TIMES JATIM – Maraknya kasus kekerasan/kejahatan pada anak dan remaja, semakin lama semakin meningkat.
Bahkan tindakan kenakalan remaja, saat ini sudah terbilang sangat memprihatinkan. Apalagi kenakalan yang ditunjukkan bukan lagi bisa disebut level biasa atau lumrah. Tetapi sudah mengganggu ketertiban masyarakat, cenderung menjurus pada tindakan kriminalitas, dan bahkan mengancam keselamatan diri mereka sendiri serta orang lain.
Kasus yang kerap terjadi adalah bullying atau perundungan, tawuran, pornografi, rudapaksa, narkoba, penipuan, kekerasan, dll. Kemajuan jaman melalui teknologi digital, ternyata turut membuat meningkatnya trend kejahatan terhadap remaja tersebut.
Dari data yang ada, salah satu penyebabnya adalah sosial media. Menurut UNICEF, 45 persen anak di Indonesia pernah mengalami Cyberbullying pada tahun 2022. Sedangkan menurut U-Report Indonesia, kekerasan sering terjadi di jejaring sosial media sebanyak 71 persen pada tahun 2019.
Selain itu, sosial media juga telah mendorong secara signifikan, fenomena peningkatan eksistensi diri. Banyak di antara anggota masyarakat, termasuk para remaja. Mencari jati diri dengan mengeksploitasi berbagai perilaku, termasuk yang tidak umum, bertentangan dengan tradisi, norma agama, hingga hukum, dan kemudian mengunggahnya ke media sosial dengan bangga sebagai ekspresi diri.
Celakanya, konten media sosial yang memiliki jangkauan yang luas, menjadikan unggahan-unggahan yang bertebaran menjadi lebih sulit untuk disaring, khususnya bagi anak dan remaja. Apalagi di fase masa anak dan remaja, yang merupakan masa pencarian jati diri dan penuh akan rasa penasaran. Konten yang salah di media sosial, bisa memberikan pengaruh dan menginspirasi kepada anak dan remaja untuk melakukan tindakan kriminalitas.
Seperti diketahui, kebanyakan para remaja yang hari ini mendominasi di sosial media adalah mereka yang tergolong generasi Z atau Gen-Z. Remaja yang terlahir pada era rentang tahun 1995-2009 ini merupakan generasi yang merasakan manfaat kemajuan teknologi digital.
Selain sisi positif, akses informasi global yang terbuka lebar membuat mereka bersinggungan dengan budaya-budaya seperti kekerasan, seksualitas, glamourisasi, perilaku tidak pantas, dan lainnya.
Minimnya filtrasi dari keluarga, sekolah, lingkungan dan pemerintah, membuat kelewat batas, perilaku generasi sebelumnya atau yang tidak biasa dalam budaya Indonesia.
Komnas Perempuan mencatat kasus kejahatan pada remaja di sosmed, yang paling sering terjadi di antaranya penyebaran konten porno, peretasan dan pemalsuan akun, bullying, hingga pendekatan untuk memperdayai (grooming).
Catatan Tahunan Komnas Perempuan, pada tahun 2022 menyebutkan kekerasan berbasis gender secara online, cukup meningkat signifikan. Pada 2022, kasus yang dilaporkan sebanyak 1.721 atau naik 83 persen dibandingkan tahun sebelumnya yaitu sebanyak 940 kasus.
Komisioner Komnas Perempuan Mariana Amiruddin, menuturkan tanggung jawab pencegahan tak semata dilimpahkan pada orang dewasa di sekitar anak dan remaja saja. Namun juga pengelola aplikasi sosmed.
"Mereka harus bisa memberikan tanda peringatan bagi penggunanya, ketika berkomunikasi dengan orang tak dikenal", kata Mariana.
Menyikapi fenomena tersebut, TikTok sebagai salah satu platform media sosial yang banyak digunakan di Indonesia, berupaya mengemban tanggung jawab untuk memperluas ruang aman digital bagi remaja, agar mereka dapat mengekspresikan dirinya secara kreatif dan aman.
“Kami berkomitmen untuk menyediakan wadah yang aman dan nyaman bagi pengguna untuk berkreasi, termasuk untuk remaja. Hal tersebut kami tuangkan dalam bentuk kebijakan, ragam fitur dan alat keamanan bagi orang tua dan remaja, serta program edukasi yang menggandeng mitra eksternal,” jelas Communications Director TikTok Indonesia, Anggini Setiawan, dalam workshop yang digelar secara online (webinar). Acara ini bekerja sama dengan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) yang membahas keamanan digital untuk remaja, beberapa waktu lalu.
Dalam webinar tersebut, Founder SEJIWA, pihak eksternal yang digandeng oleh TikTok Indonesia Diena Haryana, membawakan materi terkait kondisi rawan bagi remaja di ruang digital.
Menurutnya, peran orang tua juga sangat dibutuhkan dalam mengontrol anak-anak dalam mengakses internet. Orang tua harus paham, bahkan harus terampil digital, dan memahami parenting digital, karena jika dibiarkan, tidak semua anak bisa aman dalam ruang digitalnya.
“Penting sekali memberikan literasi baik kepada anak dan juga orang tua. Harusnya anak aman di ruang digital, tapi belum tentu. Orang tua juga harus tau fitur keamanan di medsos,” jelas Diena Haryana.
Untuk mewujudkan ruang aman digital bagi remaja, TikTok bersama SEJIWA Foundation juga telah menggelar program edukasi melalui roadshow di beberapa sekolah di Jabodetabek. Dengan tujuan mengedukasi remaja dan orang tua, tentang pentingnya kesadaran terhadap keamanan digital.
Program ini melibatkan lebih dari 600 peserta, termasuk remaja, orang tua, guru, dan walimurid, serta menghadirkan berbagai pembicara dari TikTok dan SEJIWA Foundation.
Dalam acara ini, selain mendiskusikan isu-isu keamanan digital, TikTok juga memperkenalkan fitur-fitur keamanan yang dapat digunakan orang tua untuk mendampingi anak-anak mereka saat berselancar di dunia maya.
Salah satu hasil menarik dari survei internal yang dilakukan, menunjukkan bahwa banyak remaja lebih memilih mencari bantuan dari kreator digital melalui konten-konten mereka, dibandingkan berbicara dengan orang tua mereka.
Ini membuat ketergantungan remaja saat ini terhadap medsos, cukup besar. Tentu saja upaya untuk mengedukasi dan menjaga ruang aman digital bagi remaja tak bisa dilakukan segelintir pihak. Butuh kerjasama dan kesadaran berbagai pihak serta stakeholder terkait.
Program edukasi yang dilakukan oleh TikTok ke sekolah-sekolah, mungkin bisa diaplikasikan juga ke daerah-daerah dengan menggandeng komunitas, netizen, media, yang peduli akan keamanan digital bagi remaja sebagai generasi penerus masa depan.
Antisipasi melalui sosialisasi sejak dini, mungkin lebih efektif dan bisa meminimalisir kejahatan digital bagi remaja. Salut, akan tanggung jawab sosial yang telah dilakukan oleh TikTok. (*)
Pewarta | : Robert Ardyan |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |