https://jatim.times.co.id/
Berita

IDUL FITRI, Tradisi Mudik Masyarakat Muslim Indonesia melawan Supremasi Ekonomi Kapitalis Barat

Senin, 07 April 2025 - 12:56
IDUL FITRI, Tradisi Mudik Masyarakat Muslim Indonesia melawan Supremasi Ekonomi Kapitalis Barat M. Fauzan Zenrif, Guru Besar Ilmu al Qur'an dan Tafsif UIN Maliki Malang.

TIMES JATIM, MALANG – Idul Fitri 2025 terasa istimewa bagi masyarakat muslim Indonesia. Hari Raya tahun ini merupakan hari raya pertama dalam kepemimpinan Pemerintahan Prabowo-Gibran. Jumlah hari cuti bersama Idul Fitri tahun 2024 sesungguhnya lebih banyak dibandingkan tahun 2025. Tahun 2024, Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2024 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 9 Januari 2024, cuti bersama Idul Fitri ditetapkan pada tanggal 8, 9, 12, dan 15 April 2024, yang jatuh pada hari Senin, Selasa, Jumat, dan Senin. Dengan demikian, ASN mendapatkan libur selama delapan hari, termasuk akhir pekan pada tanggal 13 dan 14 April 2024. Sedangkan tahun 2025, pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menetapkan cuti bersama Idul Fitri pada tanggal 2, 3, 4, dan 7 April 2025, yang jatuh pada hari Rabu, Kamis, Jumat, dan Senin. Hal ini memberikan libur selama enam hari bagi ASN, termasuk akhir pekan pada tanggal 5 dan 6 April 2025. Namun, pada tahun 2025, pemerintah menetapkan libur sekolah terkait Idul Fitri dalam dua periode, yaitu 26 hingga 28 Maret 2025 dan 2 hingga 8 April 2025, dengan kegiatan pembelajaran dimulai kembali pada 9 April 2025.

Istimewanya lagi, menjelang Idul Fitri 2025, Pemerintah menetapkan sejumlah kebijakan khusus yang bertujuan meringankan beban masyarakat sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi. Salah satu kebijakan yang paling terasa adalah penurunan harga tiket pesawat domestik sebesar 13 hingga 14 persen selama dua minggu masa mudik Lebaran. Selain itu, pemerintah juga memberikan diskon tarif tol hingga 20 persen di berbagai ruas jalur mudik, serta menurunkan biaya transportasi umum demi memperlancar arus mudik dan memudahkan masyarakat pulang kampung.

Untuk para aparatur negara seperti PNS, TNI/Polri, dan pensiunan, pemerintah menetapkan pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke-13 melalui Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2025. THR dijadwalkan cair mulai 17 Maret 2025, sementara gaji ke-13 akan diberikan pada bulan Juni. Di sisi lain, perusahaan swasta, BUMN, dan BUMD juga diwajibkan memberikan THR kepada karyawannya paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Pemerintah pun mendorong agar aplikator transportasi online memberikan bonus hari raya kepada pengemudi dan kurir sebagai bentuk penghargaan atas dedikasi mereka selama masa Lebaran.

Guna menjaga daya beli masyarakat dan merangsang konsumsi domestik, pemerintah meluncurkan program diskon belanja seperti “Friday Mubarak” dan “Belanja di Indonesia Aja (Bina) Lebaran” yang diadakan di berbagai pusat perbelanjaan dan gerai ritel. Tak hanya itu, stabilisasi harga pangan juga menjadi prioritas, di mana pemerintah bekerja sama dengan BUMN untuk menggelar operasi pasar murah secara masif di berbagai daerah. Keseluruhan kebijakan ini dirancang agar masyarakat bisa merayakan Idul Fitri dengan tenang dan penuh kebahagiaan, sembari tetap menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Sekalipun demikian, berdasarkan data dari Kementerian Perhubungan, jumlah pemudik pada Lebaran 2025 diperkirakan mencapai 146,48 juta orang, atau sekitar 52% dari total penduduk Indonesia. Angka ini menunjukkan penurunan sekitar 24,3% dibandingkan dengan jumlah pemudik pada Lebaran 2024 yang mencapai 193,6 juta orang. Meskipun terjadi penurunan dibandingkan tahun sebelumnya, jumlah pemudik pada 2025 masih lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai 123,8 juta orang.

Penurunan jumlah pemudik pada Lebaran 2025, dibandingkan tahun 2024, mungkin dipengaruhi beberapa faktor utama, terutama kondisi ekonomi masyarakat. Salah satu alasan yang paling menonjol adalah melemahnya daya beli, sebagaimana diungkapkan oleh Institute for Development of Economics and Finance (Indef). Hal ini tercermin dari anjloknya penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam negeri pada Januari 2025 yang hanya mencapai Rp2,58 triliun, jauh di bawah capaian Januari 2024 yang sebesar Rp35,6 triliun. Selain itu, banyak masyarakat memilih untuk menghemat pengeluaran, sehingga meskipun pemerintah menyediakan program mudik gratis, berbagai biaya tambahan selama perjalanan tetap menjadi beban yang membuat sebagian orang menunda atau membatalkan rencana mudik.

