TIMES JATIM, PACITAN – Sejumlah warga RT 03 RW 11 Lingkungan Teleng, Kelurahan Sidoharjo, Pacitan, melayangkan aduan ke Kejaksaan Negeri atau Kejari Pacitan terkait keberadaan usaha penggilingan batu berskala besar yang telah beroperasi sejak 2017.
Warga mengeluhkan dampak lingkungan yang ditimbulkan, mulai dari polusi udara, kebisingan, hingga getaran yang merusak konstruksi rumah mereka.
Dalam surat pengaduan yang ditujukan kepada Kejaksaan Negeri Pacitan, warga menyebut bahwa aktivitas usaha tersebut telah mengganggu kenyamanan serta membahayakan keselamatan dan kesehatan masyarakat sekitar.
"Kami sudah mengadu sejak Agustus 2024, tetapi hingga surat ini dibuat, usaha ilegal dan merusak lingkungan tersebut masih terus berjalan," demikian tertulis dalam surat pengaduan.
Pelapor, Yokhi Dwi Darmanto dan Dwi Lesivanto, yang mengatasnamakan perwakilan warga setempat mengungkapkan bahwa mereka telah berupaya mencari solusi dengan melaporkan masalah ini ke berbagai pihak.
Mulai dari Ketua RT, RW, Kelurahan Sidoharjo, hingga ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Dinas Lingkungan Hidup (DLH), serta Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Namun, hingga kini, belum mendapatkan tindakan tegas dari instansi terkait. Warga pun semakin resah karena dampak dari aktivitas usaha ini kian terasa.
"Kami memohon dengan sangat agar usaha penggilingan batu tersebut segera ditutup. Kami hanya ingin mendapatkan kehidupan yang bersih dan sehat," tulisnya dalam surat pengaduan tersebut.
Menanggapi aduan tersebut, Lurah Sidoharjo, Darmaji, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima surat tembusan dari warga pada Senin (3/3/2025).
"Intinya, masyarakat meminta izin usaha tersebut dicabut," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (4/3/2025).
Darmaji menjelaskan bahwa pihak kelurahan telah beberapa kali mengadakan mediasi antara warga dengan pemilik usaha penggilingan batu.
Bahkan, dinas terkait juga telah melakukan survei ke lokasi usaha. Namun, hingga kini belum ada keputusan final.
"Tapi sebenarnya kasus ini sudah lama, sudah kami mediasi beberapa kali. Namun, kali ini belum ada titik temu. Satu pihak ingin melanjutkan usaha, sementara di sisi lain warga punya hak untuk hidup tenang tanpa terganggu polusi udara maupun suara," jelasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pihak kelurahan hanya berperan sebagai mediator dan tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan akhir.
"Beroperasi sudah lama. Seingat saya mulai sekitar tahun 2017," tambahnya.
Sementara itu, pemilik usaha penggilingan batu, Aan, membantah tuduhan yang disampaikan warga dalam surat tersebut.
Menurutnya, usaha yang dijalankan telah mengantongi izin yang sah, termasuk dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) dan izin gangguan (HO).
"Ya kalau soal perizinan semuanya ada, Amdal juga ada, HO juga ada. Dulu juga pernah mediasi dengan pihak kelurahan, di sana ada Satpol PP, perizinan, saya juga didatangi orang Dinas LH," kata Aan.
Ia merasa keberatan dengan adanya laporan warga yang menurutnya tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
"Semata-mata saya ini disuruh berhenti usaha begitu saja. Ibarat mengunyah makanan disuruh mengeluarkan lagi dari mulut. Masalah debu bisa dilihat di perizinan, ketentuannya ada semua," ujarnya.
Menurutnya, izin usaha telah dikantongi sejak akhir 2015 dan mulai berlaku pada 2016.
"Kalau memang laporannya itu benar, saya diapain saja ndak apa-apa. Soalnya laporannya tidak sesuai dengan apa yang kami lakukan. Seperti beroperasi sampai malam, debu sampai satu gelas, air tercemar tidak bisa buat mandi dan minum," tegasnya.
Pantauan TIMES Indonesia di lokasi tadi tidak ada aktivitas penggilingan batu dan hanya terdapat alat dan material.
Hingga berita ini ditulis, belum ada keterangan lebih lanjut dari Kejaksaan Negeri Pacitan mengenai tindak lanjut atas laporan dalam surat tersebut. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Ganggu Kenyamanan Warga, Penggilingan Batu di Sidoharjo Dilaporkan ke Kejari Pacitan
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Deasy Mayasari |