TIMES JATIM, PACITAN – Jika prediksi BMKG adanya potensi terjadinya tsunami setinggi 28 meter terjadi, sepanjang Sungai Grindulu Pacitan, Jawa Timur menjadi salah satu jalan tol meluapnya air laut.
Kasi Pencegahan dan Kewaspadaan BPBD Kabupaten Pacitan, Diannita Agustinawati menyatakan kewaspadaan masyarakat tak hanya di pesisir sepanjang pantai saja. Namun, dengan keberadaan Sungai Grindulu yang tak ada benteng penghalang akan jadi jalan cepat air.
"Yang perlu kita pahami dulu bahwa yang namanya gelombang tsunami itu tidak hanya berdampak pada daerah yang berada di wilayah pesisir, tetapi kita juga harus memperhatikan masyarakat yang berada di sepanjang sungai grindulu," katanya, Rabu (29/9/2021).
Kasi Pencegahan dan Kewaspadaan BPBD Kabupaten Pacitan, Diannita Agustinawati saat menunjukkan peta zona merah jika terjadi tsunami (FOTO: Rojihan/TIMES Indonesia)
Khususnya Kabupaten Pacitan, karena sungai grindulu yang mempunyai diameter kurang lebih sekitar 100 meter, memiliki perbedaan dengan daratan yang banyak pepohonan maupun bangunan lainnya.
"Karena tidak ada penghalang sama sekali, beda kalau seumpama tsunami itu masuk ke darat kita misalnya di darat itu untuk yang menggantikan kan banyak tanaman-tanaman vegetasi ada cemara udang. Kemudian bangunan dan sebagainya," imbuhnya.
Maka dari itu, bagi masyarakat yang tak tinggal dipesisir pantai dan zona merah namun berdekatan dengan sungai grindulu
Diannita Agustinawati meminta tetap waspada. Karena jika air sudah menguap bisa tumpah kedaratan.
"Menurut beberapa ahli air gelombang tsunami itu akan lebih cepat masuk ke sungai, dan tindakan masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan Pacitan walaupun rumahnya tidak berada di pinggir pantai atau di seputaran atau zona merah tetapi berada di kawasan kali ini juga harus waspada," terangnya.
Gambar Sungai Grindulu Pacitan (FOTO: Rojihan/TIMES Indonesia)
Hingga detik ini, pihak BPBD Pacitan terus lakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang kesiap siagaan itu sendiri, soal infrastruktur Dianita menuturkan merupakan kewenangan PUPR dan BBWS Bengawan Solo.
"Tapi kalau inftstruktur ini ada PUPR, BBWS Bengawan solo yang memiliki kewenangan mengurusi tanggul dan sebagainya," kata, Dianita.
Sebenarnya bencana bukan hanya ditangani BPBD saja, menurutnya tangung jawab bersama,"Tapi semua stake holder juga harus bersinergi menanggulangi bencana mulai dari pra, saat dan pasca terjadinya bencana itu. Semuanya baik akademisi, rekawan dan media, yang jelas semua terlibat," terangnya.
Sekali lagi dia menegaskan bahwa pihaknya bukan menakut-nakuti. Namun, skenario terburuk yang sudah dirilis BMKG sebagai kewaspadaan dan kesiapsigaan bersama.
"Jadi sekali lagi kami BPBD tidak menakut-nakuti. Tapi skenario terburuk yang sudah dipublish atau dirilis oleh kepala BMKG itu merupakan mitigasi terbaik bagi kita masyarakat dan pemerintah daerah," imbuhnya. (*)
Pewarta | : Rojihan |
Editor | : Irfan Anshori |