Penurunan konsumsi rumah tangga bisa juga menjadi salah satu penyebab lainnya, dipicu oleh efisiensi anggaran negara, termasuk pemotongan dana transfer ke daerah yang mencapai lebih dari Rp50 triliun. Hal ini menyebabkan berkurangnya peredaran uang di berbagai wilayah dan berdampak langsung pada keputusan masyarakat untuk bepergian. Sebagai pembanding, pada Lebaran 2024 jumlah pemudik mencapai 193,6 juta orang atau sekitar 71,7% dari populasi Indonesia, meningkat tajam karena pelonggaran pembatasan perjalanan pasca-pandemi dan antusiasme tinggi masyarakat untuk mudik setelah dua tahun sebelumnya sempat tertahan.

Bersamaan dengan itu, kebijakan perdagangan Amerika Serikat (AS) terhadap ekspor Indonesia mengalami perubahan signifikan pada April 2025, ketika Presiden Donald Trump memberlakukan tarif impor yang luas, termasuk terhadap produk dari Indonesia. Tarif ini mencapai rata-rata 22%, tertinggi sejak 1910, dan secara khusus negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia menghadapi tarif antara 24% hingga 46%.

Pengenaan tarif tinggi ini berdampak langsung pada perekonomian Indonesia. Sektor-sektor utama yang bergantung pada ekspor ke AS, seperti tekstil, alas kaki, dan elektronik, mengalami penurunan permintaan yang signifikan. Hal ini berujung pada penurunan produksi, peningkatan pengangguran, dan perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, ketidakpastian perdagangan menyebabkan volatilitas pasar keuangan, yang semakin memperumit kondisi ekonomi domestik.

Sebagai respons, pemerintah Indonesia berupaya mendiversifikasi pasar ekspor dengan meningkatkan hubungan dagang dengan negara-negara lain dan memperkuat kerja sama regional melalui perjanjian seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP). Langkah-langkah ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS dan memitigasi dampak negatif dari kebijakan proteksionis tersebut. Secara umum, kebijakan tarif impor AS terhadap Indonesia pada 2025 memberikan tantangan signifikan bagi perekonomian Indonesia, mendorong pemerintah dan pelaku usaha untuk menyesuaikan strategi perdagangan dan mencari peluang di pasar alternatif.

Saya memandang bahwa meskipun ekspor ke AS penting bagi perekonomian Indonesia, kontribusinya terhadap PDB nasional masih lebih kecil dibandingkan dengan sektor UMKM yang memiliki peran dominan dalam perekonomian domestik. Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat (AS) memang merupakan salah satu komponen penting dalam perekonomian nasional, namun kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tidak sebesar sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Berdasarkan data yang tersedia, UMKM memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB Indonesia, mencapai sekitar 61% atau setara dengan Rp9.580 triliun pada tahun 2023. Selain itu, UMKM juga menyerap sekitar 97% dari total tenaga kerja nasional.

Di sisi lain, kontribusi ekspor Indonesia ke AS terhadap PDB nasional relatif lebih kecil. Meskipun AS merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia, nilai ekspor ke negara tersebut tidak sebanding dengan kontribusi sektor UMKM. Saya belum menemukan data spesifik mengenai persentase kontribusi ekspor ke AS terhadap PDB Indonesia, namun dilihat dari data secara umum ekspor nonmigas Indonesia ke seluruh dunia hanya menyumbang sebagian kecil dari total PDB. Misalnya saja pada tahun 2021, ekspor nonmigas Indonesia mencapai sekitar 16% dari total PDB. Jadi, saya yang bukan ahli ekonomi memandang bahwa kebijakan Prabowo pada masa libur Idul Fitri adalah pemikiran “kancil” cerdas dan tepat sasaran.

Kebijakan yang mendorong masyarakat mudik tersebut sesuai dengan : لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ (1) إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ (2) فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ (3) الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ (4) . Ayat "رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ", merujuk pada perjalanan dagang yang dilakukan oleh suku Quraisy pada musim dingin dan musim panas. Perjalanan musim dingin biasanya menuju Yaman, sedangkan perjalanan musim panas ke Syam (Suriah), yang memungkinkan mereka berdagang dan memperoleh penghidupan.

Ibnu Khaldun, dalam karyanya al-Muqaddimah, menekankan pentingnya perjalanan atau rihlah dalam pengembangan peradaban dan ilmu pengetahuan. Ia berpendapat bahwa perjalanan tidak hanya berfungsi untuk mencari nafkah, atau peredaran perekonomian, tetapi juga sebagai sarana pertukaran budaya dan pengetahuan, yang esensial bagi kemajuan masyarakat. Meskipun Ibnu Khaldun tidak secara spesifik menafsirkan ayat tersebut, pandangannya tentang rihlah sejalan dengan konsep perjalanan dagang suku Quraisy yang berkontribusi pada kemakmuran dan perkembangan sosial mereka. Dengan demikian, perjalanan dianggap sebagai elemen vital dalam membangun peradaban yang maju dan dinamis.

