TIMES JATIM, SURABAYA – Siang itu, ruang tamu sederhana di Markas Komando Daerah Militer V/Brawijaya menjadi saksi pertemuan penuh inspirasi. Dua siswa Taruna Nusantara mengenakan seragam biru khas mereka, duduk tegap di atas sofa coklat gelap.
Di depan mereka, Irdam V Brawijaya, Brigjen TNI Ramli, duduk santai dengan seragam loreng yang rapi, memancarkan wibawa seorang pemimpin. Suasana ruangan yang minimalis, dihiasi kotak kue dan vas bunga plastik di atas meja kaca, memberikan nuansa hangat di tengah percakapan yang serius.
Wajah Brigjen Ramli terlihat serius namun ramah. Dengan suara tegas, ia mulai memberikan pesan kepada dua siswa yang terlihat mendengarkan dengan penuh perhatian. Sesekali, ia melirik langsung ke mata mereka, memastikan setiap kata yang ia ucapkan dapat tertanam di hati.
“Kalian harus memiliki kepedulian terhadap lingkungan di mana pun kalian berada atau bekerja nanti. Itu adalah kunci menjadi seorang pemimpin,” ujar ayah dua orang anak itu, sambil menggerakkan tangannya untuk menekankan pesan.
Mata salah seorang siswa terlihat berbinar, mencatat dengan penuh semangat. Brigjen Ramli melanjutkan, “Dan ingat, pemimpin yang baik harus menjadi teladan bagi orang lain. Bukan hanya melalui kata-kata, tapi juga melalui tindakan nyata.”
Suasana ruangan terasa hening sejenak. Hanya terdengar suara televisi di sudut ruangan, mengiringi momen-momen itu. Brigjen Ramli menambahkan dengan nada lebih lembut. “Ketika kalian nanti sukses, jangan pernah sombong. Jangan meremehkan siapa pun, karena rasa hormat adalah fondasi bagi seorang pemimpin,” ujarnya.
Kedua siswa tampak manggut-manggut, menunjukkan bahwa mereka menangkap pesan tersebut dengan baik. Di sela percakapan serius itu, Brigjen Ramli sempat tersenyum kecil, mengendurkan suasana formal.
Kisah Perjuangan Seorang Anak Desa
Namun, siang itu tidak hanya berisi wejangan. Brigjen Ramli berbagi kisah perjuangannya, sebuah cerita penuh inspirasi tentang tekad seorang anak desa yang bercita-cita menjadi tentara. Sebelum memulai, ia menarik napas panjang, pandangannya menerawang jauh ke masa kecilnya.
“Saya lahir di Desa Tiwet, Lamongan, pada 5 Desember 1967. Kehidupan saya saat itu sangat sederhana,” ujarnya lirih.
Ia mengingat bagaimana sejak kecil ia sudah bercita-cita menjadi tentara, terinspirasi oleh kedatangan satu peleton tentara ke desanya.
“Orang-orang di desa saya takut mendekat, tapi saya, anak kecil yang penasaran, memberanikan diri bertanya bagaimana caranya menjadi tentara. Dari situ, saya bertekad masuk militer,” lanjutnya dengan senyum kecil yang menghiasi wajahnya.
Namun, perjalanan hidupnya penuh liku. Ia bercerita bagaimana ia membantu orang tua di sawah sejak SD, hanya bisa sekolah tiga hari dalam seminggu. Ketika SLTP hingga SMA, ia harus menempuh jarak 18 sampai 20 kilometer dengan sepeda tua untuk sampai ke sekolah. Tapi ia tidak pernah menyerah.
Setelah lulus SMA, dia berusaha sendiri dengan naik sepeda dari Lamongan ke Surabaya untuk mencari informasi pendaftaran Akabri. Dengan hanya bermodalkan uang Rp5000 hasil dari arisan bersama teman-teman karang taruna yang ia bentuk sejak duduk di bangku SLTP. Dia mendaftar dan alhamdulillah lulus.
