi dan komunikasi karena adanya pemberlakuan Work From Home (WFH) sehingga meningkatkan trafik data dan provider seluler. (*)