Dalam konteks kali ini mudik lebaran saya piker juga memiliki dua fungsi tersebut. Masyarakat yang mudik tidak hanya memberikan kesempatan peredaran ekonomi merata ke seluruh penjuru pelosok, kota dan desa, tetapi juga telah memberikan kesempatan untuk melakukan transfer pengetahuan dan budaya. Misalnya, saat saya berkesempatan membeli Sate Khas Ponorogo di keluarga Sobikun, pemesanan sate yang khas Ponorogo tersebut sudah dipesan oleh banyak penggemarnya, baik untuk konsumsi sendiri atau dijadikan oleh-oleh handai tolan. Mas Arif, Driver Trevel STAR mengaku mengambil pesanan dari Yogyakrta dan Kota Malang juga. Beberapa pemesan lain yang datang pada pagi jam 08.15 waktu bersamaan dengan saya, ada yang dari beberapa wilayah lain. Sebuah pola peredaran dan distribusi perekonomian yang tersebar. Dalam konteks pedagang yang lebih kecil, Warung Tenda “Sate Pak Seno”, di dekat Bank BRI Melarak juga mengalami peningkatan pembeli dan pemesan yang signifikan.

Dalam ilmu ekonomi, distribusi pendapatan dan kekayaan tersebar, di antara individu atau kelompok dalam Masyarakat telah mendapat perhatian dari berbagai tokoh ekonomi klasik hingga modern. Misalnya Adam Smith (1723–1790), dalam The Wealth of Nations (1776), memperkenalkan konsep "tangan tak terlihat" (invisible hand), yang menjelaskan bahwa ketika individu mengejar kepentingan pribadinya dalam pasar bebas, mereka secara tidak langsung membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara keseluruhan. Meskipun Smith tidak secara eksplisit membahas distribusi pendapatan, gagasan pasar bebas yang ia paparkan memberikan fondasi awal bagi analisis ekonomi mengenai keseimbangan dan keadilan dalam distribusi.  Sementara John Maynard Keynes (1883–1946), dalam The General Theory of Employment, Interest and Money (1936), menyoroti pentingnya intervensi pemerintah dalam mengatasi ketimpangan ekonomi. Keynes berpendapat bahwa permintaan agregat yang tidak mencukupi dapat menyebabkan pengangguran dan distribusi pendapatan yang timpang. Oleh karena itu, ia mendorong penerapan kebijakan fiskal dan moneter untuk menciptakan keseimbangan dan keadilan ekonomi.

Jadi, sekali lagi, saya memandang bahwa semua kebijakan cerdas Prabowo sejalan dengan pemikir agama, seperti Ibn Khaldun, maupun teori ekonomi tentang pendistribusian ekonomi, terutama masa musim mudik ini. Tradisi Mudik Masyarakat Muslim Indonesia secara tidak langsung melawan Supremasi Ekonomi Kapitalis Barat. Hanya saja, sekiranya juga perlu memeproleh perhatian bahwa ada UMKM yang “berteriak” karena libur Panjang, yaitu para pedagang yang berada di dalam atau dekat lembaga Pendidikan, seperti yang dialami oleh Mak Yam dan Mak Nah di dekat Madrasah Ibtidiyah dekat rumah saya di Ketawang Kecamatan Gondanglegi itu…! Sabar ya Mak.. semoga Allah memudahkan rizki kalian setelah hari raya karena kesabarannya…

Saya membayangkan kalau seandainya saja perguruan tinggi Islam di seluruh Indonesia bisa berbagi konsentrasi sesuai dengan kondisi daerahnya, Fakultas Ekonomi mempelajari tentang potensi ekonomi dan Prodi Hukum Bisnis Syariah mempelajari dampak kebijakan ekonomi di daerah masing-masing, maka Perguruan Tinggi Islam akan dapat memberikan kontribusi lebih signifikan, dibadingkan dengan “hanya” mengikuti keilmuan yang sudah dikembangkan di Fakultas Ekonomi dan Fakultas Hukum Umum. Dengan begitu, Fakultas Muamalah dan Ekonomi juga Fakultas Syariah dan Hukum akan tetap menjadi pengekor perguruan tinggi umum.

Dalam kaitannya dengan konsentrasi kelebihan masing-masing daerah, Pesantren sudah terlebih dahulu, baik secara langsung atau tidak langsung menjadi program bersama. Misalnya sekedar menyebut beberapa diantaranya, Pesantren Ploso Kediri untuk keahlian Nahwu dan Kajian Kitab Fiqh, Lirboyo Kediri, Sidogiri Pasuruan, dan Raudlatul Ulum di Ganjaran Gondanglegi, Anu Nur di Bululawang, semua memiliki kekhususan kajian yang menjadi kelebihan kompetensi dibandingkan dari yang lain.

Wallahu A’lam

Oleh: M. Fauzan Zenrif

Pewarta : Rochmat Shobirin
Editor : Deasy Mayasari
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Jatim just now

Welcome to TIMES Jatim

TIMES Jatim is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.