“Ketika mendaftar Akabri, saya hanya punya uang 5.000. Uang itu hasil arisan saya bersama teman-teman di karang taruna. Waktu itu arisannya satu orang 100 rupiah. Orang tua saya tidak mampu membantu, karena keterbatasan ekonomi, tapi saya tidak pernah merasa kecil hati," ceritanya, suaranya sedikit bergetar.
Uang itu ia gunakan untuk membayar kebutuhan administrasi lainnya di kecamatan. Meski uang itu tidak cukup, dia mencoba menawar kepada pegawai di kecamatan. Berkat kemauan, tekad, keberanian, dan kerja keras, dia berhasil melewati semuanya dan kini sudah berhasil mencapai pangkat Brigjen.
Meski kini ia telah menjabat sebagai seorang Brigjen, kesederhanaan itu tetap melekat dalam kesehariannya. Dalam momen tertentu saat memiliki waktu libur, ia masih turun ke sawah membawa cangkul atau menjaring ikan.
Baginya, hal tersebut bukan hanya bentuk nostalgia terhadap masa kecil, tetapi juga cara untuk menjaga kedekatan dengan alam dan akar kehidupan.
“Saat saya mencangkul atau menjaring ikan, saya merasa kembali ke masa lalu. Itu mengingatkan saya bahwa sukses tidak boleh membuat kita lupa dari mana kita berasal,” ungkapnya sambil tersenyum.
Harapan untuk Generasi Muda
Brigjen Ramli menutup pertemuan itu dengan penuh harap. Pandangannya tertuju pada kedua siswa di depannya, yang kini duduk lebih tegap, seolah terinspirasi oleh kisah hidup beliau.
“Saya ingin kalian menjadi pemimpin yang tidak hanya sukses, tapi juga memberi manfaat bagi banyak orang. Mulailah dengan disiplin, kerja keras, dan selalu rendah hati,” ucapnya, suaranya kembali tegas namun penuh kehangatan.
Dua orang siswa Taruna Nusantara, Mohammad Fadlul Adzim dan Lutfianto Nurhidayat memberanikan diri bertanya, “Apa yang membuat Bapak tetap rendah hati meski sudah menjadi Brigjen?”
Brigjen Ramli tersenyum, lalu menjawab. “Saya selalu ingat dari mana saya berasal. Kesuksesan bukan untuk dibanggakan, tapi untuk dibagikan. Jangan pernah lupa bahwa tanpa dukungan orang lain, kita bukan siapa-siapa,” ucapnya.
Siang itu, para siswa meninggalkan ruangan dengan semangat baru, membawa pesan keteladanan dan perjuangan seorang Brigjen Ramli. Di ruang tamu sederhana itu, tidak hanya nasihat yang mereka dapatkan, tetapi juga pelajaran hidup yang penuh makna—tentang kesederhanaan, kerja keras, dan pentingnya menjaga nilai-nilai kehidupan.
Perjalanan Karier Brigjen Ramli
Brigjen Ramli adalah seorang perwira tinggi TNI AD yang kini mengemban amanat sebagai Inspektur Komando Daerah Militer V/Brawijaya sejak 18 Oktober 2024. Sebuah jabatan tinggi yang mencerminkan perjalanan panjang dan dedikasinya terhadap TNI dan negara.
Lulusan Akademi Militer tahun 1991 ini berasal dari kecabangan korps Infanteri, dan meskipun sekarang menyandang bintang satu, perjalanan kariernya penuh dengan tanggung jawab yang besar dan pengalaman yang kaya.
Sebelum mencapai posisi puncak ini, Ramli pernah mengemban berbagai jabatan strategis, yang membentuknya menjadi sosok pemimpin yang matang. Di antaranya, ia pernah menjabat sebagai Danyonif 527/Baladibya Yudha, Kajasdam V/Brawijaya (2015-2019), serta Irut I/Ada DN Itada Itben Itjenad.
Puncak kariernya sebelum menjadi Inspektur Komando Daerah Militer V/Brawijaya adalah menjabat sebagai Kapok Sahli Pangdam V/Brawijaya pada 2024. (*)
Pewarta | : Syarifah Latowa |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |