TIMES JATIM, SURABAYA – Malaysia tengah mengalami peningkatan kasus serangan virus influenza. Ribuan siswa terinfeksi sehingga sejumlah sekolah ditutup.
Kondisi ini menjadi perhatian para ahli kesehatan termasuk di Indonesia sebagai negara tetangga. Masyarakat diminta waspada pada peningkatan kasus yang didominasi virus influenza tipe A ini, karena memicu kekhawatiran baru di tengah merebaknya varian COVID-19 yang baru.
Ahli kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR) pun angkat bicara dalam kasus peningkatan influenza yang terjadi di Malaysia.
Fenomena itu dikatakan tidak hanya fluktuasi musiman biasa. Melainkan sinyal peringatan sistem kekebalan populasi dan kesiapan kesehatan masyarakat.
Menurut Dosen FKM UNAIR sekaligus Ketua Research Center on Global Emerging and Re-emerging Infectious Diseases, ITD UNAIR, Laura Navika Yamani SSi MSi PhD, lonjakan ini perlu dianalisis secara komprehensif untuk memahami pola penularan dan faktor risikonya.
“Langkah pertama adalah memastikan bahwa kenaikan ini memang mencerminkan peningkatan kasus nyata di masyarakat, bukan sekadar akibat peningkatan pelaporan atau tes laboratorium,” tuturnya, Senin (27/10/2025).
Sedangkan berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan Malaysia, lonjakan tersebut terlihat pada peningkatan jumlah klaster influenza di sekolah dan institusi pendidikan, serta peningkatan kasus influenza-like illness (ILI) di fasilitas kesehatan.
Beberapa faktor utama dinilai jadi pendorong lonjakan kasus di negeri jiran tersebut. Perubahan musim dan cuaca lembab disebut sebagai penyebab percepatan penularan virus influenza di kawasan Asia Tenggara. Sementara, penurunan kekebalan pascapandemi COVID-19 turut jadi pemicu penting.
“Selama pandemi, interaksi sosial berkurang drastis dan sirkulasi virus flu menurun, sehingga banyak individu terutama anak-anak belum memiliki kekebalan alami terhadap virus influenza yang beredar saat ini. Ketiga, terdapat indikasi adanya variasi strain influenza A (seperti H3N2 atau H1N1) yang mungkin telah mengalami pergeseran antigenik (antigenic drift), membuat vaksin flu musiman menjadi kurang efektif,” katanya.
Indonesia sebagai negara dengan mobilitas tinggi dan kedekatan geografis dengan Malaysia juga menghadapi risiko yang signifikan untuk mengalami kejadian serupa.
“Namun demikian, risiko ini dapat ditekan bila sistem surveilans ILI/SARI di puskesmas dan rumah sakit diperkuat, serta masyarakat didorong untuk berperilaku hidup bersih dan segera memeriksakan diri bila mengalami gejala flu berat,” tegasnya.
Dalam merespons ancaman ini, UNAIR siap memainkan peranan strategis. Melalui laboratorium berstandar BSL-2 dan BSL-3 di Lembaga Penyakit Tropis, UNAIR mampu mengidentifikasi dan sekuensing genomik virus influenza.
Laboratorium Biosafety Level 2 (BSL-2) diterapkan untuk menangani mikroorganisme yang berisiko sedang dan berpotensi menimbulkan bahaya bagi petugas laboratorium serta lingkungan.
Standar ini lebih ketat dibandingkan BSL-1 dan membutuhkan prosedur khusus, pelatihan, serta perlengkapan yang lebih memadai.
Sedangkan BSL-3 adalah singkatan dari Biosafety Level 3 atau Tingkat Keamanan Hayati 3, yang merupakan laboratorium yang dirancang untuk menangani patogen atau agen penyebab penyakit serius yang berpotensi mematikan, terutama yang dapat menyebar melalui udara (inhalasi).
Laboratorium ini menerapkan kontrol yang ketat, termasuk desain dengan sistem ventilasi khusus (aliran udara negatif), pintu ganda yang otomatis, dan prosedur keselamatan yang komprehensif untuk melindungi personel, lingkungan, dan masyarakat. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Malaysia Diserang Influenza, UNAIR Siapkan Lab Berstandar BSL-2 dan BSL-3
| Pewarta | : Lely Yuana |
| Editor | : Deasy Mayasari |