TIMES JATIM, SURABAYA – Pasar keuangan Indonesia mengalami kelesuan, ini terlihat saat pasar pertama kali dibuka pada pasca libur panjang Idul Fitri saat pasar keuangan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kompak mengalami tekanan.
Fenomena ini menuai perhatian dari kalangan akademisi dan praktisi ekonomi, Pakar Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD.
Dalam siaran persnya, Prof Rossanto mengatakan bahwa fluktuasi di pasar saham merupakan hal yang wajar. Namun, penurunan IHSG hingga lebih dari 9 persen dalam waktu singkat menunjukkan adanya gejolak yang tidak biasa.
Pakar Ekonomi Internasional Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof Rossanto Dwi Handoyo SE MSi PhD. (FOTO: Dok.Unair)
“Kalau sudah di atas 2 persen itu berarti ada faktor psikologis pasar yang memengaruhi investor,” tegasnya, Kamis (10/4/2025).
Penurunan tajam ini lebih disebabkan oleh kekhawatiran investor terhadap ketidakpastian ekonomi global, bukan karena kondisi fundamental emiten di pasar modal.
Ia mencontohkan bahwa perusahaan besar seperti Bank Mandiri dan BRI masih menunjukkan kinerja sehat dan tetap membagikan dividen.
“Saat ini, investor yang berorientasi pada capital gain cenderung mengambil langkah cepat untuk menjual saham, meskipun secara fundamental perusahaan masih sehat,” jelas Prof Rossanto.
Pakar ekonomi itu menjelaskan bahwa ketakutan investor dapat menular dan menciptakan efek domino.
Ketika investor di negara-negara besar seperti AS, Jepang, atau Tiongkok mulai menjual saham mereka, maka investor di Indonesia pun ikut-ikutan mengambil tindakan serupa.
“Investor itu menular. Ketika semua jual saham karena takut rugi, maka harga saham pun akan anjlok secara drastis,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya peran pemerintah dalam menciptakan rasa aman dan kepercayaan bagi investor, terutama di tengah dinamika pasar yang fluktuatif.
Kepanikan investor kerap dipicu oleh ketidakpastian, bukan semata-mata karena kondisi ekonomi yang memburuk.
“Dalam situasi seperti ini, yang paling dibutuhkan investor adalah rasa aman. Pemerintah harus bisa menunjukkan bahwa kondisi tetap terkendali, dan itu bisa dilakukan lewat komunikasi yang efektif dan kebijakan yang konsisten,” jelasnya.
Kepada masyarakat ia mengimbau untuk tidak panik menghadapi ketidakpastian ekonomi global seperti saat ini.
Menurutnya, kondisi ini bersifat sementara dan diperkirakan akan pulih dalam kurun waktu satu tahun seiring proses penyesuaian yang dilakukan oleh berbagai pihak.
“Bagi masyarakat yang memiliki kelebihan aset dan khawatir terhadap penurunan nilai saham, rupiah, atau aset lainnya, dapat mempertimbangkan untuk mengalihkan dana ke aset yang lebih aman seperti emas, yang dikenal sebagai safe haven, atau ke instrumen deposito yang cenderung bebas risiko,” ujarnya.
Masyarakat hendaknya lebih cerdas dalam menyikapi situasi gobal yang tidak pasti ini, salah satunya menghindari aset property dan kendaraan bergerak yang tidak dibutuhkan. Selain itu pertimbangkan secara matang sebelum memulai usaha dengan prospek yang kurang menjanjikan.(*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Pakar UNAIR Soroti Psikologi Pasar, Imbau Masyarakat Tak Panik
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Deasy Mayasari |